Ketiga

116 15 11
                                    


Kemarin adalah hari ulang tahun Janu yang ke enam belas, itu artinya dia juga berulang tahun tapi tidak ada yang merayakan bahkan tidak ada yang mengingat hari spesialnya karena si ibu sudah tidak berjiwa dan ayahnya cuma sebutannya saja yang ayah tapi dia tidak pernah mendapatkan perannya.

Ulang tahun Janu di rayakan dengan mengundang yasinan ibu-ibu dan tumpengan sederhana, tidak ada balon-balon atau peragaan badut sulap karna Janu bukan bocah kecil lagi. Arumi datang bersama kawan-kawan, Janu hanya menyambut kedatangannya saja bahkan tak melirik sama sekali pada teman-teman yang lain, mungkin kalau bukan karna kemauan ayahnya, Janu tak akan sudi mengundang selain Arumi.

Acara berlangsung tak lebih dari dua jam, Janu langsung menarik tangan Arumi untuk pergi melarikan diri dari acara yang menurut Janu sangat membosankan. Mereka mengendap-mengendap lewat jalanan sempit di belakang rumah Janu, berlari sambil tertawa-tawa setelah Janu mengejek Acil Naima ibunda Kirang apakah ia sedang cosplay jadi badut pennywise karena jidatnya yang jenong, bedak keputihan dan bibir semerah apel beracun, tepat di depan mata wanita itu setelah keluar dari kamar mandi langsung di sambut bocah enam belas tahun yang mengatai penampilannya. Kalau bukan anak komandan, mungkin Janu sudah habis di tempeleng atas bawah kiri kanan.

Tawa mereka tak berhenti-berhenti hingga umpatan dalam bahasa Banjar yang dilayangkan oleh Cil Naima menghilang di balik tikungan jalan.

Setau mereka hari belum terlalu sore, tapi langit sangat gelap digulung mendung hitam-hitam yang tadinya berpencar sekarang bergerombol di atas kepala siap menjatuhkan hujan. Janu menarik tangan Arumi agar berjalan lebih cepat lagi ketika gerimis mulai berjatuhan melukis titik-titik di atas jalan beraspal. Mereka berhenti meneduh di teras Musholla yang berkanopi. Untungnya mereka belum terlalu basah sehingga meski duduk pun mereka tak akan mengotori lantai Musholla yang bertuliskan 'batas suci'.

Janu duduk di sampingnya dengan satu tangan sibuk merogoh kantong celana yang sejak tadi ingin Arumi tanyakan mengapa sisi yang Janu rogoh itu terlihat sangat kembung. Anak itu mengeluarkan sebuah apel merah semerah lipstick di bibir Cil Naima yang Janu ejek tadi, lalu tangan satunya memegang lilin kecil berwarna hijau pudar. Janu menyerahkan apelnya pada Arumi, menyuruhnya untuk bantu memegangi sementara ia berusaha menghidupkan lilin itu.

Kini apel dan lilin sudah berada di kedua tangan Janu, laki-laki itu menatapnya dengan mata tersenyum. Meski hujan deras berisik menggempar atap kanopi seperti tabuhan drum tenor tapi Arumi masih bisa mendengar Janu yang berucap;

"Selamat ulang tahun, Arumi."

Janu menyodorkan apel dan lilin ke depannya, api di lilin bergoyang-goyang terkena angin, Janu menyuruhnya untuk segera meniupnya agar tak keduluan oleh angin.

Setengah berteriak Arumi meminta untuk dinyanyikan lagu ulang tahun. Janu bilang ya, tapi tiup dulu lilinnya. Setelah berhasil meniup lilin, Janu menanyakannya ingin dinyanyikan lagu ulang tahun dalam bahasa apa? Bahasa Inggris, atau bahasa Mandarin? asal jangan bahasa Arab karena dia tidak tau lagu ulang tahun versi timur tengah.

Arumi ingin dinyanyikan dalam bahasa Mandarin, Janu menyanggupinya dengan lirik yang salah-salah. Kemudian saling berbagi tawa ketika di akhir lagu Janu tidak bisa melanjutkannya lagi karena ia makin tidak tahu lirik belakangnya.

Dengan perasaan membuncah bahagia Arumi berterima kasih atas perayaan ulang tahun yang Janu berikan padanya. Ia akan menyimpan segala kenangan manis bersama Janu pada lubuk hati dalam-dalam.

Jalanan sepi karena tidak ada yang mau main hujan-hujan di sore hari yang dingin, mereka berdua saja saling memeluk diri sendiri. Hujan sepertinya tidak akan berhenti dalam waktu dekat, mendung terlihat masih rata kelabunya. Janu mengajaknya untuk menerobos hujan, Arumi menggeleng karena dia tidak tahan dingin.

ArumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang