009. Dingin Yang Tak Biasa

229 59 13
                                    

Arsen tiba di rumah pukul sepuluh malam, saat itu rumahnya sudah begitu sepi. Hanya suara tv yang menyala di ruang tengahlah yang terdengar. Membuatnya yang hendak melewati ruang tengah pun menoleh.

"Loh, Mas, kok baru pulang?" Tegura itu, bersamaan dengan Papinya yang sedang menikmati acara tv pun menoleh.

Bergumam menjawab, Arsen pun bergerak mendekat. Melangkah ke arah sofa yang di duduki Papi dan Maminya-yang kini mengambil tempat duduk di samping Papinya dengan segelas air. Mungkin Maminya itu dari  dapur dan mengambilkan Papinya air.

"Gimana kerjaan kamu? Papi perhatiin akhir-akhir ini kamu sibuk banget."

"Dia itu lebih sibuk dari Papi tahu, Pi. Dia bahkan jarang di rumah akhir-akhir ini. Kerja aja terus."

Arsen hanya mendelik mendengar sindiran Maminya itu. Sedang Papinya hanya terkekeh samar.

"Untung deh calon mantu Mami sabar banget. Coba aja kalau enggak? Siapa coba yang tahan sama sikap kamu yang begini, Mas." Omel Alyzaa lagi.

Arsen yang mendengar omelan Maminya hanya menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa, pura-pura sibuk dengan tayangan tv.

"Tuh, dikasih tahu juga, begitu, Pi."

"Dia kerja juga buat Rachela, Mi."

"Ya, tapi jangan terlalu sibuk dong, Pi. Rachela yang sibuk aja kadang masih sempetin datang ke sini, nemenin Mami. Dia bahkan tadi mau repot-repot bantuin Mami masak makan siang. Habis itu padahal dia nggak bisa makan siang bareng karn sibuk. Coba begitu-"

"Rachela bantuin masak, Mami?" Seru Arsen cepat. Tidak bisa menutupi wajah terkejutnya. Tubuhnya pun kini bangkit dan duduk tegak.

"Iya." Ketus Alyzaa. Yang kini membuat suaminya mengusap-usap punggung tangannya. Seakan berusaha mereda kekesalan wanita itu. "Tapi habis itu dia bilang sibuk mangkannya dia nggak bisa datang buat makan siang bareng. Dia juga awalnya mau jemput kamu di banda-Loh, Mas, mau ke mana?" Seru Alyzaa begitu putranya bangkit dengan buru-buru.

Bergerak menjauh hingga membuatnya kini memutar tubuhnya guna mengikuti pergerakan putranya yang buru-buru. Membuat suaminya pun melakukan hal serupa.

"Keluar, sebentar."

"Loh-

"Udah biarin aja." Seru Ares, menarik tubuh istrinya untuk menghadap ke arah tv.

"Dia baru pulang, Pi. Mau ke mana lagi coba dia jam segini?" Seru Alyzaa, kepalanya kembali berputar ke arah di mana tidak terlihat lagi putranya.

"Ke mana lagi emangnya setelah dengar nama Rachela kamu sebut-sebut?"

Alyzaa cemberut. Meski begitu tak urung senyumnya terbit. "Gitu aja kalau di suruh nikah susah. Baru denger namanya aja suka panik sendiri begitu. Di tinggal nikah baru tahu rasa nanti dia!"

Ares terkekeh mendengar itu. "Kayak kamu bakal rela aja kalau Rachela nikah sama orang lain selain anak kamu itu." Ujarnya. Yang dibalas Alyzaa dengan tawa renyah mengudara.

Tentu saja, suaminya tahu bagaimana dia sangat menyayangi tunangan putranya itu.

*****

Arsen tiba di depan rumah yang keadaan rumah itu masih terlihat gelap. Belum ada pencahayaan apa pun di sana-yang menandakan jika sang pemilik rumah belum pulang. Menatap jam di pergelangan tangannya, umpatan nyaris saja keluar begitu menemukan jika jam menunjukkan nyaris jam sebelas malam. Jam yang seharusnya sudah membuat wanita itu berada di rumah, atau jika pun dia pulang sedikit terlambat, dia akan tiba sebentar lagi.

Dia bertahan di tempatnya, berkali-kali menatap ke arah kaca sepion untuk memastikan sesuatu. Sesekali jarinya akan mengetuk-ngetuk di atas stir. Sesekali juga, kepalanya akan berputar. Menoleh ke arah belakang. Seolah memastikan sesuatu.

STAY (Titik Henti)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang