05. Ajakan tiba-tiba

1 1 5
                                    

Akhir pekan. Saatnya menikmati hari berada di ranjang seharian; melupakan tugas sekolah yang banyaknya bukan main, juga merehatkan diri sembari melakukan kegiatan ringan. Bagi Nao, hari Minggu adalah surga. Nao bisa menguasai rumah seharian karena Otou-san biasanya mengisi kegiatan hari Minggu dengan memancing bersama teman-teman kantornya, sehingga putri semata wayangnya ditinggal sendirian di rumah. 

Nao beranggapan hal ini sudah seperti berada di surga tapi direalisasikan di dunia. Ia dapat melakukan banyak hal; bereksperimen di dapur dengan makanan di kulkas, menonton film seharian menggunakan LCD proyektor milik Otou-san--yang tentu saja tanpa izin, dan memainkn piano milik Okaa-san yang selama ini sangat dilarang oleh Otou-san.

Namun, Minggu ini berbeda. Jikalau biasanya Nao masih bergelung malas sembari berkutat di alam mimpi sebab jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi, kini ia sudah terbangun dan baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih menutupi tubuh serta rambutnya. Aroma melon langsung menguar tatkala pintu putih kamar mandi itu terbuka. Langkahnya bergerak menuju lemari yang berada di samping tempat tidur.

Nao ada rencana pergi hari ini. Pergi bersama seseorang.

Semalam suntuk ia dengan Noa saling bertukar pesan. Noa bercerita banyak, dari Noa yang kembali membahas perihal bunga matahari yang mereka lihat saat pulang sekolah, hingga bunga sakura yang banyak bermekaran di tepi sungai Sumida. Nao tergelak senang. Inilah yang ia suka dari musim semi, banyak bunga yang  bermekaran, terlebih bunga sakura. Konon katanya, bunga sakura memiliki banyak makna; menjadi simbol kecemerlangan, siklus kehidupan, kehidupan dan kematian, serta sifat kehidupan yang singkat.

Lalu di akhir percakapan, Noa mengirim sebaris pesan.

Noa

Besok kamu ingin pergi bersamaku?

Nao yang membaca pesan itu langsung kembali terduduk di atas ranjang. Kantuknya mendadak hilang. Gadis itu mendadak dilanda gugup bukan kepalang, hingga beberapa menit berlalu tanpa ia mengetik balasan untuk lawan bicaranya. Nao bingung, ia harus menjawab apa? Tapi jika boleh jujur, ia ingin pergi bersama Noa, ditambah ia juga ingin menjadi lebih dekat dengan pemuda itu.

You

Tentu saja, aku mau!

Noa

Baiklah, bisa kirim alamat rumahmu? Aku akan menjemputmu besok pagi.

You

[sent a location]

Kalau aku boleh tahu, kita akan pergi ke mana?

Noa

Ini rahasia, tapi aku yakin kamu akan menyukainya.

Oh ayolah katakan padaku


Pesan terakhir yang Nao kirim belum dibaca, itu membuat gadis itu semakin penasaran dibuatnya. Bisa saja Noa ingin menjadikan ini sebuah kejutan, begitu pikirnya. Ia berdiri di depan kaca seukuran tubuhnya, sesekali berpose layaknya bintang iklan ternama, lalu menggosokkan permukaan handuk ke rambut pendeknya dan melempar handuk itu ke sembarang arah. Kemudian tungkainya kembali beralih ke lemari putih di samping kaca, membuka pintu kayunya lalu mengubek-ubek isinya. Seraya melihat-lihat isi lemari, mendadak ia bingung akan memakai apa hari ini.

Sweater tebal? Tidak, bisa jadi akan terlalu panas nanti.

Long dress baby blue? Sudah terlalu kecil. Lagipula, dress itu terakhir ia gunakan saat Natal tahun lalu.

Nao frustrasi, ia tidak pernah merasa sebingung ini sebelumnya.

Akhirnya ia memilih kaus berwarna sage green yang dipadukan denga maxi white skirt sebagai bawahannya. Nao memakai make-up tipis khas anak remaja sebelum mengeluarkan loafers yang sering ia gunakan saat ingin pergi ke luar dari rak sepatu.

Air sisa mandi tadi masih menetes dari rambut Nao, segera ia mengambil hair dryer lalu duduk di pinggiran ranjang sembari mengeringkan rambutnya. Ia merasa jantungnya terpompa dua kali lebih cepat dari pada biasanya, Nao gugup, benar-benar gugup. Pasalnya, baru kali ini ia jalan berdua dengan laki-laki. Perihal Keito, ia sudah  terlalu sering pergi dengan pemuda itu sampai ia pun muak. Dan terakhir kali mereka pergi, terjadi hal yang memalukan sekaligus membuatnya jera pergi bersama Keito, serius.

Kakinya mengayun mengikuti senandung kecil dari mulut Nao, pikirannya menerawang apa yang akan ia lakukan bersama Noa nanti? Ah, bahkan pemuda itu tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan di ruang chat pribadi mereka.

Apa ia ditipu oleh Noa?

Sebelum pikiran negatif mulai menenggelamkannya, ketukan dari pintu luar rumahnya terdengar keras, siapa yang berkunjung pagi ini? Nao segera mematikan hair dryer lalu bergegas menuruni anak tangga, walau agak kesulitan karena ia sempat terjerembab. Bukannya segera bangun, ia justru memilih menyumpah serapahi benda mati.

Oke, sudahi pergeludan Nao dengan tangga.

Tangannya meraih kenop pintu, memutarnya lalu terlihat seorang pemuda jangkung di depannya.

"Sia—"

Gadis itu terdiam sesaat, ia mendongak agar melihat jelas siapa orang di depannya, itu Noa. Pemuda itu masih menggunakan helm di kepalanya, kaca helm ia naikkan dan terlihat wajah ceria khas Noa. Di tangan kanannya ia menenteng paperbag dengan logo restoran makanan cepat saji dengan menu burger.

"Aku membawa burger."

Ia mengedipkan matanya beberapa kali, Nao yang masih dalam keterdiamanna hingga kemudian bahunya di guncang pelan oleh Noa, gadis itu kembali tersadar.

"Untuk kamu. Pasti kamu belum sarapan."

Setelah melihat isyarat Noa, Nao akui pemuda ini cukup peka. Ia tahu saja kalau Nao belum sarapan. Lagipula, Nao malas memasak. Nao mempersilakan Noa masuk, mempersilahkan pemuda itu duduk di ruang tamu sementara ia melengos sebentar menuju dapur, mengambil dua botol minuman dingin dari kulkas, kemudian kembali lagi.

"Ini. Untuk kamu." Nao memberikan sebotol minuman kepada Noa, dan satunya lagi untuknya.

Dalam diam mereka menghabiskan burger bawaan Noa. Pemuda itu memberikan dua bungkus burger kepada Nao, sedangkan ia sudah cukup dengan satu bungkus.

Selepas beberapa menit, keduanya telah selesai memakan burger. Nao meminta Noa menunggu sebentar, kemudian ia naik ke lantai atas, merapikan kembali kekacauan yang ia lakukan pagi ini di dalam kamar tidurnya. Kurang dari lima menit, kamarnya telah rapi seperti semula, tangannya lantas menyambar sling bag putihnya yang bergantung di belakang pintu dan mengunci kamar lalu melesat menuruni tangga.

Noa tengah melepas helm saat Nao sudah di depan tangga, keduanya saling tatap dalam diam hingga Nao memutuskannya, ia ke dapur sebentar. Noa bingung, ia menyibakkan rambutnya beberapa kali sambil sesekali mengacak asal. Rambutnya sudah agak panjang, ingatkan Noa untuk memotong rambutnya oke?

Sebenarnya, Noa juga sama gugupnya seperti Nao. Ia baru pertama kali mengajak perempuan keluar bersamanya, ditambah, ia baru mengenalnya, apa tidak terlalu cepat?

Noa akui ia sudah lama mengetahui Nao, jauh sebelum pertemuan mereka di ice rink tempo hari. Namun, itu sekadar perkenalan satu arah, hanya Noa yang mengenal Nao, sebaliknya tidak. Ingat saat Nao menyelinap seperti agen rahasia abal-abal di ruang musik dulu? Yang mengintip dari jendela berdebu itu Noa, ia senang mendengar musik yang dibawakan Nao.

Entahlah, seperti ada magis tak terlihat yang menyihir kaki Noa agar mendekat ke sana. Dan membawa Noa bertemu Nao untuk pertama kalinya.

Namun begitu, Noa bersyukur, setidaknya ada seseorang yang mengerti dirinya selain Pamannya.

Dan, satu hal yang membuat Noa semakin ingin mendekati Nao adalah ... entah mengapa, ia dapat mendengar suara gadis itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KoishiteruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang