Persengkokolan Sehat

5 3 0
                                    


Aishwa tidak tahu bagaimana harus memulai. Terlalu banyak yang ingin Ia sampaikan pada kedua orangtuanya.
“Terlalu panjang” batinnya
Mula-mula Ia harus mengatakan bahwa Ia menarik kembali ucapannya bahwa Ia baik-baik saja. Bahwa Ia akan focus dengan kuliahnya. Namun, peristiwa yang Ia alami beberapa kali membuatnya ingin membatalkan pernyataan itu. Ia ingin kedua orangtuanya mengetahui kondisi yang sesungguhnya. Ia ingin menjabarkan seperti apa dan kenapa Ia harus mengalami kondisi itu.
“Sekarang tanganku gemetaran” ucap Aishwa dengan suara pelan
Beberapa hari terakhir Ia merasakan perasaan yang tidak nyaman. Bukan karena factor diet yang sedang Ia jalankan. Toh, Ia merasa baik-baik saja, bahkan dalam sekejap Ia lebih ringan . Ia memang punya riwayat sakit maag, tapi Ia belum pernah merasakan ini sebelumnya. Ia sudah meminum obat penahan rasa nyeri dan tidur, tapi pagi ini rasa sakitnya semakin menjadi. Syifa membawanya ke dokter, namun menurut dokter Ia hanya asam lambung karena telat makan.
“Kapan terakhir kali kamu makan?” Dokter yang memeriksa Aishwa menanyakan dengan curiga, seolah dia sudah tahu jawabannya
“Hmmm…hanya makan buah, Dok” dengan suara pelan Ia menjawab
“Kenapa kamu nggak makan, Aishwa?” dokter menggeleng
“Hanya mau nurunin berat badan”
“Tapi bukan gini caranya” sahut dokter terlihat mencatat sesuatu dikertas.
Tapi ini bukan tentang maag, ada sesuatu di indera Aishwa yang merasakan sakit. Terkadang Ia terlihat kosong, menerawang seperti berada di tempat lain. Ia berpikir harus beristirahat untuk beberapa hari. Hari pertama Ia mulai mengikuti instruksi dokter dengan makan makanan lunak, dan itu membuatnya ingin muntah. Akhirnya, berita saktnya sampai di telinga kedua orangtuanya.
“AISHWA !” sahut mamanya dengan nada cemas
Mata Aishwa melotot mendengar suara mamanya dari ponsel. Bukankah Ia sudah mengatakan dengan jelas kemarin bahwa orangtuanya tidak boleh tahu kondisinya. Apakah kata-katanya kurang jelas ?
“Syifa” teriaknya dalam hati
“Iya, mama. Aish baik-baik aja kok. Mama jangan khawatir, besok Aish sudah masuk kelas lagi. Ini barusan habis makan. Tenang mama, ada Syifa yang bantuin Aish…” kalimat Syifa panjang lebar berusaha menenangkan mamanya yang kedengaran panik.
“Jadi kamu sudah sarapan ?” suara mamanya dengan kening berkerut
“Sudah kok, Ma” suara Aishwa dengan nada riang
“Pokoknya, mama bakalan telpon kamu bentar lagi, check terus sambil video call. Mama tutup dulu. Kamu istirahat”
“Siap, mamaku sayang”
Aishwa buru-buru menekan huruf-huruf di menu chatnya. Sambil menggeleng kepala menahan rasa kesalnya.
“SYIFAAAAA !!!”
“Apaan sih lo ngasih tau nyokap ?”
Ia pun langsung menyimpan ponselnya dan berbaring menutup wajahnya dengan bantal.
***

Bel intercom berbunyi dan memotong jalan pikirannya. Aishwa melangkah menghampiri intercom yang terpasang di dinding dan menatap layer kecil di sana.
“Ini dia makhluk yang mau disidang!” gerutunya dengan senyum licik
Ia pun membuka pintu dengan satu sentakan cepat dan menatap Syifa yang ternyata sedang berdiri dengan ponsel ditempelkan ditelinga. Melihat Aishwa, gadis itu cepat-cepat bergumam,
”Eh, tante, ini sudah sampai apartemen. Aishwa baik-baik aja kok tante. Pesanan tante sudah aku ambil, bentar kami makan bareng. Terimkasih tante.”
Alis Aishwa berkerut mendengar percakapan mamanya dan Syifa.
“Apaan sih lo?” Aishwa menatap Syifa sambil menggerutu
Syifa menyunggingkan seulas senyuman meminta maaf.
“Aku tahu, Maaf ya.” katanya sambil merangkul Aishwa
“Aku tidak butuh maaf, apaan sih lo ngasih tahu nyokap ?”
“Nyokap lo yang telepon karena ponsel lo tidak aktif. Ponsel lo tidak aktif kan?”
suara  Syifa menjelaskan sambil membuka kantongan makanan pesanan mama Aishwa.
“Nih, buruan makan. Ntar sakit lagi. Berhenti diet, jeng”
Mendengar pertanyaan Syifa, Aishwa menghembuskan napas kesal, berbalik dan berjalan ke dapur sambil menggerutu tidak jelas.
Beberapa menit kemudian, Aishwa kembali ke ruang duduk membawa dua piring kosong. Syifa masih duduk ditempatnya tadi dengan headphone di kepalanya. Kotak berisi nasi dan lauk lengkap diletakkan diatas meja mulai dibuka Aishwa.
Aishwa melirik ke arah Syifa, rasanya ingin menceritakan sesuatu yang mengganjal di dirinya. Namun, sepertinya tidak meyakinkan saat ini. Ia pun mulai mengunyah makanan yang ada didepannya dengan pelan.Pikirannya menerawang Ia kembali ingin tersambung dengan sosok lainnya di tempat lain, tapi tidak bisa. Ia hanya merasakan jiwanya kosong sesaat.
“Aishwa” Ia memanggil namanya dalam hati
Aishwa” Ia mengulang kembali memanggil Namanya, tapi seperti tidak tersambung seperti sebelum-sebelumnya.
“Akh, mungkin aku hanya sedang berhalusinasi belakangan ini hingga merasa berada ditempat lain ?” batinnya
“Tidak”, sahutnya dalam hati
Aishwa merinding, seperti seseorang sedang menjawab pertanyaannya. Ia pun mempersiapkan diri akan berkomunikasi dengan tenang.
“Makanan sehat,” sahut Syifa menatap makanan di piring Aishwa sudah habis. Namun, Ia menjaga raut wajahnya tetap datar dan acuh tak acuh.
“Pastikan kotak makananmu habis juga!” Aishwa mendengus pelan dan meninggalkan Syifa berjalan ke kamarnya.
Syifa menatap kantongan makanan dengan kening berkerut dan bertanya, “Apakah aku beresin aja ? Masih kenyang habis makan di kantin.”
“Ok” sahut Syifa dari kamar
“Omong-omong, lo tidak ingin pergi kemana-mana hari ini ?” tanya Syifa.
“Pergi ke mana ?”
Syifa mengangkat bahu. “Entahlah. Maksudku kali lo mau menyegarkan pikiran setelah beberapa hari dikamar”
“Males !” sahut Aishwa . ia ingin membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tetapi dengan cepat mengurungkan niatnya.
Syifa pun ingin mengatakan sesuatu melihat keanehan sahabatnya, namun akhirnya gadis itu berkata,
“Lupakan saja, aku tidak tahu kenapa aku bertanya”
Tiba-tiba terdengar bunyi ponsel. Syifa meninggalkan kotak makanan yang ada dimeja, bergegas menghampiri tas ranselnya dan mengeluarkan ponselnya yang berdering-dering. Ia menatap layer ponsel sebelum menekan tombol “jawab” dan menempelkan ponsel ke telinga.
“Ya, Syahdan?”
Syifa  mengangkat alis. Ternyata Syahdan. Teman SMA dan juga teman sekelasnya di jurusan yang sama.
“Kamu?” Syifa melirik kea rah pintu
“Aku ada di apartemen kamu sekarang”
Saat itu Syifa baru ingat bahwa ia pernah memberitahu Syahdan apartemen tempat mereka tinggal. Tapi Ia belum menyampaikan ke Aishwa.
“Oh,God. Bisa ngamuk Aish nih!” batinnya.
“Aish, baik-baik aja. Lo tidak perlu datang” lanjut Syifa
Lalu Ia terdiam  dan alisnya terangkat heran.
“Syahdan tahu dari mana Aish sakit?”
“No, bukan saya yang ngasih tahu”
Namun, seketika Aishwa keluar dari kamar  dan keduanya serentak menoleh ke bel pintu yang berbunyi.
“Lagi-lagi bel pintu. Lo pesan sesuatu ?” sahut Aishwa memandang kearah Syifa
Aishwa berjalan keluar pintu  dan membuka,
“Hai, Assalamu Alaikum, Aish. Apa kabar ?” Ia mendengar suara Syahdan yang riang menyapa.
Mata Aishwa melotot dan berbalik memandang Syifa. Aishwa menatap Syifa dengan tatapan heran bercampur curiga.
“Lo tau dari mana kami tinggal disini ?” sambutnya dengan nada kesal
“Balas dulu dong salamnya. Aku kebetulan lewat sini, dengar kamu sakit mampir sebentar. Kali butuh bantuan” Ia menoleh kearah Syifa yang memberikan kode.
“Masuk, Dan” Syifa memotong
Syahdan melirik Aishwa yang menatap Syifa lurus-lurus. Ia tersenyum melihat reaksi Aishwa terlihat menyalahkan Syifa. Padahal, Ia tahu tentang kondisi Aishwa dari Ibunya yang menghubunginya tadi pagi. Dan, Ibunya meminta bantuan untuk mengirimkan makanan rumahan untuk Aishwa. Syifa pun mau tidak mau harus terlibat.

ANOTHER AISHWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang