Halo, Kak!
Kerjaanku di klinik harusnya simpel. Aku membantu dokter yang bertugas untuk menjembatani segala keperluan medis yang dibutuhkan. Misalnya mengecek tekanan darah pasien sebelum bertemu dokter, atau bertanya secara kasual riwayat medis si pasien, atau apa keluhannya, dan segala informasi yang mungkin akan bermanfaat bagi sang dokter sebelum pasiennya masuk ke ruangan.
Namun mengingat ini klinik swasta, tentu saja load pekerjaanku jauh lebih banyak dari itu. Aku mengurus administrasi juga, kadang bantu menggerus obat, kadang mengepel lantai, kadang mencatat rekam medis untuk medical check up yang dilakukan di luar (on-site). Setiap bulan, selalu ada saja perusahaan yang melakukan medical check up di kantor mereka, lalu meng-hire kami untuk menjalankannya di sana. Aku dan tim datang ke lokasi dan memeriksa setiap karyawan.
Maklum, namanya juga klinik swasta. Segala kesempatan untuk menghasilkan cuan akan dilakukan. Salah satunya menggaji rendah seorang perawat, tetapi membiarkannya melakukan segala jenis pekerjaan.
Aku enggak ngeluh. Demi Allah. Aku suka pekerjaan ini. Setiap hari selalu ada drama medis yang berbeda dari pasien yang datang dan aku hampir enggak pernah bawa pulang kerjaanku. Kalau pasiennya ganteng, badannya kekar misalnya, aku akan ngelama-lamain cek tensinya supaya aku bisa pegang-pegang bisep trisep kekar itu. Aku enggak perlu jaga malam kayak perawat di rumah sakit. Aku enggak perlu ganti popok, bolak-balik ganti infus, atau memasang infus, dan segala jenis kerepotan para perawat rumah sakit.
Paling mantap adalah waktu menggosipkan pasien, bersama kolegaku. "Lu tahu enggak bapak-bapak yang tadi pake kemeja kotak-kotak? Yang enggak mau duduk?"
"Yang hemoroid?"
"Itu bukan hemoroid gara-gara ngeden, anjir!"
"Hah? Gara-gara apa emang?"
"Itu fisura ani gara-gara dia masukin sendok ke bool-nya."
"Anjir, lah! HAHAHA!"
Ya, mohon maklum kalau kami ngomongin pasien. Tapi aku bisa pastikan, semua kerahasiaan pasien itu enggak akan bocor keluar.
Hanya bocor di dalam aja untuk hiburan kami yang kadang gabut enggak tahu mesti ngapain.
Enggak setiap saat kasus pasien kami layak untuk digibahkan. Kebanyakan kasus medisnya umum dan membosankan. Seperti misalnya pagi ini. Setelah aku clock in dan duduk di meja administrasi, di sebelah rekanku yang shift pagi, enggak ada berita yang menarik.
"Morning, Ca! Ada yang oke buat di-spill enggak?" sapaku, sembari duduk di kursi kosong lalu menyesap kopi yang langsung kubuat barusan setelah clock in.
"Enggak ada yang mantap. Kebanyakan masuk angin, doang."
Rekanku itu dipanggil Geca, tapi nama KTP-nya Algheesa Famella Arshavina. Padahal dia kelahiran tahun 96, tetapi orang tuanya sudah lebih advance ngasih nama dibandingkan ibu bapakku. Dari nama cantik yang kebanyakan huruf A itu, nama panggilannya juga masih imut: Geca. Karena waktu kecil Geca cadel dan kesulitan menyebut namanya sendiri, Algheesa. Jadinya dia menyebutnya Geca.
Dari nama Rohmat, nama panggilan yang bisa dipanggil, kalau enggak Omat, ya ... Roh.
"Dokter Keandra udah di dalam?" tanyaku, sembari lanjut menyesap kopi.
"Udah. Datang pagi, dia. Pasien enggak ada yang telat masuk. Bu Lusi juga udah datang. Ada janji katanya."
"Ama siapa?"
Geca mengangkat bahu. "Eh, lu tahu enggak si Lita yang kemaren resign, terus pindah ke RSUD?"
"He-eh. Kenapa dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo, Dek!
Genel Kurgu(Cerita LGBT, ya. Tolong jangan bloon. Kalau ini bukan bacaanmu, please skip this.) Blurb: Rohmat hanyalah lelaki gay biasa yang bekerja sebagai seorang perawat di sebuah klinik swasta. Hidupnya benar-benar normal, enggak ada yang istimewa. Hingga s...