“Malam yang panjang bersama Ayah dan keluarga, tapi ... Ada satu hal yang membuatku terkejut dari perkataan Ayah.”
–Yana Tri Oktavia.Malam yang gelap, suasana yang sedikit ramai bahkan hawanya yang dingin, mampu menusuk ke sel-sel kulit ku, kini aku tengah mengerjakan PR yang diberikan oleh bu Dian, lalu Ayah datang menghampiri ku sambil tersenyum.
“Nak, nanti Ayah sama ibu mau ke pasar malam, kamu cepetan ngerjain PR nya biar enggak ditinggal,” katanya padaku, sambil mengelus kepalaku.
Aku menoleh ke arahnya, lalu menjawab, “Iya, Ayah. Ini juga sebentar lagi mau selesai, kok. Ayah tunggu saja di luar nanti aku akan menyusul!” jawabku padanya, masih fokus mengerjakan tugas sekolah.
Ayah mengangguk padaku dan keluar dari kamarku, aku dengan cepat menyelesaikan tugas sekolahku, setelah selesai semua kuraih tasku dan kumasukan alat tulis beserta buku tadi ke dalam tas.
Lalu aku mengambil jaket dan memakainya dibantu oleh Ibu, saat sudah rapi semuanya aku berjalan keluar dari rumah dan naik motor, aku duduk di depan sedangkan Ibu dan Risma duduk di belakang.
“Ayah, nanti aku naik balon udara, ya. Soalnya pengen, hehehe,” cakap Risma yang duduk di belakang, sambil cengengesan.
Ayah tertawa ringan, lalu menjawab, “Iya, tapi nanti kamu nyungsep di tanah, lagian ini pasar malam mana ada balon udara seperti itu adanya juga di kota, Ris,” jawabnya terkekeh, sambil memegang perutku.
Aku ikut tertawa cekikikan karena mendengar perbincangan mereka berdua, lalu aku menyahut, “Bukan hanya nyungsep saja, tapi jatuh ke lumpur lumpur iya, ahaha!” tawaku lepas.
“Yee kalian mah bukannya mendukung tapi malah mengejek,” omelnya yang kedengaran sedang kesal.
“Lagian kamu mintanya aneh-aneh aja, di sana itu adanya jajanan sama mainan,” tambah Ibu menimpali kata-kata Risma, sambil terkekeh.
Aku menggelengkan kepala karena tidak kuat menahan tawa, ditambah lagi Ayah yang terus saja mengejek Risma yang sikapnya terkadang suka bikin naik darah.
“Astagfirullah udah, Yah. Enggak kuat aku,” kataku masih diiringi oleh tawa.
Beberapa menit kemudian, akhirnya kami dampak di pasar malam, Ayah memarkir motor di parkiran, lalu dia menyusul Ibu dan Risma sambil menggendong aku.
“Kita kerjain Risma, yuk?” ajaknya secara tiba-tiba, sambil tersenyum memberi kode.
Aku menggelengkan kepala, lalu membalas, “Ayah jangan aneh-aneh dulu, di sini banyak orang lho, nanti malu aku kalau dilihatin sama mereka,” balasku melarang Ayah, dengan memasang wajah tegang.
Ayah kelihatan ngambek dan akhirnya dia mendiami ku beberapa menit, lalu aku menggodanya, “Halah pakai acara ngambek segala, ingat umur, Ayah.” Setelah itu aku tertawa lagi.
Ayah ikut tertawa dan mencium pipi ku karena dia merasa gemas, “Kamu ini berhasil membuat Ayah kembali tertawa,” ucapnya masih mencium pipiku.
Aku meredakan suara tawaku, lalu mengomel, “Yeee salah sendiri orang Ayah udah tua kok, ngambek enggak malu apa sama---” perkataanku terjeda karena Ayah mencubit bibirku.
“Ngomel mulu nih mulut cabe mu, Ayah cubit baru tau rasa kamu,” omelnya masih mencubit bibirku.
Setelah itu Ayah melepas bibirku lalu aku cemberut karena kesal, dan kami pun melanjutkan perjalanan.
“Ayah! Mbak Anna! Ayo sini!” seru Risma memanggil kami berdua.
Ayah pun berjalan mendekati mereka yang berada di sebuah warung nasi pecel karena itu makanan favoritku sejak kecil dan makanan khas dari Nganjuk juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARAPAN YANG MEMBUATKU TERPURUK DALAM KESEDIHAN
Teen Fiction"Ayah ... Terima kasih untuk semangatnya ..." "Aku sayang Ayah ..." Yana Tri Oktavia, seorang gadis dengan keterbatasan fisik, menjalani hidupnya dengan keceriaan dan semangat. Sekolah Luar Biasa (SLB) di Nganjuk menjadi tempatnya menemukan kebahagi...