Eilen hanya berdiam diri sejak pagi mau berangkat sekolah pun ia sedang masa skorsing, jadi bingung harus melakukan apa. Ketukan pintu tadi pagi sangat menganggu, tapi sama sekali tidak ia hiraukan.
Eilen menatap perut rata itu mengelusnya apakah benar disana ada nyawa yang hidup bersamanya? Tapi jika benar, apakah ia harus menggugurkan, Eilen bingung.
Eilen mengambil jaket serta kunci motor ia akan pergi ke rumah sakit untuk memastikan. Semoga saja tidak benar, ia tidak ingin ikut terseret masalah Liora terlalu jauh.
****
Kenyataan memang slalu menyakitkan untuk Eilen terima. Tangannya tak henti meremat kertas hasil pemeriksaan rumah sakit, ia merobek lalu membuang kasar ke tempat sampah.
Berjalan menuju halte bus menatap tak minat ke arah jalan banyak kendaraan berlalu lalang. Tangan Eilen memukul paha ia sendiri, kesal, marah, kecewa semua bercampur menjadi satu.
Lagi, ia harus menerima takdir buruk. Jika slalu begini lebih baik dia mati pada malam itu. Lebih baik dia tidak hidup jika harus mendapatkan kesakitan terus menerus, Eilen merasa hidup sangat tidak adil.
"Bagaimana hasilnya saya tidak hamil, kan? Pasti hanya dugaan saja,"
Dokter muda itu menatap wajah Eilen penuh kekhawatiran. "Kamu positif hamil, usia kandungan nya memasuki delapan minggu."
Eilen tertawa hambar langsung berubah dalam sekejap, harapan sirna ketika pernyataan dokter sangat membuat dirinya terguncang.
Tak henti Eilen memukul perutnya sendiri walau rasa sakit mendera dia tak peduli. Jika mati ia ingin mati bersama anak ini, biar kelahiran nya tidak menjadi sebuah masalah dimasa depan dan membuat ia merasakan kesengsaraan sama seperti ibunya.
"Hentikan, kamu jangan terus memukul perutmu. Nanti sakit," suara seorang pria begitu Eilen kenali datang.
"Saya tidak sengaja melihat kamu keluar dari pemeriksaan dokter kandungan. Apakah terjadi sesuatu sama kamu?" Adam khawatir terjadi sesuatu pada salah satu muridnya.
"Maaf jika saya lancang, apakah kamu sedang hamil? Kalau tidak siap bercerita tidak apa-apa,"
Eilen semakin menangis memeluk tubuhnya sendiri sebagai penguat. "Aku hamil, aku—dapat pemerkosaan secara paksa. Aku takut ...." meski bukan dirinya mengalami Eilen tetap takut, sebab sekarang dialah yang mengendalikan sepenuhnya raga Liora.
"Aku tidak ingin pulang, keluargaku pasti akan marah. Aku tidak berani menghadapi kemarahan mereka," sejujurnya hanya malas menghadapi berbagai teriakan mereka, bukan tidak berani.
Eilen langsung tersadar ia harus bergegas menuju suatu tempat yang kini hanya menjadi tujuan nya sekarang.
Ia menyeka air mata masih tersisa, Adam lelaki itu nampak kebingungan sebab beberapa saat lalu perempuan itu menangis kini berjalan angkuh menuju parkiran.
"Terimakasih," sebelum melajukan motornya dia berucap seperti itu.
Adam menggeleng kepala tidak mungkin jika dipikiran nya adalah orang yang baru saja bersamanya adalah dia.
Dia sudah meninggal, tidak mungkin masih hidup apalagi di raga orang lain.
§§§§
Menghabiskan waktu satu jam lebih berkendara menuju rumah mewah diujung perkotaan. Ini adalah rumah nya dulu, masih sama hanya saja terlihat lebih sepi mungkin para anak buahnya sedang berada didalam.
Di pintu gerbang ada tiga bodyguard yang berjaga Eilen menatap mereka dengan tatapan datar.
"Siapa kau? Ada keperluan apa kemari?" Mereka bertiga tentu kaget ada yang mengetahui rumah milik Nona besar, selain teman lelakinya tidak ada siapapun mengetahui keberadaan rumah ini.
"Mau mati atau tundukkan pandanganmu?"
Para pria berjas hitam bertatapan mata seolah sedang melakukan telepati.
"Nona Eilen?"
Bagus, mereka masih mengenalinya meski berada di raga berbeda.
"Iya, cepat buka gerbang gua mau masuk!" Mereka patuh walaupun agak bingung, bagaimana bisa Nona besar masih hidup tapi terlihat berbeda. Dari keliatan nya seperti masih seorang remaja, bukankah membingungkan.
Eilen tersenyum miring memutar kursi besar kebanggaan nya akhirnya dia bisa kembali kesini. Ketempat yang memang sudah menjadi kekuasaan, Eilen tidak lari dia akan tetap membalaskan dendam Liora pada mereka.
Terlebih dia harus menanggung beban sendirian dan kehamilan nya atas pemerkosaan secara paksa Eilen akan mencari lelaki itu sampai ketemu.
"Lelaki brengsek. Berani melecehkan seorang gadis kecil, lalu lari dari tanggung jawab. Ingat, aku tidak akan pernah melepaskan mu!"
Setelah Eilen pikirkan lebih matang dia akan membesarkan bayi ini sendirian. Tidak apa, anak ini sama sekali tidak berdosa dan bersalah untuk dilenyapkan begitu saja.
"Aku ingin mangga muda," Eilen menelpon salah satu anak buahnya untuk datang ke ruangan.
"Cepat cari mangga muda dan jangan lupakan sambalnya. Gua mau secepatnya."
Eilen mengelus perut rata yang kini ada satu nyawa berkembang disana. "Baru kali ini kau meminta sesuatu pada ku. Kenapa aku merasa perasaan senang? Apakah karena aku tahu kau berkembang di perut ku sekarang."
"Tenang saja, kau tidak akan hidup sengsara seperti ibumu. Aku akan menjagamu, dan menjadi orang tua untukmu!" mengingat selama beberapa tahun Eilen slalu kesepian. Kini tidak lagi ia akan memiliki seorang teman, untuk menemani hari-hari nya.
"Aku ingin sekali mendengar suaramu ketika memanggil ku. Kira-kira panggilan apa yang cocok?" Eilen terus berbicara sendiri sembari mengelus perutnya.
"Bunda, aku ingin dipanggil Bunda pasti sangat lucu."
Disaat sedang asik sendiri ada satu panggilan telpon dari Nala untuk apa perempuan itu menelpon nya. Bukankah sekarang masih jam sekolah, saat melihat jam pantas saja sudah masuk waktu istirahat.
"Gua sibuk cepat ngomong mau ngapain lo nelpon gua?" ucap Eilen tanpa basa basi langsung pada inti.
"A—ada berita buruk, ini tentang kamu disekolah."
Eilen menyerngit berita tentangnya? Tentang apa, padahal dia hari ini sedang masa skorsing.
"Cepat kasih tahu, masalah apaan?"
"Di mading sekolah ada banyak foto kamu, foto kamu sedang melakukan hubungan badan dengan seorang lelaki."
"Dan satu sekolah tahu itu!"
Eilen mengepal tangan kuat menahan diri tidak membanting barang sekarang juga.
"Ternyata ada yang mau main-main sama gua. Oke, lo tunggu gua di depan gerbang, kita lihat kejutan apa yang bakal gua kasih sama mereka!"
12-12-2024
TBC.
![](https://img.wattpad.com/cover/378455652-288-k454377.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
We (not) the same person
Fantasia"Aku tahu balas dendam itu tidak baik, tapi bisakah kau balaskan dendam ku pada mereka?" "Aku akan membalaskan dendammu pada mereka!?" Felizia Eilen Sapphira wanita berusia 25 tahun memiliki kehidupan kelam penuh dengan kegelapan, tidak percaya ha...