NADIR - 8

329 77 24
                                    

Setelah banyaknya angin badai yang menerjang rumah tangga mereka, kini, mereka seperti mendapatkan angin segar. Ferrel masih dengan kesibukannya sebagai driver ojol dan pelayan restoran, lalu apa angin segar itu? 

Angin segar itu datang dari salah satu perusahaan yang bergerak dibidang fashion. Perusahaan itu sedang mencari talent model untuk kebutuhan photoshoot mereka. Salah satu tim kreatif dari talent itu secara tak sengaja melihat Zee yang sedang belanja di pasar. "Halo, permisi mbak, ada waktu sebentar?" Ucap Grace yang merupakan tim kreatif dari perusahaan itu. Ia menghampiri Zee yang baru saja selesai tawar menawar harga sayuran.

"Oh maaf mbak, saya masih belum ada uangnya." Ucap Zee santai, karna memang ia sering ditawari promo rumah oleh sales.

"Eh haha, kenalin nama saya Grace, saya salah satu tim kreatif dari Belle Époque. Perusahaan kami bergerak di bidang fashion, mbak. Nah, kebetulan perusahaan saya sedang ingin menambah model untuk produk kami. Kami melihat mbaknya ini punya potensi yang besar untuk jadi model loh." Ucap Grace dengan excited. Karna memang Zee memiliki badang yang proporsional, dan wajah yang cukup lumayan. Ya karna keterbatasan uang, mau tak mau Zee hanya menggunakan skincare yang seadanya.

"Maaf mbak, cuman saya sibuk banget ini, anak juga udah 2." Dengan ini, Zee berpikir bahwa obrolannya ini akan berakhir. Namun Grace sangat tau betul bahwa selain itu, karna penipuan yang marak juga membuat banyak orang lebih berhati-hati, termasuk Zee.

"Tidak masalah sama sekali kok, Mbak. Saya tau dengan kekhawatiran mbak. Ini kartu nama saya, sewaktu-waktu mbak sudah yakin, mbak bisa hubungi nomor saya. Oh ya, sebelumnya, untuk lebih meyakinkan, mbak bisa lihat-lihat dulu perusahaan kami lewat website, dan sosial media kami. Kalau gitu, saya pamit dulu ya mbak, saya tunggu kabar baiknya." Ucap Grace dengan senyum.

Zee memegang kartu nama Grace sembari bertanya-tanya di pikirannya. Belle Époque bukanlah butik biasa. Butik itu sudah memiliki nama yang sangat besar. Gaun-gaun dari butik itu sudah sering lalu lalang digunakan artis-artis yang namanya Zee tau. Apakah ini kesempatannya untuk memperbaiki kondisi keluarganya? Lalu bagaimana dengan suami dan anak-anaknya ketika ia bekerja nanti?

Setidaknya pertanyaan itu terus menggema di kepalanya selama perjalanan pulang hingga, ia selesai memasak. Zee menyiapkan teh di meja dapur. Hatinya masih bimbang, tapi ia tahu bahwa ini adalah keputusan yang besar. Ia muali menenangkan dirinya sebelum memulai pembicaraan dengan Ferrel.

"Mas, tadi di pasar ada orang dari Belle Époque yang nawarin aku jadi model buat photoshoot mereka." ucap Zee pelan.

Ferrel yang sedang mencuci tangan menoleh ke arahnya dengan ekspresi heran, lalu menaruh handuknya di meja. "Serius, Zee? Dari namanya kayanya keren amat. Hati-hati penipuan itu." Ucapnya, ragu-ragu namun ada sedikit harapan.

Zee mengangguk. "Iya. Aku enggak tau kenapa mereka tiba-tiba tawarin aku. Tapi mereka bilang aku punya potensi, mas. Gaji per photoshootnya juga... lumayan banget. Terus ini aku udah cek, ternyata beneran ada, dan nama si mbak-mbak yang nawarin aku itu ada juga di sini."

Ferrel memandang Zee, menyadari harapan yang terpancar di wajah istrinya. Ia mengerti Zee selalu ingin membantu meringankan beban keuangan keluarga, tapi perasaannya campur aduk. "Tapi kamu tau kan... pekerjaan kaya gini tu resikonya besar? Belum lagi bagi waktunya. Anak-anak siapa yang jagain nanti?"

Zee terdiam sejenak, merenung. "Aku udah pikirin itu sih mas. Mungkin kita bisa titipin anak-anak ke orang tua, selama kita kerja."

Ferrel menghela napas, hatinya berat. "Zee, kamu yakin sama keputusan ini? Bukan cuma waktunya yang berkurang, tapi juga perhatian kamu ke mereka. Mereka butuh kamu setiap hari loh. Kamu tau sendiri kakak gimana." katanya dengan penuh kekhawatiran.

Zee mengangguk, walau hatinya ragu. "Aku tau, Mas. Tapi lihat kondisi kita sekarang. Pengeluaran terus bertambah, dan gaji kita...ya, kamu tau sendiri kan mas?" Suaranya lirih, penuh harapan dan sedikit putus asa.

Setelah diskusi singkat itu, mereka sepakat untuk membicarakan hal ini lebih jauh dengan orang tua mereka masing-masing. Mereka merasa bahwa keputusan ini tidak hanya akan memengaruhi mereka berdua, tapi juga keluarga besar.

Akhir pekan itu, Ferrel dan Zee berkumpul dengan orang tua mereka di rumah Arman dan Yessica. Ruang tamu dipenuhi aroma kopi dan teh hangat, namun suasana agak tegang karena mereka tahu diskusi ini akan alot.

"Jadi, sebenarnya ada tawaran apa, Zee?" tanya Aksa, ayah Zee, dengan wajah penasaran namun khawatir.

Zee menjelaskan tawaran dari Belle Époque dan alasan mengapa dia merasa perlu mengambil kesempatan itu. "Ini kesempatan besar, Pak, Bu. Kalau aku bisa dapat kontrak tetap, keuangan keluarga kami bisa jauh lebih baik." katanya, mencoba meyakinkan.

Shani, ibu Zee, menatap anaknya dengan cemas. "Tapi Zee, pekerjaan model itu kan ga mudah. Banyak tantangannya, dan risikonya juga ga kecil."

Yessica, ibu Ferrel, menambahkan, "Kami semua paham kalau kalian sedang butuh uang, siapa sih yang gamau kaya, tapi kamu juga harus ingat anak-anak. Mika dan Sasa masih butuh perhatian penuh dari ibunya. Jangan sampai kalian sama-sama sibuk sampai anak kalian ga keurus."

Ferrel meraih tangan Zee, mencoba meredakan ketegangan. "Kita tau kekhawatiran kalian. Tapi kalau ini memang bisa membantu kami secara finansial, kenapa ga dicoba dulu. Pak, Bu, Mika perlu sekolah, dan saya lumayan takut kalo harus sekolahin Mika di SD situ, anak-anaknya kan ibu bapak tau sendiri gimana."

Arman, ayah Ferrel, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Kalau keputusan ini diambil, artinya kalian harus siap. Zee, kamu siap buat jadi ibu rumah tangga plus jadi model? Dan Ferrel, kamu tetep bisa bagi waktu buat Zee sama anak-anak? Pesen bapak satu, jangan sampe kalian menyesal ketika anak-anak kalian sudah besar dan malah ga deket sama kalian nantinya."

Ferrel mengangguk dengan tegas, meski di dalam hatinya ada rasa cemas. "Kami siap, Pak."

Setelah diskusi panjang, Shani akhirnya berkata, "Kalau begitu, sementara anak-anak, biar kami yang jaga. Tapi, Zee, kami berharap kamu ga melupakan tanggung jawabmu sebagai seorang ibu."

Zee mengangguk penuh syukur, "Terima kasih, Bu. Anak-anakku masih tetep jadi prioritasku."

Setelah diskusi yang panjang, akhirnya kedua pihak keluarga sepakat untuk mendukung Zee. Mereka akan menjaga Mika dan Sasa sementara Zee menjalani pekerjaan modelingnya, dengan harapan besar bahwa keputusan ini akan membawa kebaikan bagi keluarga mereka.

NADIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang