Kepergian Alan

9 6 0
                                    


Nada duduk di tepi danau, angin sepoi-sepoi menyapu lembut wajahnya, namun tak ada yang bisa mengusir kekosongan di hatinya. Sudah tiga hari berlalu sejak Alan menghilang, tiga hari yang dipenuhi dengan kekhawatiran, pertanyaan tanpa jawaban, dan malam-malam yang sunyi. Alan, pria yang selama ini begitu misterius namun perhatian, tiba-tiba menghilang dari kehidupannya tanpa sepatah kata pun.


Nada menggenggam erat ponselnya, berharap ada pesan masuk, panggilan tak terjawab, atau bahkan sekadar notifikasi dari Alan. Namun nihil. Tiap kali ia mencoba menghubungi, hanya sunyi yang menjawabnya. Hatinya meronta, terbelah antara keinginan untuk marah karena ditinggalkan begitu saja dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi pada Alan.

Nada menarik napas dalam-dalam, matanya menatap permukaan danau yang tenang. Ia tidak pernah benar-benar tahu di mana Alan tinggal, apalagi kehidupan pribadinya. Selama ini, Alan yang selalu ada untuknya, mendengar cerita-cerita kesehariannya, memberikan dukungan di saat-saat tersulit, tapi kini, di saat ia paling membutuhkan kehadirannya, Alan justru hilang tanpa jejak.

Nada berbisik pada dirinya sendiri, suara hatinya mulai menguat, "Kenapa aku tidak bertanya lebih banyak tentang dia? Kenapa aku tidak pernah mencoba mengenalnya lebih dalam? Apa aku terlalu egois, hanya membicarakan diriku sendiri?"

Bayangan Alan terlintas di benaknya, senyum hangatnya, cara ia selalu bisa memahami Nada tanpa perlu kata-kata berlebihan. Nada tertunduk, perasaan yang sejak lama ia sembunyikan mulai merembes keluar, menguasai pikirannya.

"Alan...," ia bergumam pelan, menutup matanya, membayangkan pria itu berdiri di depannya. "Kenapa kau menghilang tanpa kabar? Apa aku telah melakukan kesalahan?"


Nada beranjak dari tempat duduknya, menatap hamparan air danau yang memantulkan langit sore. "Apakah gajihmu kurang? Apakah ada sesuatu yang salah? Kalau memang begitu, kenapa tidak kau katakan?"


Perlahan, kesadarannya mulai tenggelam dalam perasaan yang lebih dalam. Selama ini ia menolak mengakui apa yang sudah jelas. Ketika Alan hadir di kehidupannya, semuanya terasa lengkap. Tapi sekarang, dengan ketiadaan Alan, hatinya terasa kosong, seperti ada bagian dirinya yang hilang.


Nada menarik napas lagi, mencoba menghilangkan keraguan yang bersemayam di hatinya. "Aku... aku menyayangimu, Alan," katanya perlahan, suara itu seakan menari di atas air danau yang tenang. "Aku mencintaimu... dan baru sekarang aku menyadarinya."


Seakan merespon perasaan itu, angin bertiup lebih kencang, mengibarkan rambut Nada. Hatinya berdebar tak karuan, perasaan yang selama ini ia pendam akhirnya terbongkar, meluap tanpa bisa dikendalikan. Ia tahu, ini bukan sekadar rasa kekhawatiran karena Alan menghilang. Ini adalah cinta—perasaan yang membuatnya merasa hampa tanpa Alan di sisinya.

"Aku harus menemukannya," Nada berkata dengan tekad kuat. "Apa pun yang terjadi, aku akan mencarimu, Alan. Aku harus tahu kenapa kau pergi. Dan aku harus tahu... apakah kau merasakan hal yang sama."

Tanpa membuang waktu, Nada segera bergegas, meninggalkan danau dengan tekad yang menguat di dalam hatinya. Apakah perasaan ini akan membawanya pada jawaban yang selama ini ia cari, atau justru akan menambah luka baru? Yang jelas, Nada tak akan berhenti hingga ia menemukan Alan, dan mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang mengusik hatinya sejak tiga hari lalu.

Suara NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang