Nao kelimpungan, pusing sendiri saat mencari di mana Otou-san meletakkan kunci rumah. Seingat Nao, Otou-san berkata jika beliau meletakkan kunci itu di dapur. Namun, lihatlah sekarang, benda kecil itu tiba-tiba saja lenyap, bagai tak pernah ada benda bernama kunci di dunia. Nao berani sumpah, benda-benda seperti dasi, topi, gunting kuku, dan kunci entah mengapa seperti memiliki kekuatan menghilang secepat cahaya, dapat menghilang secara tiba-tiba apabila akan dibutuhkan.
Tidak menyerah, Nao membuka satu persatu laci dan lemari dapur. Suara gemericing alat dapur mengisi gendang telinga Nao, bagai alunan melodi sederhana yang dihasilkan panci juga penggorengan. Nihil. Di laci bawah tidak ada. Nao menarik kursi meja makan, menjadikannya sebagai tumpuan agar bisa menjangkau laci tertinggi. Berhasil, tapi wajahnya tidak bisa melihat ke dalam laci karena terlalu pendek, mau tak mau ia berjinjit supaya tubuhnya dapat lebih tinggi.
Sayangnya, jinjitan kakinya berujung petaka. Kursi sedikit bergoyang sebab tubuh gadis itu kurang seimbang, Nao menghentikan kegiatannya sebentar, tapi tak lama melakukannya lagi. Kursi yang enggan menjadi budak Nao akhirnya bergeser sekitar beberapa inci, membuat Nao terjatuh dengan posisi pantat terlebih dulu bertemu dengan lantai yang keras.
Bayangkan bagaimana rasa sakitnya.
Suara Nao yang terjatuh mampu terdengar sampai ruang tamu, terbukti dari Noa yang langsung muncul. Wajahnya sarat akan khawatir bercampur bingung.
"Kamu tidak apa-apa?" Noa menghampiri seraya memapah Nao, menjauhkan tubuh gadis itu beberapa meter dari tempat kecelakaan tunggal terjadi. Nao menyenderkan tubuhnya ke etalase dapur, wajahnya tampak pucat karena masih merasa syok.
"Apa kamu terluka? Di mana yang sakit?" Noa terlihat sangat khawatir, tangannya bergetar, sorot matanya tak lepas menatap Nao.
"Tidak, aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir," ujar Nao menenangkan Noa sambil tersenyum tipis. Akhirnya pemuda itu ikut duduk di samping Nao, dengan wajah menengadah ke langit-langit dapur. Sementara Noa berkutat bersama pikirannya, Nao masih mencari si sumber masalah, kunci serep. Ingin rasanya ia mengacak-acak seisi dapur akibat terlalu kesal.
Noa menarik lengan sweater Nao. "Memangnya apa yang sedang kamu cari dari tadi?"
Nao menghembuskan napas panjang. "Kunci—"
Seketika dari balik tangan Noa, ia menunjukkan kunci yang sedari tadi ia cari.
Kunci sialan!
Nao rasanya ingin mengumpat.
Noa menemukannya di bawah keset, pantas saja tidak ketemu. Lagi pula, kenapa Otou-san meletakkan kunci berharga ini di sembarang tempat. Terkadang, Nao tidak bisa menerka jalan pikir Otou-san.
"Noa-kun!" pekik Nao senang, ia bangkit kemudian berloncat kegirangan, seperti anak kecil mendapatkan permen kapas. Seolah ikut merasakan kebahagian Nao, Noa tersenyum sembari mengedipkan mata beberapa kali, menatap ke arah gadis sebayanya itu. Entah kenapa, hatinya merasa menghangat.
"Noa-kun, ayo!" Nao menarik tangan Noa, menyuruhnya agar segera berdiri. Pemuda itu berdiri kemudian membenarkan sedikit rambutnya yang acak-acakan. Nao gemas sendiri, ia berjinjit lalu ikut merapikan rambut Noa.
"Kamu lucu kalau seperti ini, lho," tutur Nao seraya mengacungkan jari jempolnya, Noa menilik ke manik mata Nao, melihat pantulan wajahnya di sana.
"Terima kasih. Mau pergi sekarang?"
──
Cuaca sekarang benar-benar mendukung, cerah, tanpa ada awan. Mentari menunjukkan sinar terbaiknya, menyelimuti bumi dengan cahaya kehangatannya. Burung-burung beterbangan hilir mudik menghiasi lanskap angkasa. Rasanya benar-benar menyenangkan. Ditambah kini mereka naik motor, jadi mereka dapat lebih menikmati keramaian kota Tokyo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Koishiteru
Teen FictionKetika kata tak bisa diucapkan, hanya isyarat yang ia tunjukkan. ──── Semestanya membisu. Ia kerap dirundung kelabu. Kala satu suara datang menyapa rungu, dan dunianya mulai mendapat warna baru. Akan tetapi ada satu yang ia tidak tahu, bahwa setiap...