Chapter V

17 12 4
                                    


Daphine dan Ezekiel berjalan beriringan di sepanjang jalan yang dihiasi oleh pepohonan rindang. Langit cerah dan angin sepoi-sepoi membuat suasana semakin nyaman. Mereka tertawa dan berbincang, menikmati waktu bersama di sore hari itu. Akhirnya, dapat menghela nafas lega setelah seharian penuh Ezekiel membantu Daphine di toko bunganya.

"Kita mau kemana habis ini?" tanya Daphine dengan senyum ceria.

"Ada taman kecil di ujung jalan ini. Aku pikir kamu akan menyukainya," jawab Ezekiel dengan memalingkan wajahnya, tak kuat memandang senyuman manis itu.

"Oh iya? Aku nggak pernah tau ada taman di sini."

Ezekiel tersenyum, "aku punya beberapa trik rahasia, tahu kan? Cuma bocorin ke orang-orang spesial aja."

Daphine merasa terhibur, "Wah, jadi kalau gitu aku harus bangga nih ya?"

"Bisa jadi, atau lebih tepatnya, tamannya yang harus bangga karena dikunjungi sama bidadari cantik seperti kamu," balas Ezekiel sambil tersenyum lebar.

Daphine tersipu, pipinya sedikit memerah.

"Sekali lagi godain, kamu harus beliin aku es krim ukuran besar."

Mereka terus melangkah sambil sesekali tertawa ringan. Ketika sudah mendekati taman kecil yang dimaksud Ezekiel, tampak bunga-bunga bermekaran dengan indahnya, seolah menyambut kedatangan mereka.

Setibanya di taman, mata Daphine berbinar saat melihat sebuah bangku yang dikelilingi oleh bunga matahari, bunga favoritnya dan juga bunga favorit mendiang Ibunya. "Wah, tempat ini indah banget, Kiel! Kamu beneran nyimpen ini sebagai kejutan buat aku?"

Ezekiel tersenyum, "Iya dong, kan harus spesial buat seseorang yang spesial," ujarnya sembari mengarahkan mereka ke bangku tersebut. Mereka duduk bersisian, menikmati suasana yang tenang dan hangat.

Sambil sesekali melempar pandangan ke bunga-bunga yang ada di sekitar, Daphine berkata dengan nada menggoda, "Kalau kamu bisa bikin kejutan kaya gini, rasanya aku jadi penasaran kejutan apa lagi yang kamu simpan."

Ezekiel mengangkat alis, "Hmm, gimana kalau untuk sekarang kita nikmati es krim dulu deh, sebelum aku kasih kejutan yang lain."

"Oh, jadi kamu beneran mau beliin es krim ukuran besar, ya?" Daphine tertawa, setengah bercanda setengah menantang.

"Tentu aja, semua untuk bidadari taman ini," balas Ezekiel sambil mengedipkan mata.

"Rasa cokelat?"

Daphine terkesima karena brondong itu tau pasti apa rasa yang ia sukai.

Keduanya lalu beranjak menuju kedai es krim terdekat, meninggalkan jejak tawa dan cerita manis yang tak terlupakan di musim sore yang hangat itu.


Sementara itu, Hanif yang kebetulan lewat di jalan yang sama melihat kakaknya berjalan bersama Ezekiel. Mereka tampak begitu dekat dan akrab. Hatinya semakin diliputi kekhawatiran. Ia merasa semakin yakin bahwa Ezekiel hanya akan menyakiti kakaknya.

Setelah pertemuan singkat itu, Hanif kembali ke rumah dengan hati yang gundah. Di sekolah, nilai-nilainya semakin menurun karena ia tak bisa berkonsentrasi. Kekhawatiran dan kecurigaannya terhadap hubungan kakaknya dengan Ezekiel membuat pikirannya tak tenang.

Malam itu, Hanif keluar dari rumah dan pergi ke sebuah bar yang tak jauh dari rumahnya. Ia mulai minum untuk melupakan kekhawatiran dan stres yang dirasakannya. Gelas demi gelas ia habiskan, hingga akhirnya ia mabuk berat.

Di salah satu sudut bar, Hanif duduk sendirian dengan pandangan kosong. Musik dari panggung kecil menggema, tetapi semua terasa jauh. Dia menatap layar ponselnya yang berkedip, memperlihatkan pesan dari Daphine yang menanyakan kabarnya. Namun, Hanif hanya memandangi layar tanpa niat untuk menjawab.

Hello, Sunbeam!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang