Seumur-umur Fathir tidak pernah tahu bahwa belanja bulanan bisa terasa menyenangkan sekali saat dilakukan sendirian.
Di antara para pria di geng nya, dia dan Gavin adalah orang-orang yang paling handal dalam urusan masak-memasak. Mereka berdua sering berbelanja ke pasar tradisional atau supermarket ketika sedang bertugas untuk menemani ibu mereka. Keduanya juga amat sangat pandai menawar harga sehingga tidak heran jika sedang pergi liburan bersama dengan yang lain, mereka akan ditugaskan untuk mengurus bagian konsumsinya.
Dan semenjak tinggal sendiri di apartemen, mau tak mau Fathir harus berbelanja kebutuhan bulanannya sendirian. Kalau dulu dia selalu dilarang membeli minuman beralkohol oleh sang ibu, maka sekarang dia bisa dengan bebas membelinya hingga berbotol-botol tanpa harus mendapatkan omelan dari beliau.
Ternyata tinggal dan hidup sendiri tidak buruk juga.
Semenjak percakapannya soal pernikahan dengan Arina beberapa waktu lalu, Fathir benar-benar ingin mewujudkan niatnya untuk mencari calon istri dan membangun masa depan dengan perempuan itu. Dan niatnya itu dia mulai dengan cara meng-install aplikasi kencan buta seperti Tinder dan Bumble. Dia bisa membayangkan seperti apa reaksi teman-temannya jika dia ketahuan memiliki akun itu di ponselnya. Allen pasti akan menghela nafas sambil menggeleng-gelengkan kepala, Karra mungkin akan mengkhawatirkannya, Gavin jelas akan menertawainya habis-habisan, Danish tentu akan menceramahinya panjang lebar dan Arina... dilihat dari karakternya yang keras dan sinis, Fathir yakin perempuan itu pasti akan menghinanya tanpa perlu berpikir dua kali.
Yah namun meski sudah mencoba untuk mencari-cari perempuan di dua aplikasi kencan itu, Fathir masih belum bisa menemukan yang cocok untuknya karena kebanyakkan dari mereka hanya ingin bermain-main saja. Nampaknya apliskasi kencan itu bukanlah cara yang tepat untuk mendapatkan calon istri.
"Mau makan apa yang gue malem ini?" Fathir bermonolog sembari mendorong trolinya menyusuri rake berisi makanan kalengan lalu kemudian meraih sebuah kaleng berisi sarden. "Masa sarden lagi?"
Fathir mengerucutkan bibir seraya mengembalikan lagi makanan kaleng itu ke dalam raknya lalu kemudian dia mendorong trolinya menuju rak berisi sereal. Tangannya kembali terulur untuk meraih 3 kotak sereal dengan merk berbeda di rak paling atas yang memang lumayan tinggi lalu kemudian meletakkannya di dalam troli. Baru saja dia hendak mendorong lagi untuk berpindah lorong, tiba-tiba saja matanya menangkap sesosok perempuan bertubuh mungil yang sedang berusaha meraih salah satu kotak sereal yang diletakkan di rak paling atas itu.
Perempuan mungil berambut pendek dan berkulit kuning langsat itu sontak berjengit sedikit begitu Fathir mengambil satu kota sereal yang diinginkannya dan memberikannya dengan sangat santai dan kasual.
"Makasih mas—loh?"
"Ya?" Fathir menolehkan kepalanya begitu dia menyadari bahwa ada nada kaget pada suara sang gadis. "Mau diambilin satu lagi sereal nya?"
"Oh ng-nggak, eh-boleh deh mas, tolong ambilin satu lagi boleh?"
Tanpa banyak bicara lagi Fathir meraih satu kotak sereal lagi dan menyerahkannya pada si gadis mungil itu dengan diiringi senyum sopannya yang memikat. Dan begitu Fathir hendak melanjutkan pencarian makanannya lagi, gadis itu kembali memanggilnya.
"Mas Fathir ya?"
Mendengar namanya dipanggil, Fathir kembali menolehkan kepala. Dahi pria itu berkerut heran karena tak mengira bahwa akan ada orang asing yang mengenalinya. Gadis itu tersenyum manis seolah memahami kebingungan Fathir lalu kemudian dia berjalan mendekatinya agar bisa menjelaskannya secara langsung.
"Saya Evelyn mas, sekretarisnya pak Hosea. Kita pernah ketemu di Surabaya waktu itu."
Kerutan di dahi Fathir sempat menguat sedikit sebelum akhirnya menghilang dalam sekejap begitu dia mendapatkan kilasan memori di mana dia pernah melihat perempuan ini berada di sisi kliennya sepanjang waktu selama persidangan berlangsung. Seulas senyum pun mulai terpatri di bibirnya yang penuh.
YOU ARE READING
FLANEUR
Жіночі романиKisah 6 orang sahabat yang telah mencapai kesuksesan di bidang masing-masing namun masih merasa belum mempunyai tujuan yang jelas dalam hidup.