mencoba untuk kuat

16 3 2
                                    

Setelah kejadian kemarin, Rora dan Heesung terlihat mulai dekat, beberapa kali Heesung mengajak Rora makan siang di kantin,

Dan Rora mulai menerima keadaan, wajah murung tidak pernah lagi Rora ekspresikan ketika di luar rumah, bahkan Rora terlihat lebih ceria lagi dari kemarin,

"Mamah saya bilang, kamu mau datang kerumah gak bikin tteokbokki?" Pertanyaan itu sebagai pembuka obrolan diantara mereka berdua, seperti biasanya Rora dan Heesung akan makan siang bersama,

"Oh tteokbokki? Mau sih, tapi habis pulang dari mall kak, soalnya mau temenin ruka belanja," ucap Rora mulai meracik bakso jumbo di depannya,

"Loh? Para bestie kamu gak makan bareng kita aja? Lihat tuh, mereka cuma berdiri bingung cari tempat duduk," tunjuk Heesung kearah pintu masuk kantin, Rora mengedarkan pandangannya lalu berdiri sambil melambaikan tangannya,

"Sama kami aja, dari pada kalian bingung cari tempat duduk, kan kak Heesung?"

"Gak papa nih? Kalau boleh di traktir sama kak Heesung juga kami mau," ucap pharita mendapat cubitan dari haram,

"Maaf kak, temen saya kehabisan obat jadi gitu deh, ngasal kalo ngomong," ucap ruka mengatupkan kedua tangannya didepan dada,

"Mau di traktir? Ambil aja, biar saya yang bayarin kalian," ucap Heesung membuat pharita tersenyum lebar,

"Eeeh gak usah kak, jangan ladenin pharita," panik Rora menatap tajam pharita yang cengengesan membuka menu makanan,

"Udah gak papa, sekali-kali," ucap Heesung menyuruh yang lainnya duduk,

"Tuh, pak Heesung aja bilang its okey, rezeki gak boleh di tolak Ra," ucap pharita semangat melambaikan tangannya kearah waiters,

🦋🦋🦋

Rora melambaikan tangannya heboh ketika baru saja turun dari mobil ruka, beberapa menit terdiam di depan pagar, Rora membalikkan badannya lalu ekspresi wajah cerianya langsung berubah,

"Rora pulang..." Lirih rora ketika membuka pintu rumah, sepi. Sudah hampir seminggu ini Rora selalu mendapati suasana rumah nya yang sepi dan suram,

"Bi? Mamah mana?" Tanya rora menatap pembantunya yang tengah berdiri mematung menatap kearah pintu kamar kedua orangtua Rora,

"Non? Tadi nyonya sama tuan berantem lagi, malahan sekarang  tuan berani lempar barang, saya takut nyonya kenapa Napa, tapi tuan ancam saya, lebih baik non yang samperin nyonya deh," ucap bi Nada sedikit berbisik di kuping Rora,

"Oke, bibi nanti ke kamar mamah bawa sapu yah?" Ucap Rora memegang erat tali ranselnya lalu berjalan cepat menuju pintu berwarna coklat tua itu,

Tok tok

Dengan jantung berdebar-debar Rora mengetuk pintu yang tertutup rapat itu, namun nihil. Tidak ada jawaban dari dalam,

"Mah? Ini Rora, buka pintunya dong!" Teriak Rora berusaha menahan emosinya,

"Mah? Buka pintunya! Rora mau masuk..." Ucap Rora namun seperti yang tadi, Tidak ada balasan dari dalam, bahkan ketika Rora memfokuskan pendengarannya tidak ada tanda-tanda kehidupan dari dalam,

Akibat sudah khawatir kalang kabut, Rora terpaksa membuka pintu itu dengan kunci cadangan yang selalu dia bawa kemana-mana,

Ceklek

Hal yang pertama Rora lihat adalah suasana kamar yang sangat berantakan, guci antik milik papahnya pun sudah hancur tak terbentuk, pecahan beling dimana-mana, dengan hati-hati Rora melangkah sambil menatap mamahnya yang terduduk di kasur membelakangi  pintu,

"Mah? Mamah gak papa?" Rora tahu itu pertanyaan Bodoh, tapi tidak salahkan Rora sekedar bertanya? Rora hanya bertanya untuk mengetahui keadaan mamahnya,

Dear HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang