“Awal dari kebahagiaanku dan itu adalah hari di mana aku bertemu dengan dua guru Yang sangat berarti bagiku, yaitu pak Herru dan bu Dian.”
– Yana Tri Oktavia.Februari 2014.
Pagi yang cerah dan embun yang menyejukkan, kicauan burung-burung yang indah membuat suasana semakin indah.
Aku sudah siap dengan memakai baju santai dan celana panjang, aku akan mendaftar di sekolah SLB Krida Utama 2 Loceret di Nganjuk, Jawa Timur.
“Apa kamu sudah siap, Nak?” tanya Ibu padaku, sambil tersenyum.
Aku menoleh ke arah Ibu dan tersenyum.
“Iya, Buk. Aku sudah siap, kok.” jawabku tersenyum.
Aku berdiri dibantu oleh Nenekku yang ikut mengantarku untuk mendaftar ke sekolah itu.
Aku merasa gugup ketika ingin mendaftar ke sekolah karena kata orang-orang, setiap sekolahan SLB itu pasti gurunya galak-galak dan menyeramkan.
“Bismillah, semoga lancar dan tidak ada kendala, Aamiin Allahumma Aamiin,” batinku mengelus dada, dan menguatkan hati.
Aku dibantu oleh Ibu untuk menaiki motor, lalu Nenek duduk di belakangku dan kami berangkat.
Selama perjalanan tidak ada halangan apapun sampai Ibu menggodaku.
“Ciee, yang mau daftar sekolah pasti seneng dong,” godanya padaku, sambil terkekeh.
Aku cemberut, lalu menjawab, “Ya takut, Buk. Kata orang-orang guru SLB itu galak-galak sama murid juga,” jawabku masih cemberut.
Lalu Ibu terkekeh dan membalas ucapanku, “Tidak semua guru seperti itu, Nak. Kadang mereka seperti itu juga karena sayang, dan itu demi kebaikan semua murid juga," nasehatnya padaku.
Aku hanya mengangguk lalu menatap lurus ke depan, jalanan sangat ramai dengan pengendara yang berlalu lalang karena mereka berangkat untuk beraktivitas, ada yang pergi bekerja, sekolah hingga ada juga yang pergi ke sawah untuk menanam jagung ataupun padi.
Hingga beberapa menit kemudian akhirnya kami sampai di sebuah sekolahan yang sederhana namun ramai.
“Baik, bu!” aku mendengar suara siswa-siswi yang bersorak gembira di dalam kelas mereka.
“Ayo, An,” ajak Ibu padaku.
Aku hanya mengangguk dan berjalan memasuki area sekolahan, aku sedikit canggung karena ini kali pertama aku menginjakkan kaki di sebuah sekolah yang sejujurnya aku impikan.
"Jangan gugup," bisik Ibu yang menyemangatiku.
Aku hanya mengangguk dan menghela nafas untuk berusaha tetap tenang, kulangkahkan kaki untuk masuk ke dalam kelas yang jadi satu dengan kantor.
Saat masuk, aku melihat ada banyak sekali murid-murid dan dua guru di sana, Ibu membawaku duduk di kursi kantor.
Saat itu juga Ibu mulai berbicara dengan kepala sekolah mulai dari kekuranganku seperti apa, kelebihanku bagaimana, bahkan bisa membaca atau tidak, sedangkan aku melihat-lihat seisi kelas yang masih penuh dengan siswa-siswi yang belajar, di sana aku melihat ada seorang guru yang memakai kacamata, beliau tampak tegas dan bijaksana.
“Yana.”
Aku langsung menoleh saat kepala sekolah memanggilku, aku mengangguk karena masih merasa canggung dan malu saat berhadapan dengan orang asing.
“Yana mau sekolah di sini, ya. Nanti kamu bisa nambah pinter dan punya banyak teman,” tawarnya padaku, sambil tersenyum.Aku hanya terdiam, lalu menjawab dengan canggung, “I-iya, Bu. S-saya mau sekolah, supaya bisa menambah ilmu dan mempunyai banyak teman,” jawabku sedikit tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARAPAN YANG MEMBUATKU TERPURUK DALAM KESEDIHAN
Teen Fiction"Ayah ... Terima kasih untuk semangatnya ..." "Aku sayang Ayah ..." Yana Tri Oktavia, seorang gadis dengan keterbatasan fisik, menjalani hidupnya dengan keceriaan dan semangat. Sekolah Luar Biasa (SLB) di Nganjuk menjadi tempatnya menemukan kebahagi...