NADIR - 6

374 90 15
                                    

Akhirnya Zee dan Ferrel bisa menarik napas lega. Semua hutang mereka lunas. Tak ada lagi telepon yang membuat hati berdebar, tidak ada lagi ketukan di pintu yang menyeramkan. Meski hidup mereka masih jauh dari kata mewah, setidaknya, kini bisa hidup lebih tenang tanpa hutang.

Sore ini, Ferrel baru saja pulang dari jalanan, dan kini sedang duduk di ruang tamu bersama Zee dan kedua anak mereka. Mika sedang asyik menggambar di atas meja kecilnya dengan pensil warna yang sudah mulai pendek, sementara Sasa, si kecil yang baru mulai berjalan, sedang bermain dengan lego-lego kw-nya.

"Mas capek?" tanya Zee sambil mengantarkan segelas air putih dingin untuk Ferrel.

Ferrel mengangguk dan tersenyum, lalu meneguk air yang disodorkan Zee. "Huft, capek sih, cuman beda aja gitu."

Zee duduk di sebelah Ferrel, lalu bersandar di bahunya. "Beda gimana?"

Ferrel menatap Zee, senyumannya tak pernah hilang meski tubuhnya lelah. "Alhamdulillah banget sekarang udah lega. Udah gaada orang yang ngejar-ngejar utang lagi"

Zee tersenyum kecil. Ia bisa merasakan ketulusan dalam setiap kata yang Ferrel ucapkan. Meski suaminya harus bekerja dua kali ekstra, sebagai driver ojek online dan pelayan di restoran. 

"Kamu hebat mas. Aku nggak tau gimana kalo aku yang ada di posisimu."

Ferrel menatap lembut ke arah Zee. "Hebatan istriku lah. Kamu yang jagain anak-anak, urus rumah, ngurusin aku. Cari duit, buat kita bisa hidup itu memang tugas ku sebagai kepala keluarga, jadi kamu ga perlu makasih lagi, karna memang kewajibanku."

Mereka terdiam sejenak, menikmati kebersamaan yang sudah jarang mereka rasakan. Setiap kali Ferrel pulang dari bekerja, biasanya ia langsung tertidur karena kelelahan, namun malam ini berbeda. Ada kedamaian yang melingkupi mereka.

Sasa yang duduk di lantai, tiba-tiba merangkak mendekati Ferrel, menarik celana ayahnya sambil tersenyum manis. "yyahhh...yyyahhh"

Ferrel terkekeh, lalu mengangkat Sasa ke pangkuannya. "Eh, anak ayah, mau apa? Mau gendong?"

Sasa tertawa kecil, lalu menggeliat di pangkuan Ferrel sambil bermain dengan jari-jari kecilnya. Zee memperhatikan momen itu dengan senyum yang hangat. Sasa memang sangat dekat dengan Ferrel. Setiap kali Ferrel pulang, gadis kecil itu selalu menjadi yang pertama menyambut ayahnya dengan senyum lebar dan pelukan kecil.

"Maaf ya, ibu udah gampang capek sekarang karna sasa yang tambah gemuk" canda Zee. Ferrel tertawa pelan, sambil menimang-nimang Sasa.

Zee tertawa kecil, tapi di balik tawanya, ada rasa kagum yang semakin tumbuh pada Ferrel. Dalam hati, ia bertanya-tanya, dari mana Ferrel mendapatkan semua energi itu? Setiap hari, ia bangun pagi-pagi untuk mulai bekerja sebagai driver ojek online, lalu siang menuju sore harinya lanjut menjadi pelayan restoran. Pulang larut malam, dan pagi-pagi kembali bangun. Tapi meski begitu, Ferrel selalu memastikan ada waktu untuk anak-anaknya, untuk Zee.

Di sudut lain, Mika masih asyik dengan pensil warnanya, mencoret-coret kertas dengan semangat. Tiba-tiba, ia berlari ke arah Zee dan Ferrel sambil membawa kertas yang penuh dengan gambar warna-warni.

"Ayah, ibu! Lihat deh gambar abang!" serunya bangga, sambil memperlihatkan hasil karyanya.

Zee meraih kertas itu dan mengamati gambar-gambar sederhana namun penuh makna. Ada gambar mereka berempat, lengkap dengan senyum di wajah masing-masing.

"Ini seriusan abang yang bikin? Bagus banget bang! Pinter deh anak ibu ini." puji Zee sambil mengusap kepala putra sulungnya. "Ini gambar siapa aja sayang?"

Mika menunjuk satu per satu gambar yang ia buat. "Ini ayah, ini ibu, ini Mika, ini Sasa!"

Ferrel tersenyum lebar. "Abang mau jadi pelukis?"

NADIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang