Nathan mengacak rambutnya dengan frustasi. Bagaimana bisa ia melakukannya? Bagaimana masa depan mereka nanti sedangkan mereka hanya menikah berdasarkan kesepakatan dan tanpa cinta? Apakah anak mereka nantinya dibesarkan tanpa rasa cinta kedua orang tuanya? Nathan mencoba kembali mengingat-ingat kejadian sebelum ia mabuk.
Flashback on....
Nathan berjalan memasuki salah satu Club ternama di kota Jakarta. Sesaat setelah ia masuk, beberapa wanita datang dan menggodanya. Bahkan secara terang-terangan menawarkan tubuhnya, ia hanya diam dan terus melangkah maju. Ia segera duduk di sofa panjang dan bergabung bersama teman-temannya.
"Wey my bro! Lama ga ketemu lo nih, makin sibuk nih jadi Direktur Utama." ucap Rafael. Ia menepuk pundak Nathan. Nathan hanya tersenyum tipis dan bersalaman dengan temannya yang lain. Ia juga meminta pelayan Club membawakan beberapa botol red wine.
"Gue denger lo udah nikah, gimana istri lo? Cakep nggak?" tanya Justin, ia merupakan teman sekolah Nathan dulu. Nathan mengangguk sembari tersenyum tipis.
"Cakep sih cakep, tapi gue ga pernah sekalipun nyentuh dia. Sedikit pun ga pernah." aku Nathan. Sontak Justin dan Rafael serta beberapa teman lainnya terkejut.
"Kok bisa sih bro?" tanya Justin.
"Gila, kok bisa lo tahan deket sama istri lo? Sedangkan gue rasa lo termasuk orang yang susah nahan nafsu lo." ucap salah satu teman Nathan lainnya.
"Ya karena gue emang ga serius nikah sama dia."
"Maksud lo?"
"Gue nikah sama dia cuma karena perjanjian." jawab Nathan. Sontak teman-temannya terkejut mendengarnya.
"Hah? Perjanjian?"
"Udahlah, gausah bahas itu."
Akhirnya mereka pun membicarakan hal lain. Mulai dari Justin yang akan menikah, hingga Rafael yang baru saja putus dengan kekasihnya. Tak terasa mereka mengobrol cukup lama. Beberapa teman Nathan yang lain pun sudah mulai pamit untuk pulang, menyisakan Nathan dan Rafael yang terlihat masih ingin menghabiskan waktu di club ini. Rafael dengan setia menemani Nathan yang sedari tadi meneguk red winenya.
"Nath, lo gapapa?" tanya Rafael yang hanya dibalas senyuman tipis oleh Nathan.
"Gue gapernah liat lo mabuk sampe kayak gini kecuali lo punya masalah yang sulit lo selesaiin. Ada apa Nath?"
Nathan menatap Rafael. Ia mulai menundukkan kepalanya sembari mengacak rambutnya frustasi.
"Gue jatuh cinta sama dia Raf." Ucap Nathan
"Hah? Siapa?"
"Sera. Istri gue."
"Tapi gue bingung." lanjut Nathan, Rafael diam. Terus menyimak apa yang disampaikan Nathan dengan seksama.
"Gue sama dia emang nikah karena suatu perjanjian. Ibu dia lagi sakit berat dan saat itu nyokap gue ngedesak gue buat cepetan nikah. Gue tawarin dia buat bantu bayarin biaya pengobatan Ibu dia sampai sembuh dengan syarat dia harus nikah sama gue." Nathan menghela nafasnya sejenak.
"Awalnya gue biasa-biasa aja sama dia. Kita bahkan buat persyaratan hal-hal apa yang gaboleh kita lakuin selama kita jadi suami-istri boongan. Tapi semenjak beberapa hari ini, gue ngerasa ada yang aneh sama diri gue. Setiap gue ngeliat dia, gue ngerasa detak jantung gue berdentam-dentam, apalagi liat senyum dia yang manis. Gue ngerasa mulai suka sama dia. Dan perasaan gue terbukti saat dia deket sama cowok lain, dan itu membuat gue cemburu. Meskipun dia bilang cowok itu sahabatnya, gue tetep aja ngerasa cemburu. Tapi yang gue khawatirin, pernikahan ini gaakan bertahan lama tapi perasaan gue semakin hari semakin bertambah. Gue pengen setiap hari liat senyuman dia, liat tawa dia, semua tentang dia. Tapi gue khawatir saat gue ungkapin semuanya, dia bakal ngejauh. Gue mau tetep kayak gini tapi gue gabisa biarin perasaan ini nyiksa gue. Gue harus gimana?" ucap Nathan. Rafael tersenyum.
"Lo bener-bener jatuh cinta Nath. Gue kenal lo sejak kuliah dulu, dan gue tau lo itu kayak apa. Kali ini gue yakin, lo bener-bener jatuh cinta." ucap Rafael penuh keyakinan.
"Tapi gimana kalo nyokap gue akhirnya tau ini semua cuman pura-pura? Dia pasti marah dan dia bakal suruh gue cerai dari Sera. Gue gamau itu terjadi." ucap Nathan. Rafael mengangguk paham. Ia menepuk pundak Nathan.
"Gue tahu lo orang yang bijaksana Nath. Lo pasti tau jalan apa yang harus lo pilih. Gue yakin lo pasti bisa cari solusinya tanpa nyakitin satu pihak pun. Gue tau lo bisa lewatin semuanya." ucap Rafael. Nathan terdiam. Ia masih terus menerus meminum red winenya hingga menghabiskan 1 botol red wine.
Flashback off....
Nathan mengingatnya, tetapi ia tidak dapat mengingat kejadian saat ia menyentuh Sera. Ia merasa bersalah. Namun, ia merasa lebih baik sekarang ia menenangkan dirinya. Ia butuh waktu untuk menerima semuanya. Apalagi sekarang Sera sedang mengandung darah dagingnya.
"Maafin aku Sera."
****
Seorang gadis dengan rok mininya menghampiri seorang pria kekar dengan kumis tebalnya. Pria tersebut menyambut tuannya dengan hormat.
"Gimana? Udah dapet infonya?" tanya gadis tersebut. Pria berbadan kekar tersebut menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat kepada gadis tersebut. Gadis tersebut membukanya. Berisi beberapa foto seorang wanita paruh baya yang sedang terbaring di ruang ICU sebuah rumah sakit.
"Gadis itu memiliki seorang Ibu. Ia kehilangan Ayahnya saat masih SMA. Ia anak tunggal." ucap pria berbadan kekar tadi.
"Apa? Dia punya ibu?"
"Iya bos. Dan Ibunya sekarang sedang koma di rumah salah satu rumah sakit di Jakarta. Ibunya mengidap penyakit jantung."
Gadis sexy tersebut tersenyum sinis. Ia menemukan fakta baru. Ia akan segera menghancurkan kehidupan gadis tersebut.
"Oke, cari informasi lebih lengkap lagi. Gue bakal bayar lo 3× lipat kalo lo tau rahasia dibalik pernikahan mereka."
"Baik bos."
Gadis tersebut tersenyum sinis sembari bersidekap dada. Rencananya akan segera berjalan dengan mulus.
"Gue gaakan biarin lo bahagia. Gue bakal buat kehidupan lo hancur dan menderita Sera haha."
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Agreement
FanficBagaimana jika kalian menjadi assisten baru dari seorang lelaki tampan namun memiliki sikap sedingin kulkas? Lalu bagaimana jika lelaki tersebut dengan tiba-tiba menawarkan sebuah kesepakatan gila padamu? Sebuah kesepakatan untuk menjalani pernikaha...