003. Dekat Yang Asing (end)

265 49 15
                                    

Rachela tiba di rumahnya pukul sebelas malam. Jam yang sudah cukup larut untuk dirinya yang biasanya pulang pukul sembilan atau bahkan sepuluh. Sesibuk apa pun dirinya, dia tidak pernah pulang lewat pukul sepuluh malam. Selain dia tidak ingin melewati jam malam-yang ia tetapkan untuk dirinya sendiri. Jarak rumah tempat tinggal Rachela cukup jauh dengan butiknya, dan pulang terlalu larut untuk seorang wanita sepertinya-yang hanya mengandalkan dirinya sendiri. Itu akan merepotkan nanti.

Dulu, dia bahkan pernah mengalami insiden mengerikan saat sepulang mengerjakan tugas kuliahnya, di mana mobilnya mogok dan dia kebingungan seorang diri. Mungkin dia bisa menghubungi bengkel, tapi di malam yang gelap, seorang diri di luar rumah tanpa bisa menghubungi siapa pun, untuk mengabarkan keadaannya, Rachela kira itu bukan sesuatu yang bisa ia ulangi. Karna itu dia memutuskan untuk tidak pernah pulang selarut apa pun. Dia akan pulang tidak lebih dari jam sepuluh malam.

Rachela masuk ke dalam rumah, berdiri di tengah pintu dengan pandangan lurus. Setiap dia pulang, suasana gelap gulita adalah pemandangan biasa.

Sepi, gelap, juga tidak ada siapa pun.

Rachela menghela nafas, menutup pintu sebelum bergerak mencari saklar lampu. Merubah suasana gelap menjadi terang. Dia bergerak lebih dalam ke dalam rumah, satu-satunya peninggalan ibunya yang ia punya.

Satu-satunya yang ia miliki untuk menyimpan semua kenangan bersama ibunya dulu.

Kakinya bergarak ke arah dapur, tangannya meletakkan tasnya di atas meja pantri begitu ia tiba di sana. Lalu,melangkah ke mesin pendingin, meraih botol air dingin dari sana. Lagi, kakinya bergerak untuk meraih gelas, membawanya kembali ke arah meja pantri. Dia letakkan botol air dingin di sana, juga gelas, tepat di samping tasnya yang tergeletak di atas meja pantri. Tidak ada yang ia lakukan selain duduk di stool. Memandangi bulir-bulir air dari botol berisi air dingin itu.

Lama ia tatap. Sampai kedua matanya mulai berembun.

Merasakan suasana hatinya yang mulai memburuk, Rachela kembali turun dari stool, menarik lengan bajunya sampai siku. Menggulung rambutnya asal dengan karet yang berada di pergelangan tangannya. Lalu, membuka pintu rak-rak di sana, mengeluarkan semua isinya. Membawanya ke arah wastafel tempat mencuci piring.

Setiap kali suasana hatinya mulai memburuk, Rachela butuh kegiatan yang bisa membuatnya merasa kelelahan. Kegiatan yang bisa membuatnya sedikit mengurangi rasa kosong di sana.

Padahal, dia yang memilih hidup dalam kekosongan ini. Memilih menjauh dari segala riuk juga bising orang-orang terdekatnya.

Rachela mencuci segala peralatan yang berada di dapur. Mencucinya, menumpuknya, dia juga mengelapnya. Berharap segala ingatan tentang siang tadi musnah. Hilang tanpa meninggalkan ruang kosong di sana. Malam itu, Rachela juga membersihkan lantai. Tanpa peduli jika jam telah menunjukkan lewat tengah malam. Tapi, dia butuh lelah agar matanya bisa beristirahat dengan cepat. Tanpa memikirkan apa pun lagi.

Rachela baru berhenti setelah pukul satu malam, setelah mengelap semua meja dan menvacum semua sofa. Dia benar-benar melakukannya tanpa peduli pukul berapa saat ini.

Selesai mandilah dia baru kembali ke dapur, meraih botol air dingin-yang dibawah botol itu telah basah oleh bulir-bulir air. Meninggalkan jejak melingkar dan basah. Setelah menegak isinya, Rachela melangkah ke arah sofa, menghidupkan tv dan berbaring di sana.

Membiarkan suara bising dari sana memenuhi rumah minimalis itu. Hingga, berangsur-angsur kedua matanya terpejam. Ia terlelap tanpa memikirkan apa-apa. Tanpa mengingat sesuatu yang tak seharusnya ia ingat.

****

"Mas, mau susu?"

Arsel yang mendengar tawaran dari Maminya pun menoleh, lalu menggeleng membuat wanita berdress bunga-bunga itu berdecak. Tanpa peduli dengan jawabannya, dia menungkan cairan berwarna putih itu ke dalam gelasnya. Tersenyum puas saat gantian Arsen yang berdecak.

STAY (Titik Henti)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang