Duduk melihat hamparan pasir putih dan ombak besar membasahi kaki putihnya. Eilen tentu menyukai sensasi kaki basah akibat terkena ombak laut, menyegarkan bersamaan pikiran kembali tenang.
"Lain kali pakai baju yang lebih panjang, aku tidak mau tubuhmu menjadi tontonan gratis bagi para laki-laki!" Eilen melirik ke kanan dimana laki-laki tidak lebih tepatnya sahabat yang selama ini menemaninya. Hanya dialah yang slalu ada untuk Eilen, disaat apapun saat Eilen membutuhkan laki-laki ini ada disampingnya.
"Kamu tidak menyukainya?" menurut Eilen pakaian tidak ada masalah. Ia hanya memakai dress biru muda selutut tidak terlalu seksi juga? Apa masalahnya.
"Iya, aku tahu dalam agamamu tidak melarang itu tapi bisakah pakai pakaian lebih sopan? Tidak, agar tubuhmu itu tidak menjadi pusat perhatian semua orang!"
Eilen tersenyum tipis menanggapi ucapan itu. "Aku bahkan tidak mempercayai agama mana pun? Bagaimana bisa kau bilang seperti itu, aku tidak percaya Tuhan!"
Laki-laki dengan manik indah menatap wajah Eilen dengan lembut. "Aku tidak bermaksud, baiklah! Kau bisa melakukan apapun sesuka hatimu,"
Lagi Eilen hanya bisa tersenyum. "Aku suka kau mengkhawatirkan ku, teruslah seperti itu. Aku akan menuruti ucapanmu, mungkin kau benar pakaian sangat terbuka hingga memperlihatkan lengkuk tubuhku!"
Perasaan telah lama Eilen pendam ingin sekali ia mengungkapkan bahwa ia menyukai laki-laki disampingnya. Tapi mengingat perbedaan diantara mereka membuat Eilen ragu.
"Aku–ingin mengungkapkan sesuatu padamu," laki-laki itu menatap wajah Eilen penuh pertanyaan.
Eilen menyiapkan hati serta mental untuk mengatakannya.
"Aku—menyukai mu,"
Senyap, hanya keheningan menyapa.
Eilen menatap laut yang semakin indah.
Laki-laki itu terdiam mencerna semuanya.
"Kau—serius?" Eilen tertawa kecil lalu berdiri berjalan mendekati laut yang semakin membasahi kakinya.
"Aku tidak pernah bercanda? Aku serius menyukaimu!"
"Adam Fadillah Zayn, aku baru berani mengungkapkan sekarang. Jadi lupakan saja,"
Adam mendekati Eilen ikut menatap hamparan ombak semakin besar. "Kau tahu, kita berbeda. Berbeda segalanya, kau mempunyai segalanya, harta, tahta, sedangkan aku? Aku hanya orang biasa tidak memiliki apapun, paling penting adalah kepercayaan kita, kau tidak mempercayai Tuhan? Sedangkan aku hamba Allah, jelas sekali pembedaan diantara kita berdua!"
Eilen kembali tertawa miris. Diantara semua paling berat adalah masalah kepercayaan? Mereka berbeda dalam hal itu adalah hal paling sulit ditembus.
"Aku bisa mengikuti agamamu, jadi kita bisa bersama bukan?"
Adam menggeleng tegas, "Kau tidak bisa melakukan itu karena aku, jika ingin mengikuti suatu agama kau harus ada tekad dan ketulusan hatimu untuk mengikutinya. Bukan karena hal lain,"
Bukan begini Adam harapkan, Eilen harus mengikuti kepercayaan sendiri dengan ketulusan bukan karena hal lain yang memaksa.
"Kau pikirkan lebih dalam lagi, aku tidak bisa memaksa. Aku ingin kau melakukan itu sesuai keinginan dan tekadmu bukan dari sebuah paksaan,"
****
Eilen tidak suka pada hari Senin bukan untuk upacaranya tetapi pada pidato guru yang sangat panjang melebar kemana-mana, apalagi di cuaca cukup terik sinar matahari membuat kulitnya seakan terbakar.
Diam-diam Eilen tersenyum miring tentu tanpa diketahui siapapun. Ia punya rencana untuk bisa bebas dari pidato guru yang masih entah kapan selesai.
Tubuh Eilen limbung mundur beberapa langkah ke belakang sampai menabrak teman sebarisnya. Wajah Eilen pucat dia terus meringis dan tak lama ia terjatuh pingsan ditengah puluhan siswa/siswi.
Para petugas pmr langsung membawa Eilen menuju uks. Mereka memberikan minyak kayu putih dan salah seorang juga membuahkan teh hangat diberikan saat Eilen terbangun.
Dalam hati Eilen tertawa keras emang enak dia kerjain. Sekarang dia bisa bebas dari cuaca panas, uks juga begitu sejuk sehingga dia betah berada disini.
Matanya pura-pura terbuka seolah baru sadar dari pingsan, ia melirik sana sini dengan linglung. Petugas yang ada membantunya untuk duduk, memberikan teh hangat itu dan diminum hingga tersisa setengah.
"Kamu merasa lebih baik?" Eilen mengangguk kecil memegangi kepala agar memperbagus drama yang ia buat.
"Kalau masih pusing sebaiknya kamu tetap disini. Takut belajar pun pasti tidak fokus," Eilen malah senang jadi dia tak perlu pusing untuk belajar yang sangat membosankan.
Kedua petugas pmr pergi keluar mungkin upacara telah selesai.
Mata Eilen memejam baru ingin tidur tapi terlihat ada orang masuk karena decitan pintu terdengar di keheningan ruang kesehatan.
"Ha–ai," Eilen menoleh apakah orang itu mengajak berbicara? Tidak ada siapapun selain dirinya disini, melihat siswi dengan baju kebesaran serta kacamata yang bertengger di hidungnya.
"Lo ngajak gua ngomong?" tanya Eilen
Siswi itu mengangguk samar sambil terus tersenyum canggung. Tangan bergetar itu memberikan kotak bekal makanan dan satu botol air mineral.
"Apa?"
"Bu–buat kamu ..." ucap begitu pelan.
Eilen menerima meski bingung, sebab disekolah dia belum mengenal siapapun. Dan siswi ini datang? Membawa bekal bersama minuman untuknya? Apakah mereka pernah bertemu, menurutnya tidak sama sekali.
Baru beberapa hari menginjakkan kaki ke sekolah dia tidak pernah berdekatan dengan orang lain. Sejak kecil Eilen termasuk orang sulit namanya bersosialisasi di publik, tak mau ambil pusing dia membuka kotak bekalnya.
Hanya nasi goreng, sambal dan telur dadar. Eilen terdiam—merasakan Dejavu seperti teringat seseorang.
"Aku cuma bisa buatkan kamu nasi goreng sambal dan telur dadar saja, maaf ya?"
"Dihabiskan aku buat khusus untuk kamu!"
Mata Eilen berembun disaat merindukan seseorang di kehidupan ia yang dulu. Apakah dia masih ada? Mungkin masih mengingat kenangan yang telah mereka buat beberapa tahun silam.
"Apakah kamu tidak suka? Pasti makanan itu bukan selera kamu ya?" siswi perempuan berpenampilan cupu merengut kecewa. Makanan sederhana ia buat mungkin tidak disukai oleh Liora atau Eilen berasal dari keluarga kaya.
Eilen tak menjawab menyuapkan sesendok nasi goreng itu ke dalam mulutnya.
Hati Eilen semakin bercampur aduk, rasa makanan ini persis buatan dia. Tanpa sadar pula makanan pula dihabiskan, siswi itu tersenyum senang.
"Lo siapa? Kenapa kasih makanan ke gua secara tiba-tiba?"
"Kamu pasti melupakan aku. Aku murid pernah kamu tolong dari perundungan beberapa hari lalu," benar, keributan di kantin saat itu adalah alasan ia menolong seorang murid sedang di rundung, jadi gadis ini orangnya.
"Terimakasih," kali dalam pertama hidup Eilen mengucapkan kata sangat enggan ia ucapkan.
14-10-2024
TBC.
![](https://img.wattpad.com/cover/378455652-288-k454377.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
We (not) the same person
Fantasi"Aku tahu balas dendam itu tidak baik, tapi bisakah kau balaskan dendam ku pada mereka?" "Aku akan membalaskan dendammu pada mereka!?" Felizia Eilen Sapphira wanita berusia 25 tahun memiliki kehidupan kelam penuh dengan kegelapan, tidak percaya ha...