Broken Hope

309 48 4
                                    

1997

Sudah sekitar seminggu Rakai dan keluarga kecilnya berada di Singapore. Selain karena dia sudah mengambil cuti jauh-jauh hari untuk proses pengambilan sperma, dia juga sudah berjanji untuk menemani Ditto yang sedang berlibur akhir tahun. Jadi Rakai dan Dhani memutuskan untuk menghabiskan lebih awal libur akhir tahun di Singapore sebelum harus kembali ke Jakarta, karena keluarga besar Dhani biasanya selalu punya tradisi malam akhir tahun bersama yang mewajibkan mereka untuk hadir, terutama sekarang pasca meninggalnya ibu negara, Ny. Dien Surawisesa.

Proses pengambilan sperma dan ovum pick up dilakukan di hari yang sama. 40 jam sebelum dilakukan ovum pick up, Dhani diberi Triger Shot, sebuah suntikan akhir untuk memicu pelepasan sel telur.

Hanya 1 jam setelah melakukan Triger Shot, Dhani mulai merasakan efek samping yang sudah diperingatkan sebelumnya. Dia merasakan rasa nyeri yang luar biasa di bagian perut ditambah mual dan pusing. Rakai dan Ditto yang melihatnya betul-betul tidak tega. Rakai mencoba membantu menangani rasa sakit Dhani dengan menyediakan tangannya untuk digenggam dan remas sekeras mungkin. Sementara Ditto siap siaga untuk menyediakan sanitary bag setiap ibunya tidak sanggup menahan mual.

Setelah 40 jam yang terasa sangat lama tersebut, akhirnya Dhani sampai pada proses Ovum Pick Up. Selama proses, Rakai dan Ditto menunggu di ruangan lain selama kurang lebih untuk 20-30 menit.

"Kalau adik sudah lahir, adik harus tau perjuangan ibu besar sekali untuk ketemu dia." Ditto menyenderkan kepala di bahu ayahnya.

"Nanti bapak ingatkan, siapa tau kamu lupa. Soalnya sekarang saja, belum ada adiknya."

"When she's born, bapak?"

"I don't know. Semuanya tergantung ibu. Kesiapan dia paling utama. Kamu dan bapak hanya mendukung sekuat tenaga."

"What if we fail?"

"Itu yang bapak takutkan. After all of this, she's gonna be broken if that's happen. Dan bapak takut kita berdua tidak bisa mengumpulkan kepingannya kembali Dit."

"But ibu always the strongest one. Waktu eyang putri meninggal, dia yang paling tegar."

"The strongest one is the broken one, Dit. Kehilangan kedua kalinya tidak akan sanggup dia tanggung."

"And what would we do? Bapak selalu mengajarkan Ditto untuk punya second plan, what the second plan now?"

"I don't have any Dit.. I don't."

***

Setelah selasai proses Ovum Pick Up, Ditto menemani Dhani sementara Rakai menjalani prosesnya sendiri untuk melakukan pengambilan sperma. Dan kemudian proses selanjutnya adalah proses pembuahan yang akan dilakukan di laboratorium.

"Hasil Ovum pick up nya kurang bagus ternyata, jadi kemungkinan kita tidak akan menghasilkan banyak embrio." Andini, selaku dokter specialis fertilitas mulai menjelaskan hasil pengambilan sel telur dan sperma yang dilakukan Dhani dan Rakai.

"But still a chance kan Din?" Dhani yang pertama membuka suara akan kekhawatirannya.

"Of course, tapi kalau yang dihasilkan tidak banyak. Aku anjurkan proses transfer embrio nya untuk ditunda. Normalnya aku akan menyarankan untuk segera dilakukan transfer, antara 5 hari sampai seminggu setelah Ovum Pick Up, tapi dalam case ini, lebih baik kamu dan mas Rakai menyiapkan diri dulu."

"Berapa persen chances kegagalan kami Din?" Kali ini Rakai yang buka suara.

"As a doctor i would say the opposite, but as a best friend, i'm gonna be honest. Chances kalian under 50%."

Dhani sekuat tenaga mencoba menahan tangisannya. "How it can be?"

"Melihat dari jumlah dan kulalitas sel telur kamu, embrio yang dihasilkan kemungkinan besar kurang dari 3, dan respon tubuh kamu saat Triger Shot secara tidak langsung menunjukan bagaimana belum siapnya tubuh kamu untuk mengandung bayi. I'm sorry if i sound cruel, tapi bayi hanya bisa berkembang di rahim ibu yang sehat dan siap. Rahim kamu tidak sehat Dhan, dan tidak siap."

"This because of my lifestyle, isn't it? because I'm an active smoker."

"Aku gak bisa bilang tidak ataupun iya, karena aku bukan obgyn sebelumnya. Aku tidak tau kualitas sel telur kamu sebelum kamu jadi perokok. Tapi sebagai seorang dokter, aku pikir itu adalah salah satu sumber dari masalah fertilitas kamu sekarang ini. But there is still a chances. Like i said, kamu bisa menyiapkan tubuh kamu dulu. Embrio yang nanti dihasilkan, akan kita simpan di Embryo Bank. Aku akan bantu pilih Embrio terbaik dan terkuat, Dhan. Aku akan jaga dan simpan "dia" selama kamu menyiapkan diri kamu. Maaf kalau aku menyakiti hati kamu dengan berkata jujur. Tapi we being best friend for a long time. Aku tau akan selebih hancur apa kamu jika aku menjanjikan sesuatu yang bahkan aku saja tidak yakin. Kalau kalian sudah merasa siap 100% physical and mentally. Kita bisa memulai proses transfer embrio kapanpun."

"You can't imagine how much i hate you right now because all of you say, Din. But thank you so much, for everything." Andini hanya tersenyum mendengar penuturan jujur sahabatnya.

***

Beberapa hari kemudian Rakai, Dhani dan DItto kembali ke Indonesia. Mereka mulai kembali ke rutinitas normal, kecuali Dhani yang mencoba mengurangi segala aktifitasnya. Dhani yang biasa setiap hari pergi ke kantor, kini hanya pergi 2 kali dalam seminggu. Begitupun aktifitas lainnya diluar bisnis. Satu-satunya yang tidak bisa dia kurangi adalah mobilitasnya dalam mendampingi sang ayah selama bertugas sebagai Presiden. Meskipun jika memungkinkan, dia akan meminta pada kakak atau adik perempuannya untuk bergantian lebih sering.

Rakai dan Dhani jarang bertemu sekembalinya dari Singapore. Mereka hanya sempat bertemu saat perayaan Natal di Kertanegara sebelum Rakai kembali ke Batujajar. Tidak banyak yang mereka bicarakan saat itu. Mereka baru memiliki kesempatan untuk berbicara secara intim seminggu kemudian, saat perayaan tahun baru Keluarga Surawisesa di Pulau Seribu.

"Are you okay?" Rakai yang sedari tadi mencari istrinya yang tiba-tiba menghilang setelah tradisi tiup lilin, akhirnya menemukannya tengah berdiri di tepian pantai, seorang diri.

"Barusan Andini telpon. Dari proses embrio grading, yang lulus cuma satu. Kita hanya punya satu embrio grade A, yang lainnya bahkan gak masuk grade C. So we only have one chances, mas. Kesempatan kita betul-betul hanya sekali ini."

"Are you scared right now?"

"I am. Saya takut tubuh ini mengkhianati saya mas. Saya takut kehilangan satu-satunya kesempatan kita."

"Kita masih bisa menunggu Dhan."

"Tapi saya tidak semakin muda mas, menunggu justru akan makin memperkecil harapan yang sudah hampir tidak ada."

"So what do you want now?"

"Ndak tau mas. Saya mati rasa, saya tidak bisa merasakan perasaan macam apa yang saya rasakan atau apa saya inginkan sekarang."

Rakai membawa Dhani kepelukannya. "It will pass, Dhan. I promise it will pass."

Dhani melepaskan pelukan suaminya. Lalu menangkup wajah Rakai dengan kedua tangannya.

"Tolong jangan tinggalkan saya ya mas. Saya takut sekali sendirian." Dhani kini menggenggam kedua tangan Rakai, lalu menyandarkan dahinya pada dahi Rakai.

"Bahkan tidak ada kuburan yang bisa menahan tubuh saya , Dhan. Saya akan merangkak pulang kepadamu."

"To have and to hold.." Dhani makin  mendekatkan wajahnya hingga hidung dia dan Rakai saling bertemu.

"For better, for worse, for richer, for poorer, in sickness, and in health. To love and cherish, till death do us a part, Dyah Dhani Surawisesa." Kemudian bibir keduanya saling bertemu.

Malam itu Dhani dan Rakai saling mengutarakan janji pada satu sama lain, tanpa pernah tau bahwa sebentar lagi, badai kehidupan yang maha dahsyat akan menerjang mereka dan menuntut pembuktian atas setiap janji yang mereka utarakan untuk satu sama lain.

Behind All The NoiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang