Setelah minggu-minggu hingan bulan-bulan yang panjang penuh dengan tekanan dari sana-sini, secercah harapan akhirnya mulai muncul di tengah keluarga kecil itu. Ferrel, yang selama ini bekerja keras sebagai ojek online, mendapat tawaran pekerjaan tambahan di sebuah restoran lokal sebagai pelayan. Tawaran itu datang dari pemilik restoran yang sering menggunakan jasa ojek Ferrel untuk memesan bahan-bahan masakan. Terlihat dari cara Ferrel bekerja, yang selalu tepat waktu, ramah, dan nyaris tak pernah melakukan kesalahan, pemilik restoran itu yakin Ferrel akan menjadi tambahan yang berharga bagi timnya.
"Kamu yakin mau kerja di sana mas?" tanya Zee suatu malam saat mereka duduk bersama di ruang tamu kecil mereka, Mika dan Sasa tertidur lelap di kamar.
Ferrel tersenyum, lelah tapi bahagia. "Ini kesempatan bagus kan? Aku ngerti kekhawatiran mu soal jam kerja yang cenderung lama, tapi gaji pokoknya juga lumayan, pasti dapet perbulan juga kan"
Zee mengangguk, rasa kagumnya terhadap suaminya semakin besar. Ferrel memang tidak pernah menyerah. Setiap kali mereka dihadapkan dengan kesulitan, suaminya selalu berusaha mencari solusi tanpa mengeluh. Dalam hati, Zee bersyukur memiliki suami seperti Ferrel.
Hari-hari berikutnya, Ferrel mulai menjalani pekerjaan barunya. Pagi hingga siang, ia mengambil jatah istirahatnya untuk lanjut ngojek, mengantar penumpang dan pesanan makanan. Kemudian, setelah jam istirahaynya selesai, ia akan kembali ke restoran lagi. Zee tahu bahwa pekerjaan itu membuat Ferrel semakin lelah, tapi dia selalu pulang dengan senyum di wajahnya, seolah dunianya baik-baik saja.
"Cie, hari pertama di tempat baru nih, gimana di sana sayang? Kamu pasti tambah capek ya?" tanya Zee, menyambut Ferrel saat dia pulang dari restoran. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan anak-anak sudah tidur sejak tadi. Hari ini, Ferrel mendapatkan uang gaji pertamanya, sebenarnya bukan gaji, namun bos dari Ferrel ingin memberi bonus Ferrel karna berhasil meng-impress dirinya di hari pertama Ferrel bekerja. Bos Ferrel sungguh tau, apabila ia berikan uang itu cuma-cuma, pasti Ferrel akan menolak, harus dengan embel-embel lain emang.
"Capek sih capek" jawab Ferrel sambil melepaskan jaketnya. "Tapi......."
Zee menunggu dengan suasana hati yang dag-dig-duh, "Tapi apa ish! Orang nunggu juga"
Ferrel hanya cengengesan setelah berhasil menggoda Zee, "Tapi.....utang bank kita udah lunas"
Zee mengangkat alisnya, terkejut. "Se-se....serius?"
Ferrel mengangguk. "Besok aku transfer sisanya buat utang yang lain. Sementara kita lunasin utang dulu ya, nanti kalo utang udah selesai, baru kita coba nabung lagi pelan-pelan, ok sayang?"
Zee memeluk Ferrel erat-erat, hatinya dipenuhi rasa syukur dan lega. Sedikit demi sedikit, masalah yang mereka hadapi mulai terselesaikan. Mereka memang belum sepenuhnya bebas dari masalah keuangan, tapi setidaknya sekarang mereka bisa bernapas sedikit lebih lega.
Setelah Ferrel bekerja di restoran selama sebulan, hari yang dinanti akan tiba, gajian. Dengan senyum cerah, Ferrel pulang membawa kabar baik. "Sayang, besok aku libur," katanya sambil duduk di meja makan kecil mereka. "Aku mau bawa kita jalan-jalan, kasian kakak sama adek belum pernah jalan-jalan kan?"
Zee menatap Ferrel penuh rasa ingin tahu. "Kok tumben mas? Jangan dulu deh, kita nabung dulu aja."
Ferrel tertawa kecil. "Kita udah bisa lunasi beberapa hutang, dan Sasa juga sudah sembuh dari alergi susunya. Jadi, aku mau ajak kamu dan anak-anak makan di restoran. Kali ini, kita yang jadi tamu, bukan aku yang jadi pelayan, gimana?"
Zee tersenyum lebar. "Ka-kamu serius kan mas?"
"Serius banget!" jawab Ferrel. "Anggap saja ini sebagai hadiah untuk kita semua, terutama buat kamu, Istriku yang paling tangguh. Kamu juga udah berjuang keras."
Keesokan harinya, Zee, Ferrel, dan anak-anak mereka, Mika dan Sasa, berangkat ke restoran yang Ferrel maksud. Ini adalah salah satu restoran yang cukup sederhana, tapi tetap terasa istimewa bagi mereka. Mika, yang sudah mulai besar, terlihat sangat bersemangat.
"Kita makan di mana, Ayah?" tanya Mika dengan mata berbinar.
"Di restoran yang waktu itu kakak tunjuk" jawab Ferrel sambil tersenyum.
Begitu sampai di restoran, Zee dan anak-anak duduk di meja yang sudah dipesan Ferrel sebelumnya. Sasa, meski masih kecil, terlihat sangat gemas, tertawa-tawa sambil bermain dengan Mika. Suasana restoran yang hangat membuat mereka sejenak melupakan segala beban yang ada.
Pelayan datang membawa menu, dan Ferrel dengan bangga memesan makanan untuk keluarganya. "Mika, kamu mau makan apa?" tanya Ferrel sambil menunjukkan menu yang berisi gambar-gambar makanan.
"Ummm, ayam mentega ayah!" teriak Mika dengan semangat.
Zee tertawa kecil, sementara Sasa, yang masih belajar bicara, hanya menunjuk-nunjuk makanan yang ada di menu sambil tersenyum manis. Ferrel memesan makanan untuk mereka semua, termasuk makanan kesukaannya, Ikan bakar.
Ketika makanan tiba, Zee memperhatikan Ferrel yang sedang menyuapi Mika. Ada kehangatan dalam setiap gerakan Ferrel, dan senyumnya yang tulus ketika melihat Mika melahap makanan membuat Zee merasa hangat di dalam hatinya. Ia selalu kagum dengan bagaimana suaminya itu bisa menjadi ayah yang penuh kasih sayang di tengah semua kesibukan dan kelelahan yang ia alami.
"Mas, makasih ya" ucap Zee pelan, sambil tersenyum pada suaminya.
Ferrel mengerutkan kening. "Makasih?"
"Untuk semuanya. Buat kerja keras kamu, buat nggak pernah menyerah, dan buat selalu jadi ayah yang luar biasa buat Mika dan Sasa. Juga, kamu udah jadi Suami yang sangat-sangat baik buat aku."
Ferrel tertawa kecil, menyembunyikan rasa harunya. "Kamu juga, Zee. Tanpa kamu, aku nggak akan bisa sekuat ini. Kamu ibu yang luar biasa buat anak-anak kita. Aku tau kalo banyak cowok yang suka sama kamu, dan mereka jauh lebih baik dari semua sisi, ya muka, ya ekonomi. Tapi kamu miih bertahan sama aku dan anak-anak. Terima kasih ya sudah jadi sosok istri sekaligus ibu yang baik untuk anak-anak."
Malam itu, mereka menikmati makan malam bersama dengan penuh kegembiraan. Mika tertawa-tawa melihat Sasa yang mulai bermain dengan sendok dan makanan di piringnya. Ferrel sesekali menggoda Zee, membuatnya tersipu malu di depan anak-anak. Meski sederhana, malam itu terasa seperti pesta besar bagi keluarga kecil mereka.
Ketika makan malam selesai, mereka berjalan pulang dengan perut kenyang dan hati penuh kebahagiaan. Ferrel menggandeng tangan Zee, sementara di tangan satunya ia menggendong Sasa yang mulai mengantuk. Mika berjalan di samping mereka, terus bercerita tentang betapa enaknya ayam mentega dan tadi ia juga menambah kentang goreng yang ia makan tadi.
"Ayah, kapan kita makan di restoran lagi?" tanya Mika dengan polos.
Ferrel tertawa. "Nanti kalau Ayah dapet rezeki dari Allah lagi ya. Makanya kakak doain ayah supaya bisa dapet rezeki terus, kakak berdoa sama Allah, minta supaya Allah sering ngasih ayah rezeki, ok?"
"OTEEE AYAHHHH. Nanti kakak bilang gini "Ya Allah, tolong kasih ayah rezeki, supaya kakak sama dedek isa makan di restoran lagi" gitu" Ucap mikah dengan gemas sembari tangannya seperti sedang berdoa sungguh-sungguh.
Zee menatap Ferrel dengan senyum bangga. Malam itu, mereka mungkin tidak makan di restoran mewah atau mengadakan pesta besar, tapi kehangatan cinta dan kebersamaan yang mereka rasakan jauh lebih berharga dari apapun. Mereka mungkin belum sepenuhnya lepas dari masalah hidup, tapi hari itu, mereka merayakan setiap usaha dan perjuangan yang mereka lakukan bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADIR
FanfictionImpian yang akan jadi kenyataan atau berkahir menjadi sebuah khaylan?