Bab 10 : Tidak sekolah selama satu bulan.

10 5 0
                                    

“Aku merindukan sekolah dan teman-teman.”
-Yana Tri Oktavia.

Sudah satu bulan aku mengidap penyakit ini, apalagi aku juga tidak sekolah karena ayah yang menyuruhku untuk libur terlebih dahulu agar tubuhku bisa pulih sepenuhnya.

Pagi yang cerah, aku tengah duduk di luar bersama Ibu yang tengah sarapan pagi sambil menyuapiku juga.

“Kamu besok sudah boleh sekolah lho, Nduk. Tapi kamu harus bisa menjaga pola makanmu, dan banyakin istirahat agar lambung kamu tidak kambuh,” nasehat Ibu padaku.

Aku hanya mengangguk sambil memakan camilan yang sudah Ibu siapkan tadi.

Lalu Risma datang sambil memeluk leherku. “Mbak Na, main yuk. Aku kemarin beli mainan baru lho,” ajaknya padaku, sambil tersenyum.

Aku menoleh ke arahnya dan membelai rambutnya dengan kakiku. “Memangnya kamu beli mainan apa?” tanyaku mencium pipinya dengan lembut.

Dia tampak berpikir, kemudian menjawab, “Beli boneka satu sama masak-masakan, terus ada boneka doraemon juga,” katanya menjelaskan.

Aku berpura-pura kagum agar dia merasa senang. “Wah, banyak juga mainannya, ayo main di dalam saja," balasku langsung berdiri.

Aku berjalan masuk ke dalam rumah untuk bermain bersama Risma, saat sudah masuk ke dalam kamarnya, aku melihat betapa banyaknya mainan yang dia beli selama ini. “Ini mah bukan sedikit, Ris. Tapi banyak yang kamu beli, katanya aja cuman beli sedikit," omelku padanya, sambil memicingkan mata.

Risma hanya cengengesan saja, lalu dia menarik tanganku untuk masuk lebih dalam lagi, setelah itu kami duduk di lantai yang beralaskan tikar saja, setelah itu dia mengambil satu kresek dan membukanya, isinya ternyata sebuah boneka beruang berwarna ungu.

“MasyaAllah bagus banget bonekanya, ini dibeliin siapa, Ris?” tanyaku sambil memuji boneka Risma.

Risma menoleh ke arahku dengan senyuman, kemudian membalas, “Ini dibeliin sama ayah, Mbak. Dia bilang ini untuk mainan bersama Mbak Anna dan aku doang," jawabnya menjelaskan padaku.

Aku hanya manggut-manggut mengerti saja, lalu kami pun bermain boneka di kamar sambil bercanda bersama.

Saat sedang bermain, tiba-tiba aku merasakan mual, aku dengan pelan-pelan berdiri dan berjalan menuju ke kamar mandi, saat sudah sampai.

“Huek!”

Aku memuntahkan darah lagi dan kali ini lebih banyak dari sebelumnya, aku terduduk lemas dan untungnya ada kursinya jadi aku tidak jatuh di lantai.

“Ya Allah ... Kenapa harus seperti ini lagi ... Hamba tidak ingin libur sekolah lagi, biarkan hamba menikmati masa-masa bahagia ini bersama teman-teman,” lirihku dalam hati, sambil menangis.

Aku dengan cepat menyiram muntahan darah itu dengan air dan membersihkan mulutku agar kedua orang tuaku tidak mengetahuinya.

Saat sudah selesai semua dan memastikan semuanya sudah bersih, aku segera keluar dari kamar mandi untuk kembali bermain dengan Risma.

“Risma, Mbak Anna datang!” seruku sedikit berteriak, sambil berjalan menuju ke kamarnya.

Namun, tidak ada jawaban sama sekali, aku dengan terburu-buru berjalan dengan cepat meskipun sedikit terjatuh.

“Risma, kamu kenapa diam saja? Risma kamu ada apa?!” aku dengan langkah cepat langsung masuk ke dalam.

Kulihat adikku sudah tertidur saat aku pergi ke kamar mandi tadi, aku merasa lega karena dia baik-baik saja.

Aku menyelimuti nya setelah itu keluar dari kamar, kututup pintunya dengan pelan-pelan dan kembali ke ruang tamu untuk duduk, saat sudah sampai aku duduk di bawah dan mengambil camilan yang ada di atas rak TV.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HARAPAN YANG MEMBUATKU TERPURUK DALAM KESEDIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang