Nao memikirkan tatapan pemuda itu manakala bunga tidur hendak membuainya. Di bawah langit-langit kamarnya yang tak didera cahaya, sang dara mematri atensi ke segala arah bersama isi kepala yang turut berkelana.
Lamat-lamat Nao melayari keping-keping kenang masa lalu, menelusuri sorot netra berselaput warna biru-abu yang sempat menggerayangi kepalanya dulu. Kian lama ia menjenguk lembar memori yang tak kunjung bermuara pada apa yang dicari, kian kuat pula lah perasaan bernamakan penasaran menyesaki ruang sanubari.
Dalam hening meniti hingga menuju dini hari, kantuk tak jua hendak menyerang diri, justru segala bayang hari-hari yang dilalui serta tanya perihal nama pemuda yang ia temui setia berlalu-lalang di ruang imaji.
Tatapan itu serupa tak asing baginya, terlebih warna mata yang berbeda pada kedua maniknya ialah hal yang paling mencolok dari pemuda itu. Mata itu seperti pernah aku temui sebelumnya, begitu pikir Nao. Gadis itu memukul pelan kepalanya beberapa kali, merutuki diri sebab ia seakan memiliki ingatan layaknya ikan yang hanya dapat bertahan tiga detik.
Ia berguling-guling di atas ranjang beberapa saat hingga kelelahan dan menutupi diri guna selimut dari kepala pun jua mata kaki, bibirnya cemberut seraya berusaha keras berpikir yang hanya bermuara pada kata sia-sia belaka. Nao membuka selimutnya kembali sembari melirik ke arah jam di nakas, sudah hampir pukul dua, ia harus benar-benar segera tidur jika tidak ingin bangun terlambat pagi harinya.
Sang dara memaksa 'tuk memejamkan mata kendati isi kepalanya setia riuh bak terisi sebuah kota, akan tetapi gurat lelah yang terpatri pada matanya tak berdusta apabila Nao benar-benar membutuhkan tidur segera.
Sementara dirinya terus memejamkan hingga tak lama jatuh terbuai ke dalam bunga mimpi, bayang-bayang pemuda itu tak jua enggan angkat kaki. Seraya Nao yang semakin terlelap, ia bertanya-tanya apakah ia dan pemuda itu dapat bertemu lagi, setidaknya sekali saja agar ia mengetahui nama pemuda itu.
──
Satu kata untuk Nao hari ini, terlambat!
Tampaknya hari ini adalah hari tersial baginya. Bagaimana tidak? Pertama, pagi ini ia hampir terlambat apabila Otou-san tidak merangsek masuk ke dalam kamar dan membangunkan anak gadisnya yang masih setia berada buai alam mimpi, padahal Nao sudah memasang alarm sebelum tertidur malam tadi. Namun entah mengapa, alarm ponselnya pagi ini tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Kedua, disebabkan Nao yang terlambat bangun pagi, Otou-san memutuskan pergi ke kantor sendiri tanpa serta mengantar Nao serupa biasa, alhasil mau tak mau gadis itu berkejaran dengan waktu 'tuk mengejar kereta yang berakhir ia ketinggalan kereta.
"Semua usahaku sia-sia saja!" Nao merutuk seraya mengentak-entakkan kaki sebelum ia berdiri di belakang garis kuning. Bibirnya cemberut sementara ekspresinya menyuratkan jikalau ia benar-benar kesal tak terkira.
Setelah dua kesialan beruntun di atas, nampaknya Dewi Fortuna tidak akan semudah itu memberikan keberuntungan untuk Nao. Gerbang sekolah terkunci, ia benar-benar terlambat, gadis itu hampir hilang akal. Berkali-kali ia mondar-mandir di samping dinding pagar, mencari cara agar ia bisa masuk ke dalam tanpa ketahuan oleh petugas yang berjaga.
Hanya ada satu cara, dan itu dapat dikatakan cukup nekat bagi siswi seperti dirinya. Nao memilih memanjat pagar gerbang, sekali lagi, memanjat pagar gerbang.
Seakan terlatih, tubuh kecil gadis itu memanjat pagar dengan berhati-hati sesaat sebelumnya sudah melempar sepatunya masuk ke halaman sekolah terlebih dulu, dan ia berhasil. Ia mengendap, menenteng sepatu hingga mencapai genkan dan memasukkannya di loker yang bertuliskan namanya.
Sudah? Lalu kemudian keberuntungan akan memihak kepada gadis terlambat kita ini? Tidak, ada lagi.
"Yashika Nao! Berhenti di sana!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Koishiteru
Ficção AdolescenteKetika kata tak bisa diucapkan, hanya isyarat yang ia tunjukkan. ──── Semestanya membisu. Ia kerap dirundung kelabu. Kala satu suara datang menyapa rungu, dan dunianya mulai mendapat warna baru. Akan tetapi ada satu yang ia tidak tahu, bahwa setiap...