Disclaimer
Sebelum baca, Penulis mau ngucapin terima kasih buat teman-teman yang sudah support Penulis lewat cerita berbayar. It helps me a lot, apalagi Penulis udah enggak kerja lagi buat ngurus Ibu, dan sebentar lagi mau ada perjalanan jauh yang duitnya kepake terus untuk urusan-urusan rumah, sehingga nanti kayaknya bingung mau gimana berangkatnya.
Maka dari itu, seperti biasa, aku mau nawarin cerita berbayar, kali ini serinya Tali Kekang. Ceritanya pernah ditayangkan gratis di Wattpad, tapi akunku dihapus Wattpad. Akan ada 8 episode di seri ini. Dua episode pertama sudah diterbitkan secara GRATIS! Bisa kamu dapatkan di lynk.id/bocahtitipan, atau bisa minta langsung ke aku lewat Whatsapp, email, atau Telegram. Di penerbitan Part 10 ini, aku menjual episode 3-nya.
Selain jualan cerita, aku mau menawarkan juga bacaan atau spiritual reading buat teman-teman yang tertarik. Bacaan tarot dan/atau astrologi. Kalau ada pertanyaan yang bikin galau dan bingung cari jawabannya, siapa tahu ada yang tertarik buat lihat perspektif tarot. Buat yang mau kenal diri sendiri lewat pembacaan zodiak yang lebih lengkap, bisa juga lewat astrology reading. Yang mau-mau aja. Detailnya nanti di bawah, ya!
Dan buat penggemar Halo, Dek!, kalau kamu penasaran baca Part 11, 12, 13 sekarang juga, kamu bisa dapatin tiga part itu GRATIS, kalau kamu melakukan pembelajaan di aku minimal 50K apa pun. Sekali lagi, detailnya nanti di bawah, ya!
Untuk sekarang, selamat membaca!
[ ... ]
HALO, KAK!
SORRY CAPSLOCK SEMUA KARENA AKU LAGI PANIK!
"AAAAAAAAARRRGGGHHH ...!"
Fian langsung meletakkan telunjuk di depan bibirnya dan menghardikku. "Jangan berisik," bisiknya. "Dan jangan bergerak."
Aku yang sedang meletakkan kedua tangan di pipi langsung membeku. Mataku membelalak, mulutku menganga, persis bocah menyebalkan di sampul film Home Alone. Jantungku berdegup kencang tetapi aku hampir tak bisa menggerakkan kakiku.
Aku benar-benar mematung. Kalau aku bergerak satu senti aja, rasanya seperti aku akan ditembak dari jauh. Dalam kepalaku sudah muncul sebuah lagu ....
"Mugunghwa kkochi pieotseumnida ...."
"Ular ngerespons lewat vibrasi. Jadi ..., jangan bergerak," ungkap Fian, ke aku dan Ezel yang panik setengah mati di sana.
Ezel otomatis membeku dengan wajah pucat. Kedua tangannya menutup mulut. Matanya membelalak lebih bulat dibandingkan mataku, menatap ular yang merayap di sekitarnya.
Oke. Kujelaskan dulu ularnya bagaimana.
Aku enggak paham ular-ularan—ular yang sering kujinakkan dan ajak main biasanya bisa crot, crot, crot pas aku belai. Ular di depan kami ini kayaknya bersembunyi di balik batu yang dijadikan sandaran oleh Ezel. Batunya kan besar. Ada lubang kecil di belakangnya, yang kata Fian mungkin itu rumahnya mamalia sekitar sini, atau memang tercipta gara-gara aliran air yang berbelok ke delta—karena memang air sungai sesekali keluar dari situ.
Ular itu besar dan panjang. Sumpah! Kepalanya sebesar kakiku, dengan rahang yang kalau terbuka lebar, mungkin kepalaku bisa masuk ke dalamnya. Diameter ular itu juga lebih besar dibandingkan otot-otot Fian yang sudah paling besar di sekitar sini. Coraknya sangat umum. Persis ular-ular raksasa yang sering kita lihat di berita TV ditemukan di rumah-rumah warga. Ular itu merayap pelan di samping tubuh Ezel, bergerak lurus seperti kereta api.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo, Dek!
Ficção Geral(Cerita LGBT, ya. Tolong jangan bloon. Kalau ini bukan bacaanmu, please skip this.) Blurb: Rohmat hanyalah lelaki gay biasa yang bekerja sebagai seorang perawat di sebuah klinik swasta. Hidupnya benar-benar normal, enggak ada yang istimewa. Hingga s...