Sudah seminggu (Name) tinggal di Grace Field dan menyandang nama Rachel.
Dia sudah agak dekat dengan anak-anak lain, termasuk dengan trio semesta.
Saat ini Rachel memandang biola yang sedang ia pegang dengan enggan. Ia masih terbayang-bayang akan paksaan kedua orangtuanya dalam les biola.
Dulu, ketika (Name) masih berumur sekitar enam sampai delapan tahun, dia benar-benar anak yang pintar dan cepat belajar, belum lagi (Name) memiliki paras yang sangat cantik dan manis. Hal itu membuat orangtua-nya menganggap bahwa mereka telah membuat sebuah mahakarya.
Semenjak saat itu, (Name) didaftarkan ke berbagai les, termasuk les biola. Awalnya terasa menyenangkan, namun ia menyadari bahwa dirinya hanyalah alat untuk orangtuanya agar mereka bisa menyombongkan dirinya pada orang-orang di sekitar.
(Name) terus berusaha berpikir kegiatan-kegiatan yang berawal dari paksaan itu akan terasa menyenangkan, agar ia bisa fokus dan bisa membuat kedua orangtuanya bahagia melihat prestasi miliknya. Apa daya, orangtuanya tidak pernah mau menunjukkan kasih sayang untuknya.
Bahkan karena prestasinya yang bertumpuk-tumpuk itu, membuat semua orang selalu memiliki ekspektasi yang tinggi padanya, hingga membuatnya terus terbebani.
Rachel kini menatap langit yang sedang cerah saat ini. Namun angin juga berhembus cukup kencang. Tapi tak apa, justru angin itu memberikan sensasi adem untuknya.
Tiba-tiba Emma datang entah dari mana. "Rachel!" Emma pun duduk di sebelah Rachel yang kini sedang meneduh di bawah pohon.
"Ah, bukankah itu biola milikmu?" Tanya Emma.
Rachel pun mengangguk. "Sepertinya aku sebelum kehilangan ingatan sangat menyukai biola. Karena Mama bilang, dia menemukanku bersama dengan biolaku."
"Bagaimana kalau kau coba memainkannya? Selama ini kan kamu tidak pernah memainkannya. Mungkin itu bisa membantumu untuk memulihkan ingatanmu!" Ujar Emma dengan ceria.
"Kurasa itu tidak akan berhasil, Emma." Jawabku.
"Kita tidak akan tahu sebelum mencobanya, 'kan?" Tanya Emma.
Dengan perasan yang masih ragu, Rachel pun mengangkat bow dan biolanya. Setelah menaruh biolanya dengan posisi yang tepat, dia pun mulai menggesekkan senar dari biola itu. Dia memilih lagu yang dulu selalu dia gunakan untuk latihan.
Melodi indah dari biola itu pun mengundang anak-anak lain untuk menonton. Bahkan Mama pun ikut mendengarkan.
'Apa ini...? Rasanya menyenangkan...' Batin Rachel ketika ia masih melanjutkan memainkan biolanya.
Hingga akhirnya tanpa sadar Rachel menggunakan skill-nya dalam bermain biola yang sudah sangat terasah di hadapan anak-anak lain. Suara yang dihasilkan pun semakin indah.
"Wah, Keren sekali!"
"Musiknya sangat indah, ya?"
"Dia sangat hebat."
Pujian demi pujian terdengar oleh telinga Rachel.
Permainan pun berakhir.
Setelah itu, suasana seketika ramai dengan anak-anak yang bertepuk tangan.
Pujian pun masih bisa didengar oleh telinganya.
Tanpa sadar, Rachel telah meneteskan air-matanya.
"Eh? Rachel?"
Tak lama setelah itu, Rachel pun mulai terisak. Dan air mata terus mengucur deras dari matanya.
Selama ini Rachel tidak pernah menikmati saat ia bermain biola. Karena itu hanyalah permintaan orangtuanya, orangtuanya terlalu berambisi membuatnya menjadi sosok yang sempurna.
Tapi, entah kenapa, yang baru saja ia lakukan rasanya menyenangkan. Rasanya seperti bebas tanpa kekangan. Meskipun ia bermain karena permintaan Emma, namun Rachel merasa bahwa yang tadi berasal dari hatinya, dia bermain dengan tulus.
"Ra-rachel?!" Emma dan yang lain pun tampak kebingungan bagaimana caranya menenangkan Rachel yang menangis.
Tiba-tiba Mama datang dan memberikan Rachel sebuah pelukan hangat yang tak pernah ia dapatkan. Itu membuatnya semakin ingin menangis. Ia ingin melepaskan semua semua unek-unek yang terpendam.
Walaupun Mama pun mengurus semua anak di peternakan ini dengan tujuan membuat mereka menjadi kualitas tinggi, namun Rachel yakin bahwa Mama membesarkan mereka dengan penuh kasih sayang. Berbeda dengan kedua orangtuanya.
"Tidak apa-apa... semua akan baik-baik saja."
Aduh, rasanya Rachel jadi tidak ingin pulang, deh.
♬ ˚ ⑅ ♡ ⁺ ཀ
Rachel sedang membaca buku-buku yang isinya mengenai materi yang biasa muncul di tes harian di perpustakaan.
"Rumit sekali. Bagaimana cara mereka belajar sampai mereka dapat skor sempurna terus menerus, ya? Apalagi Norman, padahal soalnya banyak yang bikin otak meledak." Rachel mengeluh meski dengan suara yang pelan.
Tiba-tiba muncullah sebuah antena yang berwarna oranye dari bawah meja. Sudah bisa dipastikan bahwa itu Emma.
Rachel pun menoleh. "Emma?"
"Rachel, sedang apa?" Tanya Emma kepada Rachel.
"Aku sedang belajar. Karena aku merasa tes harian terlalu sulit." Rachel menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Oalah... aku mau ikut." Ujar Emma dengan bibirnya yang seperti :3
"Eh?"
Tak lama, Norman dan Ray pun masuk ke perpustakaan.
"Kalian sedang apa?" Tanya Ray dengan wajahnya yang datar sama seperti biasanya.
"Rachel bilang dia sedang belajar, maka dari itu aku juga ikut!" Jawab Emma.
"Aku ragu kalau itu kau, Emma." Ray menyeringai.
Emma pun menatap Ray dengan tatapan kesal.
Rachel pun jadi teringat saat temannya berkata bahwa dia bingung ingin memilih ship NorEmma atau RayEmma.
"Kalau begitu, aku juga mau ikut." Ujar Norman sembari tersenyum. Dia memilih duduk berhadapan dengan Emma.
"Aku juga, deh." Ray pun ikut duduk di sebelah Norman.
Akhirnya mereka pun belajar bersama.
Rachel tak pernah merasa belajar bisa menjadi menyenangkan seperti ini.
Ia jadi teringat dengan temannya yang merekomendasikan komik The Promised Neverland. Karena hanya dia yang tidak menganggap (Name) sebagai seseorang yang sempurna. Hanya dialah yang menganggap (Name) sebagai manusia.
Henri namanya. Dia adalah teman (Name) semenjak mereka duduk di bangku kelas 12. Entah bagaimana mereka bisa berteman, namun Henri dapat membuat (Name) menjadi lebih manusia, dia tidak pernah menganggap (Name) sebagai dewi ataupun bidadari seperti yang lain.
Dia sering meminjamkan komik yang ia punya kepada (Name), karena (Name) sempat tertarik saat melihatnya membaca komik. Itulah kenapa (Name) sangat suka dengan The Promised Neverland.
Henri itu orangnya santai, agak jahil, wibu, dan aktif di ekstrakulikuler teater. Meski nilainya pas-pasan, dia adalah orang yang jenius dalam berakting.
Mungkin satu-satunya alasan Rachel ingin kembali hanyalah Henri. Bahkan Rachel berharap bahwa ia bisa membawa Henri untuk ikut dengannya ke dunia ini untuk kabur dari kejamnya manusia-manusia yang ada di dunia asalnya.
To Be Continue
Aku padahal ngasih nama Rachel tuh gegara keinget Rachel di Angels of Death tapi aku baru inget kalo si Rachel panggilannya Ray.
Berarti Mamak Isabella doyan ngasih nama yg depannya Ra 😹Betewe si Rachel pas masih jadi nem tuh umur 17, udh dapet ktp. Jadi udh boleh baca tpn :v.
Jadi ya si nem umurnya balik 10 tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lokawigna (The Promised Neverland)
FanficMenurutmu, Apa itu keluarga? Apakah keluarga adalah suatu hubungan seseorang yang memiliki ikatan darah satu sama lain? Apa itu rumah? Apakah itu adalah bangunan tempat kita untuk berteduh ketika ketika hujan dan tempat untuk istirahat ketika lelah...