Aku hampir putus asa, setelah berusaha menenangkan Opah, lelaki yang paling berarti dalam hidupku itu pingsan tak sadarkan diri setelah berkali kali kubangunkan.
“OPAAAH!” teriakku.
“Pak! pak! Mbak tenang Mbak, kita bawah Opahnya Mbak ke rumah sakit ya!” seru lelaki berkemeja putih. Setelahnya dia membuka pintu mobil Opah, dia bopong dan langsung memindahkannya ke mobil SUV BMW-nya yang body depannya penyok karena berbenturan dengan jeep Opah. Aku duduk di kursi tengah memangku kepala Opah setelahnya dia masuk dan menyetir.
“Opah bangun Opaah!” rintihku. “Jangan tinggalin Ceriii!” lirihku lagi. Kurasakan mobil berjalan begitu cepat, begitu melintasi jalan perbukitan dan masuk ke jalan perkotaan tibalah kami di rumah sakit Sumber Sentosa. Lelaki bertubuh jangkung itu kembali membopong Opah dan membawanya masuk ke UGD, “Lakukan yang terbaik Dok!” serunya setelahnya dia menunggu di luar sementara aku masuk ke dalam.
Dokter langsung bergerak cepat memeriksa detak jantung Opah, mata Opah dan detak nadi. Gemetar jemariku, mengalir air mataku saat mereka merobek kaos Opah kemudian melakukan CPR. Diambil alat pendeteksi Jantung dan ketegangan saat itu terjadi.
“SATU!”
“Opaaaah!” lirihku, kupeluk kepala Opah seraya menyebut nyebut namanya,
“Opaaah!” rintihku lagi.
“Opaaah Cerii enggak punya siapa siapa Opaaaah!” teriakku. “Opaaaaah!” teriakku. Sampai perlahan ritme jantung Opah muncul di layar dan dokter perlahan melepas tekanan di jantungnya. Mereka mengembuskan napas, menepikan keringat dan salah seorang perawat wanita mengusap kepalaku. “Opahnya sudah enggak apa apa Mbak, masa kritisnya sudah lewat.”
“Alhamdulillah Opaaah!” Kupeluk Opah, kuciumi wajahnya dan merintih ketakutan.
“Serangan jantung mendadak. Bapak harus dirawat untuk kami observasi terlebih dulu.”
“Yang terbaik Dok, berapapun akan saya bayar!” Suara lelaki itu kembali muncul, aku berbalik memandang wajahnya panik dan refleks langsung menginjak sepatunya dan memukul dadanya berkali kali.
“Opaah saya hampir mati karena anda! Bisa enggak bawa mobilnya pelan pelan!” bentakku.
“Maaf Mbak.”
“MAAF! Anda pikir semua bisa dibayar dengan uang!” teriakku menangis setelahnya kutinggalkan dia di sana dan kembali menuju ranjang Opah.
Aku menangis.
“Maaf …,” katanya lagi. Aku membuang wajah dan berlalu darinya.
Beberapa menit kemudian, beberapa petugas datang, mereka langsung memindahkan ranjang Opah aku mengikuti dari belakang. Rasa letih, kantuk bercampur menjadi satu. Tiba di ruang rawat inap, aku langsung duduk di samping Opah, kupandangi wajah Opah seraya menggenggam erat jemarinya. Kemudian menyelimutinya, setelahnya aku bergerak menuju tempat perawat, meminta bantuan kepada mereka untuk meminjamkan telepon agar bisa menghubungi Omah. Karena ponselku tertinggal di tas yang tak terbawa di dalam jeep. Setelah menelepon Omah dengan penuh sesak begitu mendengar suaranya segalanya menjadi menenangkan. Kututup teleponnya dan kembali ke ruang rawat Opah.
Langkahku kemudian melambat setelah melihat lelaki yang baru saja kupukuli di UGD, dia berdiri saat melihatku dan tersenyum.
“Saya bellikan makanan, makanlah dulu,” katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPTEMBER CERIA
Подростковая литератураSeptember Ceria adalah sebuah nama yang diberikan pada gadis periang asal kaki bukit bromo ini. Perpisahan orang tua membuat gadis bernama Ceria itu tak lagi seceria namanya. Terlebih saat Ibunya meninggal. Ceria harus siap hidup bersama keluarga ba...