Wanita di Stasiun Kereta

6 3 0
                                    

“Kamu punya kakak?”
Seseorang tak dikenal menyapanya di stasiun kereta menuju Jakarta. Wanita dengan jilbab berwarna pink terlhat sangat anggun duduk tidak jauh dari tempat Aishwa. Beberapa kali Ia menatapnya dengan mata terbelalak lebar, hingga Ia memberanikan diri mendekat. Aishwa balas menatapnya dan tersenyum tipis, namun bisa terlihat wanita itu menunjukkan ekspresi takjub melihat Aishwa lebih dekat.
“Ya, kamu pasti punya kakak, mirip banget. Bedanya Ia berjilbab, kan?”
Aishwa merasa sekujur tubuhnya dingin. Kalimat yang terlontar dari mulut wanita itu seperti menggambarkan wanita yang Ia lihat dirinya.
“Aku…aku nggak punya sodara, Kak”
“Really ? Oh, God. Persis banget wajah orang yang aku kenal. Maaf ya”
Aishwa tersenyum menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan. Pertanyaan wanita itu seketika membuatnya tercengang. Sayangnya, Ia baru menyadari setelah wanita itu pergi.
“Harusnya tadi aku nanya, nama gadis yang mirip denganku ya?”
“Sekalian alamatnya, kan ?”
“Supaya nggak mati penasaran bisa liat langsung fotonya kali ada di ponselnya”
Aishwa dipenuhi pertanyaan dikepalanya tentang gadis yang mirip dengannya. Rasa penasarannya semakin menjadi hingga tiba di rumah.
***
Aishwa membuka matanya yang berat, lalu mendesah pelan, ia membiarkan dirinya berbaring menikmati ranjangnya sedikit lebih lama sebelum mengulurkan tangan ke meja kecil di samping tempat tidur dan meraih jam tangannya. Seperti hari yang panjang untuk sampai ke Jakarta dengan kereta. Suara bising bunyi mesin seperti alunan music yang menemaninya berpikir keras tentang wanita yang Ia temui di stasiun. Rasanya seketika Ia ingin menjadi detektif dan mencari tahu tentang orang yang mirip dengannya.
“05.00. Baiklah. Waktunya bangun.”
Suara azan terdengar perlahan, ia turun dari ranjang dan berjalan kearah pintu kamar tidurnya. Ia pun melangkah ke ruang tengah menatap deretan foto-foto dari masa kecilnya hingga foto terakhir ketika lulus SMA. Ia pun tidak sekali mendengar dari keluarganya tentang saudara atau sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang aneh tentang papa maupun mamanya. Ia hanya mengetahui bahwa dirinya adalah anak tunggal. Titik. Tidak ada informasi apapun yang Ia dapatkan selama ini tentang riwayat papa ataupun mamanya. 
Perlahan Ia berjalan kearah dapur, aroma kopi yang harum menerjang hidungnya, membuat rasa kantuknya menguap tak berbekas. Aroma kopi itu membuat perasaannya senang dan sekujur tubuhnya terasa hangat. Bibi Asih, perempuan yang sudah sejak lama bekerja dirumahnya tersenyum dengan suara lembutnya.
“Non, sudah bangun ? Mau makan apa hari ini, bibi siapin ? Rindu toh masakan bibi ?”
“Aish suka aroma kopinya” ucapnya sambil mendekat kearah cangkir berisi kopi
“Non, mau ?” tanya bibi seolah memastikan karena Ia tahu bahwa Aishwa bukan penikmat kopi.
Aishwa menggeleng dan tersenyum mengambil segelas air dan kembali berjalan meninggalkan bibi. Namun, seketika berbalik
“Biiii, telor balado yaaaa”
“Apalagi Non ?” sahut bibi yang terlihat bahagia mendengar permintaan Aishwa
“Mmmm, itu aja bi. Tapi….” Aishwa kemudian berjalan kearah bibi.Tampak memeluk seperti ingin mengatakan sesuatu, namun tertahan.
“Mmmm…Aish mau nanya. Bibi sejak kapan tinggal disini ?”
“Ahh, non. Kaget aku tuh, kirain apa ?”
Mata Aishwa mengernyit menunggu jawaban bibi yang menerawang sesaat.
“Sejak non umur lima tahun, bibi yang anterin non sekolah loh. Trus, Non masuk SD, nyonya minta bibi dirumah ngurusin makanan non. Non masih ingat ?”
Aishwa mengangguk tersenyum kearah bibi. Masih tergambar di memorinya bagaimana perempuan tua yang ada didepannya mengurusnya sejak TK. Ia bisa berlarian atau menolak makanan ketika bibi menyodorkan sendok ke mulutnya.
“He eh, Aish ingat bibi lari-lari ngejar mobil waktu Aish lupa bekal makanan kan ? Aish baru nyadar kalau bibi ternyata mantan pelari marathon”
“Ah, Non. Bisa aja”
Tepat saat itu telinga Aishwa menangkap bahwa bibi mengasuhnya sejak umur lima tahun. Ia menerawang pertanyaan demi pertanyaan menghinggapi kepalanya. Sepertinya wanita yang Ia temui di Stasiun kereta akan mengganggu liburannya kali ini.
“Mungkinkah Ia berada dirumah ini sejak usia lima tahun ?”
“Rasanya ingin menanyai bibi apakah bibi melihatnya lahir ? tapi kan tidak mungkin karena bibi berada dirumah sejak Ia umur lima tahun.”
Seulas senyum tersungging di bibirnya ketika pikirannya berdialog, saling bertanya dan menjawab.
“Sebenarnya apa yang membuatnya khawatir dengan pertanyaan wanita yang Ia temui di stasiun ?”
Aishwa  bergegas menuju kamar mandi, mengganti bajunya dan menuju ke pintu utama rumahnya. Terlihat seragamnya telah lengkap akan jogging. Ponselnya berbunyi tidak lama, suara dari balik ponselnya terdengar berbicara.
“Aishwa, sudah dirumah ? Mama dan Papa baru balik besok. Aish minta Bibi Asih siapin makanan yang Aish suka. Trus, Mbak Wani bisa temenin Aish kalau butuh sesuatu di supermarket. Aish minta dibawain apa dari Kuala lumpur ?”
“Sip, Mamaku sayang. Aishwa sudah minta telor balado. Aish mau jogging dulu sama Syifa”
“Ok sayangnya mama. Hati-hati”
Pintu pagar pun dibuka oleh Pak Darman, yang bekerja sebagai sekuriti dirumah Aishwa sejak lama. Pak Darman tampak tersenyum menyapa Aishwa.
“Terimakasih Pak Darman. Aish Cuma muter dekat-dekat sini kok”
“Siap, Non. Hati-hati”
Aishwa pun memperbaiki posisi topi yang Ia kenakan. Terlihat dari ujung jalan seseorang melambai memanggil namanya.
“Busyet, Lo ngajak lari dadakan.”
“Apaan dadakan, Lo sudah dua hari di Jakarta. Gue baru tiba semalam, gara-gara rampungin tugas yang terlambat.”
“Aman kan ?”
“Aman Sentosa ! Gimana pesta sepupu lo ? Jadi lo masih nginap ?”
“Pulang bareng aja”
“Papa Mama lagi di luar negeri. Balik besok, yahhh hanya ketemu beberapa jam.”
“Setidaknya ketemu, minggu depan balik Jakarta lagi. Semoga tidak ada tugas dadakan yang bikin nyesek”
“Mau ganti jurusan ?”
Tawa keduanya pecah diantara langkah kaki mereka berlari menyusuri jalan kompleks yang masih sepi . Sesekali Aishwa tertawa mendengar kalimat yang keluar dari mulut Syifa, begitupun sebaliknya suara tawa Syifa terdengar memecah keheningan pagi. Meski dikepala Aishwa masih bersarang pertanyaan tentang teka-teki wanita yang mirip dengannya. Ia berharap bisa bertemu dengan di wanita di stasiun kereta.

ANOTHER AISHWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang