Setelah malam nonton film yang penuh emosi, Jihan merasa hatinya semakin berat. Ia tidak bisa tidur nyenyak dan terus memikirkan Dimas, perasaannya, dan apa yang mungkin terjadi jika ia tidak segera berbicara tentang semua ini. Di sekolah, suasana terasa canggung. Jihan berusaha untuk berperilaku normal di depan teman-temannya, tetapi setiap kali melihat Dimas, hatinya kembali berdegup kencang, diiringi rasa cemas yang menggelisahkan.
Hari itu, di taman sekolah, grup "Wih, Mantap Kali!" berkumpul lagi untuk bersantai setelah pelajaran. Jihan duduk di tepi dengan pandangan kosong, sementara teman-temannya asyik bercanda. Mitha, yang peka terhadap perubahan sikap Jihan, duduk di sampingnya.
"Jihan, lo baik-baik aja? Kok kayaknya lo jauh?" tanya Mitha, penuh perhatian.
Jihan menunduk, lalu mengangguk pelan. "Aku cuma lagi mikir," jawabnya.
Mitha tidak menyerah. "Mikir tentang Dimas, ya? Lo harus ngomong sama dia, Jih. Jangan biarkan semua ini terus menggantung."
Jihan merasakan tekanan di dadanya. Ia tahu Mitha benar, tetapi keberanian untuk berbicara itu terasa sulit. "Tapi gimana kalau dia gak merasakan hal yang sama? Aku gak mau merusak persahabatan kita," ujarnya dengan nada putus asa.
Sebelum Mitha bisa menjawab, Nadia dan Ila datang. Mereka membawa snack yang baru dibeli dan suasana mulai ceria kembali. "Yuk, kita makan ini! Ini bikin mood kita lebih baik!" seru Ila.
Jihan berusaha tersenyum, tetapi tidak bisa menahan perasaannya. Di tengah suasana gembira, pikirannya tetap berputar di sekitar Dimas. Akhirnya, ia mengambil keputusan. "Gimana kalau kita semua ngumpul bareng malam ini? Aku butuh bicara," katanya, mencoba mengumpulkan keberanian.
Semua teman-teman langsung menyetujui, dan mereka merencanakan untuk berkumpul di rumah Jihan. Setibanya di rumah, suasana terasa hangat dan nyaman. Jihan menyiapkan camilan, sementara teman-temannya membantu menyiapkan ruang tamu untuk berkumpul.
Malam itu, mereka mulai bercanda dan bercerita tentang berbagai hal. Jihan merasa sedikit lebih santai, tetapi keraguan itu masih menggelayuti hatinya. Saat suasana semakin akrab, Jihan merasakan ini adalah momen yang tepat untuk berbicara. Dia menarik napas dalam-dalam, menatap teman-temannya satu per satu sebelum akhirnya berkata, "Guys, aku ada yang mau aku omongin."
Semua perhatian tertuju padanya, dan Jihan merasa jantungnya berdegup kencang. "Aku... aku sebenarnya punya perasaan sama Dimas," ucapnya dengan nada bergetar.
Semua teman-teman terlihat terkejut, dan beberapa dari mereka langsung bersorak, sementara yang lain menatap Jihan dengan penuh perhatian. "Wah, seriusan, Jih?" tanya Afix, tidak percaya.
"Kenapa lo baru bilang sekarang? Kita bisa bantu!" tambah Irvan, penuh semangat.
"Jihan, ini berita bagus! Kenapa lo ngerasa ragu?" tanya Mitha, memberi dukungan.
Jihan menjelaskan semua yang dirasakannya, dari perasaannya ketika melihat Dimas bersama Maya, hingga rasa cemburu dan bingung yang menyelimutinya. Teman-temannya mendengarkan dengan seksama, memberi dukungan saat dia berbicara.
"Nadia, Ila, dan aku udah lihat Dimas. Dia juga senang banget bisa main bareng lo. Kami yakin dia juga suka sama lo, Jih!" kata Mitha, membangkitkan semangat Jihan.
"Jadi, lo harus bilang ke dia. Jangan tunggu lebih lama lagi," tambah Hikmal dengan serius. "Kadang, kita perlu berani mengambil langkah."
Jihan mengangguk, tetapi keraguannya masih ada. "Tapi apa kalau Dimas sebenarnya gak merasakan hal yang sama? Apa kita bisa tetap berteman?"
Hikmal tersenyum. "Jika dia memang sahabat sejati, dia pasti akan menghargai perasaan lo. Cinta dan persahabatan itu bisa berjalan beriringan."
Merasa lebih berani, Jihan akhirnya memutuskan untuk menghubungi Dimas. "Oke, malam ini aku akan bicara sama Dimas. Tapi aku perlu dukungan kalian," ujarnya, berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri.
"Tenang, kami akan mendukung lo, Jih!" seru Nadia, memberi semangat.
Sementara itu, Jihan mengirim pesan kepada Dimas, mengundangnya untuk datang ke rumahnya. Jihan merasa campur aduk antara cemas dan bersemangat. Setelah beberapa saat menunggu, Dimas membalas pesan dengan cepat. "Tentu, aku akan datang! Ada yang spesial?"
Jihan merasakan jantungnya berdegup kencang lagi. "Ayo kita ngobrol," tulisnya.
Setelah beberapa saat, Dimas tiba di rumah Jihan. Jihan berusaha terlihat tenang, tetapi bisa merasakan getaran dalam dirinya. Dimas tersenyum saat masuk dan menyapa semua teman Jihan, tampak akrab.
"Jihan, ada apa? Kenapa panggil aku?" tanya Dimas, sedikit bingung.
Jihan merasa semakin gugup, tetapi semua teman-temannya memberi isyarat untuk berani. Dengan berusaha menenangkan diri, ia berkata, "Dimas, aku ada yang ingin aku bicarakan."
Dimas melihatnya dengan serius. "Oke, aku dengerin."
"Jadi... aku sebenarnya suka sama kamu," Jihan mengucapkan kata-kata itu dengan suara yang agak bergetar, tetapi tetap mantap.
Suasana di ruangan menjadi hening sejenak. Semua teman-teman Jihan saling berpandangan, menunggu respon Dimas.
Dimas terkejut, tetapi kemudian senyumnya mengembang. "Jihan, aku juga suka sama kamu."
Jihan merasa seolah semua beban di hatinya hilang. Semua teman-teman bersorak gembira, merayakan momen itu. "Gila, ini keren banget!" teriak Afix, membuat suasana semakin ceria.
"Lo tau kan, Jihan, kita selalu ada buat lo," Nadia menambahkan, memberi pelukan hangat kepada Jihan.
Dimas kemudian melanjutkan, "Aku senang kamu berani bilang. Kita bisa jalan bareng lebih sering, kan?"
Jihan merasa bahagia dan lega. "Iya, aku ingin kita bisa lebih dekat."
Malam itu berakhir dengan suasana yang penuh kebahagiaan. Jihan merasa lebih percaya diri dan berterima kasih kepada teman-temannya yang telah mendukungnya. Mereka semua tahu bahwa momen ini adalah awal dari perjalanan baru dalam cinta dan persahabatan.
---
Epilog Episode 5:
Episode ini menandai sebuah tonggak penting dalam perjalanan Jihan dan Dimas. Jihan akhirnya menemukan keberanian untuk mengungkapkan perasaannya, dan dengan dukungan dari teman-temannya, ia berhasil melakukannya. Ini adalah momen yang mengubah dinamika hubungan mereka, memperlihatkan bahwa komunikasi adalah kunci untuk membangun cinta yang sehat. Di sisi lain, teman-teman Jihan menyadari bahwa peran mereka sebagai sahabat sangat penting dalam mendukung satu sama lain. Mereka semua berharap bahwa cinta Jihan dan Dimas akan membawa kebahagiaan dalam perjalanan mereka selanjutnya, sekaligus memperkuat ikatan persahabatan di antara mereka. Apakah Jihan dan Dimas dapat menjaga hubungan ini sambil tetap bersahabat dengan teman-teman mereka? Bagaimana kisah cinta mereka akan berkembang ke depannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
wihhh mantap kali ya
Novela Juvenil"Wih, Mantap Kali!" adalah novel yang bercerita tentang sekelompok remaja yang memiliki persahabatan erat dan penuh warna. Terdiri dari Rahul, Irvan, Afix, Hikmal, Jihan, Mitha, Nadia, dan Ila, grup ini dikenal karena kekompakan mereka dan rasa humo...