The Struggle

350 43 0
                                    




1997

Sudah hampir seminggu Rakai dan Dhani tidak bertemu satu sama lain. Rakai sibuk sekali dengan segala urusan di kesatuannya, dan Dhani sibuk mengurus segala bisnisnya. Tetapi malam ini, mereka memutuskan untuk bertemu di sebuah restoran yang menjadi tempat favorit mereka sejak sebelum menikah. Dhani maupun Rakai sadar, bahwa mereka bukanlah tipe pasangan yang selalu bersama di setiap kesempatan, tetapi hal tersebut tidak membuat cinta mereka kurang dari satu sama lain, quality time yang selalu disempatkan masing-masing, adalah kunci keberhasilan dalam 14 tahun pernikahan mereka.

"Wah cantik sekali, maaf mas terlambat.." Dhani yang sudah menunggu hampir 20 menit dikagetkan dengan suaminya yang tiba-tiba mencium tengkuknya.

"Mas, banyak orang."

"Ya biar saja. Memang kenapa?."

Setelah mecium pipi, kening, dan bibir istrinya Rakai pun langsung duduk dan melihat menu yang tersedia di meja.

"Ada apa sih Dhan? saya kok merasa ini tidak seperti dinner date kita biasanya."

"Kenapa mas berpikir begitu?"

"Tidak tau, wajah kamu serius dan tegang sekali sejak saya datang. Utarakan dulu Dhan, biar selanjutnya kita makan dengan tenang." Rakai menyimpan buku menu yang sedari tadi dia lihat, lalu dengan pelan meraih tangan Dhani.

"Saya kesepian. Sejak ibu meninggal tahun lalu, ditambah Ditto sudah beranjak dewasa, saya merasa betul-betul seorang diri."

"Loh, kamu kan punya banyak sekali teman Dhan. Siapapun di Jakarta ini mana ada yang tidak kamu kenal." Rakai menyunggingkan senyum nakal sembari menggoda istrinya.

"Beda. Saya tidak pernah bercerita masalah pribadi saya selain dengan ibu, dengan Ditto tidak enak, dia anak laki-laki, ada satu dua hal yang dia mungkin mengerti tetapi tidak paham. Saya betul-betul tidak punya teman berbagi dan bercerita sejak kepergian ibu, dan ini baru setahun."

"Ya sudah, lalu kamu mau mas bagaimana?"

"Mas ingat Andini tidak?"

"Ingat. Sahabat SMA kamu yang jadi dokter di Singapore itu kan?"

Dhani antusias karena Rakai mengingat salah satu sahabat lamanya. "Iya, dia dokter kandungan, fertility specialist."

"Kamu mau kita mencoba lagi Dhan?"

Dhani mengangguk semangat "Sekarang zaman sudah canggih, kita bisa gunakan teknologi, saya mau kita coba proses bayi tabung. Andini ahlinya, sudah banyak pasangan yang dia bantu dan berhasil. Mau ya mas?"

Rakai tidak tahan melihat wajah berharap istrinya. Tentu saja apapun yang Dhani minta akan selalu dia iyakan. Tetapi perjuangan untuk memiliki keturunan kembali bukanlah sesuatu yang mudah bagi mereka terutama Dhani. Rakai ingat betul tahun-tahun Dhani menangis setiap kali datang bulan. Bagaimana berkecil hatinya Dhani setiap kali teman atau saudara-saudara mereka mengumumkan kehamilan untuk kesekian kalinya. Semua harapan dan kekecewaan Dhani adalah mimpi buruk yang tidak ingin Rakai lihat.

"Dhan, apa kamu sudah memikirkan dengan baik. Proses bayi tabung jauh lebih berat. Anything could happen!"

"Sekali lagi mas, coba ikhtiar terakhir ini sekali saja."

"Ok, weekend ini kita ke Singapore ya."

"Mas.. Terimakasih." Dhani berdiri dari kursinya dan memeluk erat suaminya.


Hari sabtu pagi, Dhani dan Rakai mengambil penerbangan terpagi ke Singapore. Sesampainya di negeri singa tersebut, mereka tidak membuang waktu dan langsung menuju rumah sakit tempat sahabat Dhani bekerja.

Karena sudah membuat janji terlebih dahulu, Dhani dan Rakai masing-masing langsung mendapatkan pemeriksaan lengkap sebelum berkonsultasi secara langsung dengan Andini. Saat konsultasi dan pemeriksaan hasil lab, Andini mengungkapkan optimismenya bahwa program bayi tabung yang akan dijalani Rakai dan Dhani akan berhasil, hanya saja mengingat kualitas baik sperma maupun sel telur yang tidak sama, Andini sudah memberi warning bahwa kemungkinan embrio yang dihasilkan tidaklah banyak. Dan dari embrio yang terbatas itu kemungkinan hanya satu yang memenuhi kualitas. Dhani dan Rakai juga mengungkapkan keinginan mereka untuk mendapat anak perempuan, sehingga dalam proses pengambilan sperma nanti, Andini akan memisahkan kromosom X saja untuk selanjutnya dilakukan proses pembuahan.

Andini memberikan beberapa resep vitamin dan suntikan hormon yang harus didapatkan Dhani setiap hari selama 14 hari ke depan untuk mematangkan sel telur. Andini menawarkan seorang kenalannya untuk melakukan suntikan tersebut, tetapi Rakai bersikeras bahwa dia sendiri yang akan melakukannya. Andini juga mengingatkan bahwa proses suntik yang dilakukan sehari 4 kali ini tidak hanya berdampak secara fisik tetapi hormonal juga, yang membuat pasangan suami istri tersebut diminta untuk sama-sama menyiapkan diri.

Malam harinya, sebelum kembali ke Jakarta, Dhani dan Rakai sempat untuk berjalan-jalan dan menikmati kuliner sepanjang bugis street. Setiap berpapasan dengan anak perempuan, mereka berdua saling memandang satu sama lain penuh arti. Perjalanan mereka mungkin baru akan dimulai, tapi setidaknya kini mereka lebih optimis dan yakin bahwa setelah sekian lama, impian terdalam mereka akan menjadi kenyataan.

Behind All The NoiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang