iv. Shifting Dynamics

14 8 0
                                    


. ݁₊ ⊹ . ݁˖ . ݁

Hari-hari di Hogwarts semakin terasa berwarna bagi Sophie. Dia mulai terbiasa dengan kehadiran Draco Malfoy, yang kini sering mengawasinya dari kejauhan, memberikan senyum singkat yang seolah membawa cahaya ke hari-harinya. Meskipun Sophie masih memanggilnya "Malfoy" secara otomatis, dia merasakan ketidakcocokan dalam panggilan itu, seolah ada sesuatu yang lebih intim di antara mereka yang sedang tumbuh.

Suatu sore, setelah pelajaran Potions, Sophie dan teman-temannya berkumpul di Common Room Ravenclaw. Suasana di dalam ruangan hangat, dengan api berkobar di perapian dan tawa teman-teman mengisi udara. Namun, perhatian Sophie teralihkan oleh sosok Draco yang memasuki ruangan, dikelilingi oleh teman-teman Slytherin-nya. Ternyata, Draco mendapat izin khusus untuk masuk ke Common Room Ravenclaw karena acara pameran seni yang melibatkan kolaborasi antara kedua asrama.

Melihat Draco, jantung Sophie berdebar. Dia tersadar bahwa meskipun mereka berasal dari asrama yang berbeda, rasa penasaran dan ketertarikan antara mereka semakin kuat. Draco menangkap tatapan Sophie dan mendekat, seolah-olah ada magnet yang menarik mereka satu sama lain.

"Malfoy," sapa Sophie dengan suara yang tidak bisa sepenuhnya menyembunyikan keceriaan.

Draco mengangkat alisnya, senyumnya menyiratkan bahwa dia tidak sepenuhnya setuju dengan panggilan itu. "Mungkin sudah saatnya kau memanggilku Draco," katanya dengan nada menggoda, menatapnya dengan intens.

Sophie merasa hangat di wajahnya, tidak bisa mengabaikan betapa menyenangkannya suara namanya keluar dari bibir Draco. "Draco," ujarnya perlahan, mencoba merasakan setiap suku kata.

Draco tersenyum lebih lebar. "Kau tahu, itu lebih baik. Rasanya lebih personal, kan?" Dia melangkah lebih dekat, membuat Sophie merasakan ketegangan yang membara di antara mereka.

"Ya, mungkin," balas Sophie sambil mengalihkan pandangannya, berusaha menyembunyikan rasa malu yang melanda.

"Aku ingin tahu lebih banyak tentang lukisanmu," kata Draco, menatapnya penuh minat. "Apa inspirasi di baliknya?"

"Sebagian besar, aku terinspirasi oleh alam. Kadang-kadang, saat aku di danau, aku melihat hal-hal yang tidak terlihat oleh orang lain. Warna-warna dan bentuknya berbicara padaku," jawab Sophie, merasakan antusiasme saat berbicara tentang seni.

"Dan menurutmu, apa yang mereka katakan?" Draco bertanya, benar-benar terfokus padanya.

"Seperti... tentang keindahan yang sering kali kita abaikan. Aku ingin orang lain melihat dunia seperti aku melihatnya," jawabnya dengan tulus.

Draco mengangguk, senyumnya mengembang. "Kau memiliki cara pandang yang unik. Aku ingin belajar dari itu."

Sophie merasa jantungnya berdebar. "Kau ingin belajar dari seorang pelukis? Aku tidak yakin itu ide yang baik," ujarnya, setengah bercanda.

"Kenapa tidak? Aku tidak setuju dengan pandangan bahwa Slytherin tidak menghargai seni," kata Draco, sedikit menantang. "Kau hanya perlu menunjukkan padaku cara melihatnya."

"Baiklah, mungkin aku bisa membawamu ke danau suatu hari nanti," tawar Sophie, berusaha bersikap santai meskipun hatinya bergetar penuh harapan.

"Deal," kata Draco, dan senyumnya seolah membuat Sophie merasa seolah-olah mereka telah menandatangani kontrak tak tertulis.

Tiba-tiba, salah satu teman Slytherin Draco memanggilnya. "Oi, Malfoy! Kita pergi ke ruang makan!"

Draco melirik teman-temannya dan kemudian kembali menatap Sophie. "Sepertinya aku harus pergi. Tapi aku akan mencari kamu nanti, oke?"

"Oke," balas Sophie, meskipun hatinya sedikit kecewa melihat Draco pergi.

Saat Draco berbalik untuk pergi, Sophie merasakan ada bagian dari dirinya yang ingin mengikutinya, terpesona oleh pesonanya yang misterius. Dengan setiap interaksi yang mereka lakukan, dia merasa lebih dekat dengan Draco, tetapi juga lebih bingung.

Hari-hari berlalu, dan semakin banyak interaksi yang terjadi antara Sophie dan Draco. Mereka bertemu secara diam-diam di lorong-lorong, bertukar cerita, dan saling membuka diri tentang kehidupan mereka. Meskipun tantangan dari kedua sisi—perbedaan asrama dan latar belakang keluarga—semuanya tampak tidak signifikan saat mereka berdua bersama.

Suatu malam, saat mereka bertemu di lorong yang sepi, Sophie menatap mata Draco yang kelabu dengan rasa ingin tahu. "Draco, apa yang sebenarnya kau cari di sini? Maksudku, kenapa kamu tertarik padaku?"

Draco terdiam sejenak, seolah berpikir keras sebelum menjawab. "Aku tidak tahu. Mungkin karena kau adalah satu-satunya orang yang bisa melihat lebih dari sekadar label asrama. Kau melihat orang-orang di dalamnya."

Sophie merasa hatinya berdebar mendengar jawaban itu. "Tapi, kita berasal dari dua dunia yang berbeda. Bukankah itu sulit?"

"Sulit, ya. Tapi kadang-kadang, hal-hal yang sulit itu yang membuat segalanya lebih menarik," jawab Draco, senyum kecil terukir di wajahnya.

"Jadi, kamu bersedia untuk menghadapi kesulitan itu?" tanya Sophie, merasa sedikit takut akan apa yang bisa terjadi selanjutnya.

"Jika itu berarti bisa mengenalmu lebih baik, maka ya," jawab Draco, mengunci tatapan mereka.

Di tengah keramaian kehidupan Hogwarts, mereka menemukan momen berharga di antara ketegangan, saat Draco dan Sophie mulai membangun sebuah jembatan yang menghubungkan dua dunia yang berbeda. Mungkin, di balik segala perbedaan, mereka berdua bisa menemukan jalan menuju satu sama lain—sebuah jalan yang penuh dengan petualangan, tantangan, dan mungkin, cinta.


゚𐦍༘⋆

Eyes of a Malfoy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang