Bab 6

2.6K 272 52
                                    


Dalam hati Rayi mengumpati kasar dirinya sendiri saat menyadari keteledorannya menyimpan dua benda terlarang itu sembarangan. Untungnya, sepertinya dua hari kemarin tidak ada yang masuk ke dalam kamar mandinya jadi dua benda itu masih aman. Tapi, siapa sangka jika dua benda terlarang itu akan ditemukan langsung oleh sang pemilik asli.

Melihat tatapan penuh intimidasi yang Bianca berikan, Rayi tak bisa memiliki lagi alasan untuk mengelak.

"Ah, itu" Rayi mendadak dibuat gugup, ia seakan tertangkap basah telah melakukan sebuah kejahatan besar.

"Kamu enggak punya pacar, jadi enggak mungkin ini punya pacar kamu. Ukurannya juga terlalu kecil kalo ini punya Ibu kamu!" Ujar Bianca, masih sambil memegang dua benda itu di tangan kanannya, Bianca berjalan dengan langkah pasti mendekati Rayi.

"Kamu pasti tau sesuatu tentang ini?" Tanya Bianca, yang sudah berdiri tepat dihadapan Rayi, ia melemparkan bra dan celana dalam itu ke atas pangkuan pria dihadapannya.

"Oke, itu emang punya kamu" aku Rayi, pada akhirnya. Tentu ia tak bisa lagi mengelak.

"Kamu, laki-laki itu?" Tanya Bianca, mencoba memastikan kembali.

"Iya!" Balas Rayi, tanpa coba ia tutupi. Ia menggenggam bra dan celana dalam yang beberapa waktu terakhir sering membantunya untuk memuaskan dirinya sendiri, kemudian Rayi berdiri berhadapan dengan Bianca.

"Kamu ingat kamu gigit dada saya, bekasnya masih ada" ujar Rayi, melihat wajah Bianca yang seakan belum percaya mendengar penjelasannya, Rayi mengangkat kaus yang ia pakai untuk menunjukan kepada Bianca bekas gigitan dari wanita itu yang saat itu menimbulkan luka dan bekas kecoklatannya masih ada sampai sekarang.

"Gimana bisa, enggak mungkin" gumam Bianca.

"Sialan!" Umpat Bianca.

Tanpa memperdulikan Rayi, Bianca keluar begitu saja dari kamar itu, setengah berlari menuruni tangga untuk mencari pintu keluar. Di bawah ia berpapasan dengan wanita paruh baya yang Bianca kenali sebagai Ibu dari pria itu. Meski terkesan sangat tidak sopan, tanpa ada sepatah katapun Bianca yang masih diliputi rasa terkejut berlalu pergi begitu saja.

Setelah berhasil menemukan pintu keluar dengan bertelanjang kaki Bianca berlari melewati halaman rumah yang cukup luas itu. Namun, tubuhnya mendadak kembali lemas. Dengan nafas tersenggal hebat Bianca yang tak bisa menopang tubuhnya lagi jatuh terduduk di atas rerumputan yang ada di halaman.

Kepalanya juga tiba-tiba terasa kembali berdenyut sakit sampai tak lama Bianca merasakan sepasang tangan yang menyentuh bahunya. Karena sudah lemas Bianca tak menolak ketika Rayi membawa tubuhnya masuk ke dalam gendongan pria itu.

"Mau pulang!" Ucap Bianca, sambil menutup matanya, tangan kirinya mencengkram erat kaus bagian dada yang Rayi pakai.

"Kamu istirahat dulu aja di rumah saya" ujar Rayi yang membuat tubuh Bianca yang ada digendongannya memberontak pelan.

"Turunin, saya mau pulang!"

****

Karena Bianca terus memaksa akhirnya Rayi menuruti permintaan wanita itu. Ia mengantarkan Bianca dengan selamat kembali ke tokonya.

Saat sampai di parkiran tanpa sepatah katapun terucap dari mulutnya Bianca keluar dari mobil Rayi. Dengan langkah tertatih wanita itu berjalan masuk ke dalam tokonya. Bianca hanya menatap sekilas pada para karyawannya yang mulai bersiap untuk membuka toko dan setelahnya ia langsung membawa langkahnya menuju lantai 3 tempat kamarnya berada.

Tanpa Bianca sadari Rayi juga mengikuti langkahnya dari belakang, Bianca baru menyadari itu ketika tanpa ia duga Rayi juga ikut menerobos masuk ke dalam kamarnya.

"Keluar!" Ucap Bianca, penuh penekanan. Tapi bukannya menurut Rayi malah berjalan lebih masuk ke dalam kamar Bianca.

Terdengar Bianca menghembuskan nafasnya kasar, ia menutup pintu kemudian berjalan menghampiri Rayi yang tanpa dipersilakan sudah duduk di atas kasurnya. Dengan sedikit kasar Bianca menghempaskan tubuh lemasnya di atas kasur empuk miliknya.

"Saya mau minta maaf untuk malam itu" ucap Rayi, menatap wajah Bianca yang kini matanys terlihat terpejam rapat.

"Saya mabuk dan kamu juga mabuk, itu diluar kendali saya" jelas Rayi, selama ini Rayi selalu menahan diri agar tak berbuat terlalu jauh, dan malam itu kali pertama ia tidur dengan perempuan.

"Siapa yang mulai duluan?" Tanya Bianca.

"Ya saya, sih" balas Rayi. "Waktu itu tubuh kamu wangi, ditambah liat bibir kamu yang keliatan seksi banget bikin saya nafsu" tambah Rayi.

"Kenapa enggak jujur dari awal?" Tanya Bianca, lagi. Jika bukan karena ia menemukan bra dan celana dalamnya, mungkin selamanya Bianca tak akan tahu jika laki-laki yang malam itu tidur dengannya adalah Rayi.

"Enggak bisa, setiap diinget pasti bikin saya nafsu lagi" jelas Rayi.

Bianca terkekeh pelan mendengar kejujuran Rayi, ia membuka matanya untuk melihat wajah Rayi yang ternyata juga sedang menatapnya. Bianca amati wajah itu, ia memang tak mengingat bagaimana rupa dari wajah pria yang malam itu tidur dengannya, tapi seingat Bianca rambut pria itu lumayan gondrong sedangkan rambut Rayi sekarang justru sangat pendek.

"Sini!" Tangan Bianca bergerak menepuk sisi kasurnya yang kosong meminta Rayi untuk bergabung.

"Tidur disini!"

Rayi menurut, dengan berbantalkan tangannya ia berbaring tepat disebelah Bianca. Dan tak lama tubuh Rayi dibuat terdiam mematung ketika tiba-tiba Bianca bangkit kemudian melangkahi tubuhnya, kini wanita itu sudah duduk tepat di atas perutnya.

Plak!

Rayi masih diam, ia memegangi pipinya yang baru saja mendapatkan sebuah tamparan yang sebenarnya tak terlalu kencang dari tangan Bianca.

"Itu karena kamu enggak jujur!"

"Kamu harus tau setelah malam itu hampir setiap malam saya datang ke tempat itu hanya untuk cari kamu" jelas Bianca, tangannya yang tadi ia gunakan untuk menampar pipi Rayi kini beralih mengelus pipi bekas tamparannya itu dengan gerakan lembut.

"Kamu berhak marah sama saya" ucap Rayi. Meskipun saat itu Bianca menikmatinya Rayi tahu ia meniduri wanita yang tengah dipengaruhi alkohol.

"Saya enggak marah, justru saya penasaran gimana rasanya malam itu" ujar Bianca, dengan senyum sensualnya.

"Saya memang enggak terlalu inget jelas tapi saya nikmatin sentuhan kamu malam itu" jelas Bianca.

Rayi kesulitan menelan ludahnya sendiri ketika dihadapan matanya ia melihat Bianca melucuti kaus sekaligus bra yang dipakainya hingga kini bisa Rayi lihat dengan jelas tubuh atas wanita itu yang tak tertutupi apapun.

Rayi bisa melihat kembali kedua dada besar yang malam itu habis-habisan ia kecup, ia jilati bahkan ia sesap putingnya sampai menegang

"Kamu mau ngapain?" Tanya Rayi, tergagap. Meski sudah berusaha mengalihkan pandangannya tetap otaknya memerintahkan kepadanya untuk tak menyianyiakan pemandangan indah dihadapannya.

"Menurut kamu?" Bianca malah balik bertanya, ia menunduk kemudian memberikan kecupan-kecupan singkat di dada Rayi yang masih tertutup kaus.

Merasakan itu Rayi tak bisa menahan geramannya, dada telanjang Bianca terasa menggesek perutnya. Karena tak bisa menahannya lagi Rayi yang lebih dulu bergerak, kedua tangannya menangkup wajah Bianca kemudian mengajak wanita itu untuk berciuman.

Bianca tak menolak, ia malah menyambut dan membalas gerakan bibir yang pria itu lakukan tak kalah liarnya. Kedua mulut yang beberapa waktu lalu lebih sering digunakan untuk saling melempar argumen kini malah saling berbagi sebuah ciuman mesra.

****

Nih si Bianca definisi jendes gatel ketemu si Rayi laki nafsuan, kita liat di next part kira2 itu manusia berdua mau ngapain.

Terburu Cinta [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang