PEMENANG

29 8 0
                                    

Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan Panitra, mulai dari urusan hukum politik sampai hukum kriminal dan hukum sosial masyarakat. Maudy menjawab dengan lugas dan cerdas, nyaris tak ada salah. Dia bahkan berani menjelaskan dengan gamblang apa itu Legal Standing menggunakan bahasa inggris. Dari segi Akademis, aku seperti ketinggalan jauh darinya. Namun, dari sisi pendukung kubuku terlihat lebih banyak ketimbang dirinya. Barang kali, karena banyak yang tidak menyukai sifat narsistiknya yang terlalu over dan terkesan melemahkan lawan dengan kemampuan intelektualnya. 

Keadaan seimbang ini cukup membuatku percaya diri. Meski jujur saja kemampuan Maudy yang di atas rata rata itu kadang membuatku gugup. Namun, aku teringat pesan Opah. Jika kepintaran tak layak untuk disombongkan, dan begitulah sikap Maudy yang kulihat saat itu. 

Sampai akhirnya kami tiba di sesi pertanyaan terakhir yang akan dilontarkan khusus dari panitia. Kami berkewajiban menjawab dan menanggapi. Maudy diberikan kesempatan untuk memilih karena nilainya lebih unggul dariku, menjawab atau menanggapi dan dia memilih menjawab. Aku menarik napas panjang melihat ke arah kursi penonton ada Papah juga Mamah Ratna di antara mereka, Papah melambaikan tangan dan tersenyum, teman temanku dan semua pendukungku yang membawa poster bertuliskan namaku. 

“Saudara peserta debat, tolong berikan tanggapan tentang fenomena hukum yang terjadi di Indonesia ketika hukuman koruptor yang terlalu ringan tidak seimbang dengan hukuman seorang nenek pencuri singkong yang terlalu memberatkan? Waktu anda dua menit untuk menjawab.”

Maudy dengan almamaternya dan rambut yang dia gerai ke belakang terlihat begitu percaya diri naik ke atas podiumnya. “Menurut saya, undang undang tipikor yang selalu dilemahkan perlu untuk dikoreksi dan diubah. Undang undang nomor 3 tahun 1971  yang berbunyi Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), menurut saya terlalu lemah. Undang undang ini harus dikuatkan. Begitu pula dengan undang undang pencurian yang dilakukan karena masalah perut, undang undangnya pun harus dibedakan. Dalam supremasi hukum kita tidak hanya menggunakan akal tapi juga perasaan. Terima kasih,” jawab Maudy tegas. Semua orang bertepuk tangan.

“Giliran Peserta nomor dua menanggapi!” seru Panitra.

Aku menarik napas panjang, mengusap keningku yang basah menatap Papah dan kedua temanku, sampai akhirnya aku mantap dan yakin untuk menjawab. 

“Bismillahirohmannirohim. Saya sepakat dengan jawaban Maudy hanya saja Saudara Maudy mungkin lupa ada budaya di indonesia yang sangat sulit untuk dihilangkan. Setajam apapun hukum yang dibuat, budaya korupsi, suap menyuap telah mengakar dalam industri hukum bangsa ini. Seorang koruptor mau pun seorang pencuri singkong adalah sama sama pencuri yang merugikan orang lain. Koruptor merugikan orang banyak, pencuri singkong merugikan si pemilik lahan. Keduanya sama sama merugikan. Sebagai praktisi hukum, kita tidak boleh membuka mata kita terhadap siapa yang sedang kita hakimi. Hukum harus ditegakkan bagi keduanya … agar ke depan, bisa menjadi pembelajaran bagi semua orang. Namun, Hakim adalah kepanjangan tangan Tuhan yang berhak memberikan hukuman kepada keduanya. Dalam hal ini, saya yakin tidak akan ada koruptor yang dihukum seringan-ringannya juga takkan ada seorang pencuri hukum yang dihukum berat jika seorang Hakim sungguh sungguh menutup matanya. Tidak melihat siapa yang dia adili, apalagi menerima sumbangan. Hukum di Negara yang sudah berat seperti itu saja, mudah untuk dipermainkan. Jadi permasalahannya bukan terletak diundang-undangnya, tapi bagaimana penegak hukum dalam hal ini Hakim mengambil keputusan. Kebijaksanaan Hakim tidak dapat diintervensi dengan uang atau peluang dan tugas kita sebagai mahasiswi Hukum, ke depannya untuk menghapus budaya tersebut."

SEPTEMBER CERIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang