Kesatu

451 15 7
                                    



Dahulu ia terlalu dini untuk mengerti arti sebuah kesenjangan. Baginya bocah gendut itu sama saja seperti dirinya, lima tahun, suka bermain, dan sama-sama anak tentara. Bocah yang pertama kali di temuinya di bawah pohon munggur tempat biasa om-om tentara duduk bersantai usai latihan. Duduk sendirian tidak berteman dan langsung mengenalkan dirinya sebagai Januari tanpa ia minta.

Setelahnya bocah gendut itu terus mengintilinya kemana-mana, menyepakati persahabatan mereka secara sepihak. Awalnya ia risih karena memang tidak terbiasa berkawan dengan anak cowok, ia merasa tak cocok dengan perangai mereka yang berisik, kasar dan suka berantem. Tapi bocah gendut ini lain, memang matanya terlihat sangat angkuh, bibirnya selalu mencebik dengan dagu yang terangkat. Sekali lihat, penilaian padanya ada pada satu kata, pongah.

"Rumahmu jelek sekali." Katanya di hari pertama si gendut menginjakkan kaki di depan rumah dinas mereka. Jari tangannya yang gendut-gendut menunjuk rumah bercat hijau, berbentuk sama dengan rumah lain di samping-sampingnya.

Ibunya hanya tertawa mendengar kejujuran anak kecil yang baru pertama kali di bawa oleh anaknya sendiri. "Kamu Janu ya?" Si gendut mengangguk.

"Kamu sama Arumi lahir di satu hari yang sama lho, dulu mamamu datang kesini buat melamar Arumi, adat orang jawa timuran katanya." Ibuk menjelaskan hal-hal yang tidak di mengerti bocah lima tahunan. Tapi mungkin memang ada kebenaran di cerita ibuknya, sebab wanita berambut ikal itu selalu menceritakan hal yang sama juga padanya. Katanya, dalam adat jawa timuran jika ada tetangga atau kerabat dekat yang melahirkan di satu hari yang sama dengan bayi berjenis kelamin berbeda maka akan dilakukan tradisi lamar-melamar yang tidak diseriuskan, hanya sebagai syarat berjalannya sebuah istiadat. Sebagai tanda lamarannya ibu dari bayi laki-laki akan menyerahkan barang-barang kecil pada bayi yang perempuan seperti baju, pisang, kaos tangan atau apapun yang disanggupi.

"Melamar itu apa, Tante?" Pipinya bulat, rambutnya lurus jatuh dan matanya sipit lucu. Si gendut ini menggemaskan sekali.

Ibuknya tidak menjawab lagi pertanyaan anak laki-laki itu, beliau hanya menanggapinya dengan senyuman gemas karna tak tahan untuk tidak mencubit pipinya yang gembil. Wanita itu melenggang ke dalam rumah menuju bagian paling belakang dari rumah jatah mereka yang tak seberapa. Ia kembali lagi dengan sepiring nasi berlauk sayur sop dan ayam goreng tepung kesukaan anak semata wayangnya.

Janu, bocah gendut itu sudah makan tadi dirumahnya sendiri, dia tidak lagi merasa lapar tapi melihat Arumi yang disuapi sambil disayang-sayang membuat dirinya tidak bisa mengalihkan pandangan dari ibu dan anak di depannya.

"Janu sudah makan?" Ibuknya yang bertanya. Janu mengangguk saja.

"Mau makan lagi?" Dia memang gendut, tapi dia tidak terlalu doyan makan atau jajan entah darimana tubuh gendutnya di dapat karena memang untuk anak seusianya dia terlalu bongsor. Orang tak akan percaya jika ada yang menuturkan fakta bahwa selera makannya kecil, dia pemilih sekali dalam hal makanan, picky eater.

Tapi melihat kuah sop bening dan ayam tepung yang penampakannya begitu kriuk dan menggoda dalam piring itu tak ayal membuat ludah Janu menggelepar dalam mulut. Dia ingin juga, apalagi sambil disuapi seperti itu karena di rumahnya sendiri dia terbiasa mandiri tidak ada ibu yang menyuapi, ibunya hanya terbaring di ranjang sepanjang hari dan mbak Yeyen terlalu sibuk dengan urusan rumah tangga yang lain. Janu selalu makan sendirian di atas meja makan yang besar.

"Sini, tante suapin." Tangan lentik putih milik ibu Arumi melambai padanya, menyuruhnya untuk bergabung. Janu duduk dekat Arumi yang sejak tadi diam saja karna anak itu memang tidak banyak bicara. Satu suapan melesak masuk ke dalam mulutnya, rasa masakan ibu Arumi luar biasa. Janu merasakan pupil matanya yang membesar dan penuh kilauan seperti dalam film kartun yang sering dia tonton ketika si tokoh utama terkesan dengan sebuah makanan yang sedang disantap.

ArumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang