Setelah momen manis di festival, Jihan dan Dimas kembali ke rutinitas sehari-hari mereka. Keduanya berusaha menjaga hubungan mereka tetap harmonis di tengah kehadiran teman-teman dan dinamika di sekolah. Meskipun Jihan merasa bahagia, dia juga mulai merasakan adanya tekanan dari luar, terutama dari Maya, yang terus mengamati kedekatan mereka.
Suatu hari di sekolah, saat Jihan dan Dimas sedang duduk berdua di kantin, Maya mendekati mereka dengan senyum yang dipaksakan. "Hai, Jihan, Dimas! Boleh gabung?" tanyanya sambil duduk di sebelah mereka.
Dimas mengangguk, tetapi Jihan merasa sedikit canggung. "Tentu, Maya."
Maya mencoba bersikap ramah, tetapi nada suaranya terkesan sedikit dingin. "Aku dengar kalian seru banget di festival kemarin. Gimana, ada momen spesial?"
Jihan berusaha untuk tidak terlalu merespons pertanyaan itu. "Oh, ya. Seru kok! Kita banyak main dan foto-foto."
Maya mengangguk, tetapi tampaknya dia tidak puas dengan jawaban itu. "Aku pikir kita semua harus main bareng, ya. Seperti dulu. Kapan kita bisa ngumpul lagi?"
Jihan merasakan ketegangan di udara. "Hmm, kita bisa merencanakan sesuatu. Tapi saat ini, aku dan Dimas sudah ada rencana lain."
Melihat Dimas yang mengangguk setuju, Jihan merasa lega. Namun, Maya tampak tidak senang dengan jawaban itu. "Oke, kalau gitu, aku harap kita bisa main bareng lain waktu," katanya sambil tersenyum paksa.
Setelah Maya pergi, Jihan menghela napas. "Maya pasti merasa tidak nyaman melihat kita bersama, Dimas."
Dimas mengangguk. "Iya, aku paham. Kita harus hati-hati agar tidak menyinggung perasaannya. Tapi, kita tidak bisa menghentikan kebahagiaan kita juga, kan?"
Jihan mengerti apa yang Dimas maksud, tetapi dia juga merasa bersalah. "Aku hanya berharap kita bisa semua bahagia, tanpa ada yang merasa terasing."
Setelah jam sekolah berakhir, grup "Wih, Mantap Kali!" berkumpul di taman sekolah untuk mengerjakan proyek kelompok. Mitha dan Ila telah mengatur semua bahan yang diperlukan, sementara Afix dan Irvan sudah menyiapkan ide-ide kreatif. Namun, ada ketegangan yang tersirat di antara anggota grup, terutama karena interaksi antara Jihan, Dimas, dan Maya.
Ketika proyek dimulai, Jihan merasakan suasana tidak nyaman. Maya duduk di sebelah Dimas dan terus berusaha menarik perhatian Dimas. "Dimas, ingat nggak waktu kita bikin proyek sains bareng? Itu seru banget, kan?" tanyanya dengan nada ceria.
Dimas tersenyum, tetapi Jihan merasakan sedikit kecemburuan. "Iya, itu menyenangkan. Tapi sekarang kita ada proyek yang berbeda," jawabnya, berusaha untuk tetap sopan.
Sementara itu, Mitha, yang menyadari ketegangan itu, berusaha untuk mengalihkan perhatian. "Oke, mari kita fokus pada proyek ini. Jihan, bisa bantu saya dengan desain poster?"
Jihan mengangguk, bersyukur Mitha cepat tanggap. Dia berpindah ke meja lain bersama Mitha dan mulai bekerja. Di sisi lain, Dimas tampak canggung, tidak ingin mengecewakan siapapun.
Setelah beberapa saat, Jihan merasa lega bisa menjauh dari ketegangan. Dia dan Mitha mulai membuat desain poster yang menarik. "Mitha, aku merasa sedikit tertekan. Apakah ini akan selalu jadi seperti ini?" tanya Jihan.
Mitha mengangguk. "Pasti ada tantangan dalam hubungan. Yang terpenting adalah bagaimana kita menghadapinya. Komunikasi adalah kunci."
Jihan merasa lebih baik setelah mendengar kata-kata Mitha. Namun, saat mereka kembali ke meja, Jihan melihat Maya kembali berusaha mendapatkan perhatian Dimas. Maya membahas tentang makanan favorit Dimas dan berusaha mengajaknya berbicara lebih banyak.
Dimas yang merasa terjepit mencoba merespons dengan sopan. "Oh, aku suka pizza, Maya."
Melihat situasi itu, Jihan merasakan rasa cemburu yang mengganggu hatinya. Dia berusaha untuk tetap tenang, tetapi hatinya bergetar. "Dimas, kita seharusnya kembali fokus pada proyek," ucapnya, mencoba menunjukkan ketidakpuasannya.
Dimas menatapnya dengan cemas, merasakan ketegangan yang semakin meningkat. "Iya, mari kita kembali ke pekerjaan kita," jawabnya sambil tersenyum ke arah Jihan.
Setelah beberapa jam, proyek kelompok selesai. Semua anggota grup merasa puas dengan hasilnya, tetapi Jihan tidak bisa mengabaikan perasaannya yang campur aduk. Ketika mereka berpisah, Jihan menarik Dimas ke samping.
"Dimas, aku perlu bicara," ucap Jihan, suaranya sedikit bergetar.
Dimas terlihat khawatir. "Ada apa, Jih?"
Jihan menghela napas, berusaha mengumpulkan pikirannya. "Aku merasa tidak nyaman dengan interaksi antara lo dan Maya. Rasanya seperti dia berusaha menarik perhatian lo."
Dimas menatapnya, terkejut. "Jihan, itu tidak ada maksudnya. Kita hanya teman, aku tidak ingin menyakiti perasaan lo."
"Ya, aku tahu. Tapi kadang aku merasa khawatir. Kita baru saja memulai hubungan ini, dan aku tidak ingin kehilangan lo," jawab Jihan, suaranya mulai bergetar.
Dimas meraih tangan Jihan. "Jihan, aku ingin kamu tahu bahwa lo adalah yang terpenting bagiku. Kita bisa bicarakan ini kapan saja. Aku tidak akan pergi."
Jihan merasakan kelegaan dan ketenangan dalam kata-kata Dimas. "Terima kasih, Dimas. Aku hanya perlu mendengar itu."
Keesokan harinya, Jihan mendapatkan pesan dari Mitha. "Jih, kita perlu ngobrol. Ada yang mau aku sampaikan."
Mitha mengundang Jihan untuk bertemu di taman setelah sekolah. Jihan merasa sedikit cemas tetapi berusaha tenang. Ketika mereka bertemu, Mitha terlihat serius. "Jihan, aku rasa kita perlu membahas masalah antara lo, Dimas, dan Maya."
Jihan mengangguk, "Iya, aku sudah merasakannya. Maya terlihat tidak senang dengan hubungan kita."
Mitha menghela napas. "Aku mengerti perasaan lo, tetapi kita harus menemukan cara untuk membuat semuanya nyaman. Kita tidak ingin merusak persahabatan ini."
Jihan setuju. "Aku tidak ingin kehilangan teman-teman hanya karena masalah ini. Tapi, aku juga tidak mau hubungan aku dengan Dimas terganggu."
Mitha berpikir sejenak. "Mungkin kita bisa mengadakan pertemuan grup dan membahas perasaan kita. Dengan begitu, semua orang bisa berbicara dan menyelesaikan masalah ini secara terbuka."
Jihan merasa itu ide yang bagus. "Oke, kita rencanakan pertemuan itu. Semoga bisa membantu."
Saat hari pertemuan tiba, Jihan merasa sedikit gugup. Semua anggota grup berkumpul di taman, termasuk Dimas dan Maya. Suasana tampak tegang, tetapi Jihan berharap semua bisa berkomunikasi dengan baik.
Mitha membuka pertemuan. "Terima kasih sudah datang, teman-teman. Kita di sini untuk membahas perasaan dan situasi yang sedang terjadi. Mari kita berbicara secara terbuka agar tidak ada yang merasa tertekan."
Maya terlihat sedikit gelisah, tetapi mengangguk. "Aku hanya ingin berkata bahwa aku merasa canggung dengan perubahan ini. Aku merasa kehilangan Dimas sebagai teman."
Dimas segera menanggapi. "Maya, aku menghargai pertemanan kita, tapi aku juga ingin menjelaskan bahwa Jihan adalah bagian penting dalam hidupku sekarang."
Jihan merasa hatinya bergetar mendengar kata-kata Dimas. Maya menghela napas. "Aku mengerti, Dimas. Aku hanya butuh waktu untuk beradaptasi."
Jihan merasa lega, tetapi dia juga ingin mengungkapkan perasaannya. "Aku tidak ingin ada yang merasa terpinggirkan. Kita semua adalah teman, dan aku berharap kita bisa saling mendukung satu sama lain."
Semua anggota grup mengangguk, dan suasana mulai membaik. Mereka mulai membahas cara untuk saling mendukung dan menjaga hubungan, baik sebagai teman maupun pasangan.
Saat pertemuan berakhir, Jihan merasa berat yang selama ini mengganggu pikirannya mulai hilang. Mereka semua berkomitmen untuk saling mendukung dan menjalin hubungan yang lebih baik. Dimas menggenggam tangan Jihan dengan lembut. "Aku senang kita bisa menyelesaikan ini bersama."
Jihan tersenyum. "Aku juga, Dimas. Terima kasih sudah selalu ada untukku."
---
Epilog Episode 8:
Episode ini menunjukkan bagaimana Jihan dan Dimas belajar untuk berkomunikasi dengan baik dalam hubungan mereka, sambil menghadapi tantangan dari Maya dan dinamika grup. Jihan berusaha untuk tidak hanya menjaga hubungan dengan Dimas, tetapi juga persahabatan mereka dengan anggota grup lainnya. Momen pertemuan grup menjadi kunci untuk menyelesaikan ketegangan yang ada
KAMU SEDANG MEMBACA
wihhh mantap kali ya
Подростковая литература"Wih, Mantap Kali!" adalah novel yang bercerita tentang sekelompok remaja yang memiliki persahabatan erat dan penuh warna. Terdiri dari Rahul, Irvan, Afix, Hikmal, Jihan, Mitha, Nadia, dan Ila, grup ini dikenal karena kekompakan mereka dan rasa humo...