v. Between Matches and Laughter

13 7 0
                                    


. ݁₊ ⊹ . ݁˖ . ݁

Matahari bersinar terang di atas lapangan Quidditch Hogwarts, memberikan kehangatan yang kontras dengan angin dingin musim gugur yang menggigit. Sorak-sorai dan kegembiraan mengisi udara, memenuhi tribun dengan teriakan semangat dari para siswa. Ini adalah pertandingan besar antara Slytherin dan Ravenclaw, dua tim yang memiliki rivalitas panjang. Semua mata tertuju ke langit, mengikuti gerakan cepat para pemain Quidditch.

Sophie duduk di antara teman-temannya di tribun Ravenclaw, tetapi fokusnya tersedot pada satu sosok yang tengah melayang dengan sapunya—Draco Malfoy. Dia belum pernah benar-benar memperhatikan bagaimana Draco bermain sebelumnya, tapi hari ini, dia tidak bisa mengalihkan pandangannya. Draco adalah Seeker Slytherin, dengan gerakan yang cepat dan presisi yang mengagumkan. Dia tampak sangat tenang, bahkan dalam ketegangan permainan, dan setiap kali dia memotong angin dengan sapunya, Sophie merasakan debaran yang aneh di dadanya.

Sorakan keras tiba-tiba menggema ketika Draco, dengan gerakan yang hampir tak terlihat, menangkap Golden Snitch. Slytherin memenangkan pertandingan. Teman-teman Sophie menghela napas kecewa, namun Sophie, meski timnya kalah, tak bisa menahan senyum kecil yang tumbuh di wajahnya.

Setelah pertandingan, tribun mulai kosong, dan para siswa berhamburan menuju kastil. Sophie berjalan perlahan di belakang kerumunan, berharap bisa menghindari obrolan ramai tentang kekalahan Ravenclaw. Dia memutuskan untuk melewati lorong yang lebih sepi di sekitar lapangan, menikmati sedikit ketenangan setelah pertandingan yang intens.

Saat dia berjalan sendirian, suara langkah kaki mendekat dari belakang. Sophie menoleh, dan tanpa terkejut, melihat Draco berjalan cepat menghampirinya. Wajahnya masih berseri-seri dengan kemenangan.

"Menikmati pertandingannya?" tanya Draco dengan nada menggoda, sapunya disandarkan di bahu, rambut pirangnya sedikit berantakan oleh angin.

Sophie tersenyum tipis, mencoba menutupi debaran jantungnya. "Kau bermain bagus, Draco," katanya, dengan sedikit penekanan pada nama depannya, merasa lebih percaya diri setelah obrolan mereka sebelumnya. "Tapi aku harus bilang, aku lebih suka kalau Ravenclaw menang."

Draco terkekeh kecil, matanya bersinar penuh kemenangan. "Kau hanya bilang itu karena kau ada di tim yang kalah."

Sophie mengangkat alis, berpura-pura tersinggung. "Jangan terlalu sombong hanya karena Snitch berpihak padamu hari ini. Mungkin saja di pertandingan berikutnya giliran Ravenclaw yang menang."

Draco menggeleng, masih dengan senyum di bibirnya. "Kita lihat saja nanti." Mereka berjalan berdampingan, obrolan mereka mengalir dengan mudah. Mereka mulai berbicara tentang strategi permainan, lelucon tentang tim masing-masing, dan kejadian-kejadian lucu yang terjadi selama pertandingan.

Saat mereka melintasi sebuah sudut yang lebih sepi di lorong, Draco tiba-tiba berhenti dan menatap Sophie. "Kau masih saja memanggilku Malfoy di depan teman-temanmu tadi," katanya, nadanya terdengar setengah menggoda, setengah serius.

Sophie tersipu, mengingat bagaimana dia kembali memanggilnya "Malfoy" selama pertandingan tadi. "Aku... belum terbiasa," jawabnya dengan senyum malu-malu. "Rasanya aneh memanggilmu dengan nama depanmu."

Draco mendekat sedikit, matanya bersinar penuh arti. "Mungkin memang aneh," katanya dengan suara rendah, "tapi aku lebih suka kalau kau memanggilku Draco."

Sophie mencoba menahan tawanya, tapi akhirnya keduanya tertawa bersama. "Baiklah, Draco," katanya akhirnya, berusaha terdengar lebih yakin meski dalam hati masih terasa aneh.

"Kau akan terbiasa," jawab Draco dengan nada menggoda, masih tersenyum padanya.

Mereka melanjutkan berjalan, dan Sophie merasa semakin nyaman setiap kali dia berbicara dengannya. Kali ini, obrolan mereka tidak hanya seputar Quidditch. Draco mulai bertanya tentang lukisan-lukisan Sophie, sementara Sophie tanpa sadar berbicara lebih banyak tentang hobinya itu, merasa lebih bebas dari biasanya.

Tepat ketika mereka sampai di dekat gerbang kastil, suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Mereka berdua berhenti sejenak, memandang ke arah langit yang mulai berubah menjadi kelabu. Hujan rintik-rintik mulai turun, dan Sophie tertawa kecil. "Kelihatannya kita akan basah," katanya.

Draco menatapnya dengan senyum tipis. "Tidak masalah. Aku lebih suka hujan daripada keramaian di dalam."

Mereka berdua berjalan lebih pelan, menikmati suasana yang berubah. Meskipun hujan mulai membasahi mereka, ada perasaan damai yang memenuhi hati Sophie. Draco, yang biasanya ia anggap sebagai musuh, kini terasa seperti seseorang yang bisa ia percayai, bahkan lebih dari itu—seseorang yang ia kagumi dalam diam.


゚𐦍༘⋆

Eyes of a Malfoy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang