Ah.., hari yang melelahkan ketika tiba-tiba deadline kerjaan dimajuin jadi gak bisa nyantai deh. Untung saja letihku tidak lama lagi akan pudar lantaran nanti malam mau pijat plus-plus, hehehe… YA GAK DONG! Rasa letihku pudar karena akan menghadiri acara UKM si Lala. Alasan bisa se-alay ini, sebab membayangkan nanti bisa berduaan nonton film indie dengan pujaan hati. Cielah.
Aku memilih pakaian terbaikku untuk dikenakan, kaos polos warna hitam, celana jeans warna hitam, sepatu warna hitam, “Ini mau ngedate apa ke pemakaman?” Batinku. Dan terakhir outer denim warna biru navy. Oh iya jangan lupa parfum disemprot sampai hampir habis setengah. Ngerasa udah ganteng maksimal, aku memacu kuda besiku dengan cepat menuju ke salah satu gedung kampus Lala.
~~~
Sesampainya di sana aku menuju pintu masuk yang dijaga dua mahasiswa. “Karcisnya mas?” Petugas karcis menodongkan tangan nya. “Ini mas.” Aku menyerahkan karcis yang telah diberikan Lala saat di kantor tadi. Aku masuk dengan angkuh biar terlihat berwibawa waktu si Lala mau mengenalkan aku dengan teman-teman kampusnya.
Benar saja, aku disambut Lala bersama teman cowok yang berdiri di sampingnya. “Hey, Kak Bi!” sapa Lala tersenyum lebar. “Makasih ya, Kak Bi, mau dateng ngeramein acara UKM ku. Kenali ini salah satu temenku UKM,” sambung Lala menunjuk temannya sambil mengangkat kedua alis. “Wah sama-sama, La.” Baru setengah aku menyambut balik Lala, teman cowoknya ini mengajak berkenalan.
“Mas. Kenalin aku Saputra,” ucap Saputra bersalaman denganku. Entah mengapa tatapannya tajam ke arahku dan genggaman tangannya cukup erat. Aku merasa si Saputra ini cemburu dengan kehadiranku. Kalau benar begitu, mulai malam ini adalah perang perebutan hati Lala. Aku menamai perangnya adalah PPH (Perang Perebutan Hati)! “Aku Tobi, salam kenal.” Jawabku singkat balik menatap tajam matanya. Mata kami berdua cukup lama memandang hanya untuk sebuah perkenalan, semoga saja Lala tidak berpikir aku ini kaum LaGiBeTe alias Homo.
Lala meringis canggung, lalu mengajak kami berdua mencari tempat duduk. Hal ini memutus tali silaturahmi antara mataku dan mata si Saputra. “Yuk cari tempat duduk dulu!” ajak Lala menatap aku dan Saputra beriringan. Tidak kusangka yang datang ke acara ini cukup ramai, menurut keterangan dari Lala, pengunjung yang datang selain dari anggota UKM, mahasiswa kampusnya, alumni, dan orang tua anggota UKM juga ikut meramaikan acara tersebut. Bangku-bangku hampir terisi penuh, film pertama juga sudah siap untuk diputar, akhirnya kami bertiga mendapatkan kursi di bagian deretan sayap kiri bangku penonton.
Aku duduk di sebelah kiri Lala, dan si Saputra berada si sebelah kanannya. Tepat di sebelahku duduk bapak-bapak usia senja. “Pak, anaknya ikut main film di sini?” Aku mencoba basa basi karena Lala sedang ngobrol dengan si Saputra, sial! “Iya, Mas, saya diminta anak saya buat ngelihat karyanya bareng temen-temennya,” jawab si Bapak. “Oh gitu ya, Pak. Keren-keren berkarya di usia muda,” balasku manggut-manggut tersenyum canggung. “Masnya di sini juga diajak sama adiknya ya?” tanya si Bapak membuatku tersinggung, emang mukaku seboros ini ya? Bukannya masih terlihat kayak mahasiswa semester awal? “Oh bukan, Pak. Saya diajak temen kok.” Aku melempar senyum ramah, walau perasaanku dongkol dikit. Bapak itu cuma merespon manggut aja.
Lampu mulai dipadamkan, lalu film pertama diputar judulnya Pelarian Ningsih. Aku menyenggol pundak Lala untuk mengajak ngobrol, sekalian menunjukan kedekatanku di hadapan Saputra. “Eh, La, filmmu judulnya apa?” tanyaku penasaran mendekatkan wajahku ke arah Lala. “Aku gak bikin film, Kak. Soalnya pas dulu itu aku sibuk sama kegiatan lain, jadi yah di sini cuma anggota agak pasif gitu,” jawab Lala sedikit memundurkan dirinya. “Oh gitu, ya ya ya.” Aku menjawab dengan memajukan bibir kayak ikan mujair.
Adegan pertama dari film Pelarian Ningsih ini dibuka dengan seorang perempuan remaja sekolah sedang merokok di dalam toilet. “La, aku dapet bocoran tentang isi film ini nanti bercerita tentang cewek sekolah yang broken home,” ucap Saptura mendadak berinteraksi dengan Lala. “Wah isu yang sering terjadi di Indonesia ya,” sahut Lala menanggapi topik dari Saputra. Sialan, nih anak pinter juga yah cari topik obrolan. “Wah berarti nanti ada adegan esek-esek gitu dong?” Aku menimpali obrolan mereka. Lala dan Saputra langsung melihatku. Hening. “Gobl*k! Pertanyaan macam apa itu Tobi??” Batinku teriak histeris.
Rasanya ingin aku hilang saat itu juga. *Puft* Tada aku menghilang dengan asap-asap polusi RX King. “Wah mungkin sih,” jawab Lala menghiburku. “Ekstrim sih kalo beneran ada.” Saputra juga ikut meredakan pertanyaan absurd ini.
Film pendek demi film pendek pun berlalu, sampai pada film terakhir bergenre horor. Gokil, rasa penasaran akan make up hantunya. Bakal serem atau malah kayak badut nih? Hahaha. Layaknya tipikal film horor di Indonesia, yaitu banyak jumpscare, aku bahkan bisa menebak kapan adegan hantu muncul secara tiba-tiba. Tapi yang bikin film ini jadi gak horor itu saat Lala reflek mendekap lengan kananku ketika adegan jumpscare. “Duh, sering-sering deh adegan jumpscare. Bodo amat sama alurnya! Haha.” Batinku puas menjadi tempat bersandar bagi Lala ketika hantu muncul.
Secara mengejutkan bapak-bapak yang aku ajak basa basi tadi jatuh tersungkur ke tanah. Seketika mengagetkanku, Lala, Saputra, dan orang sekitar. Film pun diberhentikan atas permintaan salah satu penonton yang berteriak. Semua orang di sana panik, termasuk aku, salah seorang mengecek nafas bapak-bapak tersebut. “Astagfirullah! Gak bernafas! Ambulan panggil ambulan!” Teriak lantang orang itu. Dengan modal pernah ikut pelatihan pertolongan pertama, aku dengan gagah berani memberikan RJP (Resusitasi Jantung Paru). “Minggir!” Perintahku pada orang-orang di sana. “Kak Bi, mau ngapain?” tanya Lala dengan wajah paniknya. “Tenang, semua tenang. Aku mau kasih pertolongan pertama!” jawabku tegas sekaligus meyakinkan diriku.
Langkah singkat melakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru), yaitu :
1.Periksa kondisi lokasi dan pastikan tidak berbahaya.
2.Periksa kesadaran korban.
3.Cek napas dan detak jantung korban.
4.Kompresi dada.
5.Buka jalur napas.
6.Berikan nafas buatan.
Kedua tanganku sudah memposisikan seperti yang diajarkan saat pelatihan, meletakan kedua tangan yang saling menindih di bagian sepertiga tulang sternum, meluruskan lengan dan bahu tepat diatas tangan, lalu bernyanyi. “Baby shark dududu, baby shark dududu, baby shark du du du, baby shark..” Aku bernyanyi sumbang.
“Kak Bi, kok malah nyanyi sih?! Jangan bercanda!” Bentak Lala tampak marah. “Ini tuh ritme buat kompresi detak jantung! Udah tenang aja!” Jawabku menjelaskan Lala agar paham dan tenang. Banyak orang yang justru malah merekam kejadian tersebut, sebagian ada yang panik gak jelas mondar-mandir biar dikira berkontribusi pada moral masyarakat. Ada juga yang berdoa tepat dibelakangku membuat suasana semakin dramatis. Akhirnya bapak-bapak itu bernafas meskipun masih ngap-ngapan. Tidak lama berselang ambulan datang dan bapak-bapak itu diantar ke rumah sakit terdekat.
“Makasih ya, Mas, udah nolongin bapak saya.” Ucap Pemuda yang tidak lain adalah anak dari bapak-bapak yang henti jantung tadi. “Iya gapapa. Penting bapakmu selamat,” sahutku menepuk pelan pundak Pemuda itu. “Makasih banget pokoknya, Mas, saya ke rumah sakit dulu.” Pemuda itu pamit dan pergi terburu-buru.
“Untung ada, Kak Bi, di sini. Coba aja aku gak ajak, Kak Bi, gatau deh kayak gimana,” puji Lala kepadaku yang telah berhasil menyelamatkan nyawa manusia. “Ah, kamu bisa aja. Skill kek gini tuh sebenernya harus dimiliki semua orang biar kalo terjadi sama orang terdekat kita. Kita bisa nolong,” ucapku sok bijak. Malam ini aku beneran kayak superman bisa nolongin orang lain. Aku cukup bangga, karena jujur ini pengalaman pertamaku. Meskipun aku cemburu dengan Lala mengajak lelaki lain, namun aksi heroik tadi menambah pundi-pundi perasaan suka Lala kepadaku. Pikirku sih begitu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tuna Asmara
DragosteYa Tuhan. Semoga yang kali ini bisa langgeng. Gak diputusin, gak diselingkuhin, gak aneh-aneh pokoknya. Aamiin