-4.still rivals!🤍

568 72 6
                                    

Declaimer:Kisah ini merupakan karya fiksi. Nama, karakter, tempat, dan kejadian dalam cerita ini adalah hasil imajinasi penulis.Setiap kemiripan dengan orang, tempat, atau kejadian yang sebenarnya hanyalah kebetulan.

"Shh..sakit, pelan dong!" gerutu Santa pelan saat Perth dengan sengaja menekan kapas pada luka di sikunya.

Setelah Perth menolongnya tadi, keduanya kini berada di kursi depan klinik yang mengarah langsung ke jalanan kota yang masih ramai oleh kendaraan berlalu lalang.

Sebelumnya, Santa menolak untuk diobati oleh Perth, tau sendiri kan seperti apa kemusuhannya Santa terhadap Perth. Namun, mana mungkin Santa bisa melawan lagi jika Perth sudah memaksanya, apa lagi dengan keadaan anggota fisiknya yang terluka tidak bisa membuat Santa berbuat banyak apalagi memberontak.

"Jangan ngira gw udah maapin lo ya, kita masih musuhan" kelit Santa pelan namun masih bisa didengar Perth.

Perth meletakkan kapas yang digunakan untuk mengobati luka Santa ke sembarang arah, posisi keduanya yang berhadapan membuat Perth dengan mudah memajukan wajahnya untuk melihat wajah Santa dengan detail. Santa reflek memundurkan kepalanya.

Perth mengangkat tangannya untuk menyentuh dagu Santa membuat Santa kebingungan dibuatnya. Netra keduanya bertubrukan, menciptakan suasana yang awkward.Sampai...

Perth mendorong kening Santa dengan telunjuknya.

"Harusnya terimakasih, udah gw tolongin juga" Cibir Perth yang tanpa sengaja menghidupkan sumbu api dari Santa.

Santa mengusap keningnya dengan alis menukik dan bibir yang komat-kamit. "gw? terimakasih sama lo? dih ogah" sahutnya dengan bola mata memutar malas.

Perth menoleh lagi "Kenapa manyun-manyun, mau gw cipok lagi lo?" tanyanya dengan senyuman miring setelah melihat bibir manis Santa yang mengerucut satu centi ke depan.

Santa yang tersadar langsung menetralkan ekspresi nya. Lagi-lagi Perth tidak lelah membuatnya naik darah, bisa-bisa Santa darting jika di dekat Perth terus.

"Najis!-"

"-ayo anterin pulang!" rengek Santa tanpa sadar setelah melontarkan umpatan. Jika dompet dan ponselnya tidak dititipkan pada Fort, mungkin Santa sudah memesan taksi untuk pulang ke rumah sedari tadi ketimbang meladeni Perth.

Sial memang.

"Males" celetukan Perth mengundang sebuah telapak tangan untuk memukul bahunya, siapa lagi jika bukan dari Santa.Telapak tangan itu mendarat tepat di tulang belikat Perth, membuat tubuhnya bergoyang. Manis-manis begitu, tenaga Santa tidak bisa dikatakan kecil.

"Lo yang bawa gw kesini, harusnya lo juga yang nganterin pulang elah" gerutu Santa, wajahnya cemberut.

"Lo nggak denger? em a el e es, males."

Santa mendengus kesal. "Terus gw gimana dong?" tanyanya, matanya menatap Perth penuh harap seperti anak kucing yang meminta whiskas.

Perth beranjak dari duduknya, membuat Santa mendongak dengan wajah polos. "Ikut ayo, kalau nggak yaudah disini sampe pagi," ujar Perth, sambil berjalan menuju mobilnya terparkir.

"Eh, tunggu! Mau kemana?" tanya Santa, buru-buru bangkit dan mengejar Perth.

"Mau pulang lah, masa gw mau tidur disini?" jawab Perth sambil terkekeh.

"Ya tapi, lo kan yang bawa gw kesini. Harusnya lo anterin pulang." Santa masih bersikeras.

"Bodo amat"

Perth tidak menoleh ke belakang lagi, suara hentakan sepatu Santa pada lantai sudah membuatnya tahu jika Santa pasti akan mengikutinya. Keduanya masuk ke dalam mobil, Perth menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan Santa yang membanting pintu mobilnya dengan keras, bukan karena Perth takut mobil mahalnya akan rusak, tapi kelakuan Santa yang seperti itu dengan ngambeknya justru membuat Perth gemas ingin menculiknya.

Mine | PERTHSANTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang