- Garis keberuntungan -

822 71 5
                                    

Ivan datang dan langsung duduk di tengah tengah alaric dan aira "Adek ada masalah sayang?" Tanga ivan langsung merangkul pundak putri bungsunya itu.

Melihat itu alaric menjadi panas sendiri. Ia berpindah duduk di samping aira, ikut merangkul aira setelah menyingkirkan lengan ivan dari sana. "Ck. Anak papa ini, masih aja posesif" sindir ivan kepada alaric.

"Papa kan punya mama, sana rangkul istri sendiri. Kenapa sih hobi nya ngambil punya abang"

"Udah abang diem— adek? Adek ada masalah, nak?"

"Ga ada papa, adek ga ada masalah apa apa" jawab aira santai, meyakinkan ivan jika dirinya memang tidak dalam masalah apa apa.

"Terus? Kenapa bahas datang bulan datang bulan sama abang? Datang bulan adek ga teratur? Adek lagi stres? Banyak pikiran? Atau kenapa?"

"Pa, adek beneran gapapa loh. Datang bulan adek juga teratur. Lagian kenapa memangnya adek bahas datang bulan sama abang?"

"Ya itu kan hal perempuan nak, lagian abang mana ngerti gitu gituan? Kalau adek nanya ke papa, papa tau dikit dikit lah" ucap ivan lalu mengejek alaric dari tempat duduknya.

"Walaupun abang belum punya istri kaya papa, tapi abang tau semua soal perempuan. Yang abang adepin dari kecil tuh perempuan nakal kaya adek nih"

"Ih adek ga nakal ya, mama tu yang nakal suka banget jailin anak nya. Kasih anak lagi deh pa, biar ga jailin adek terus" sepertinya kekesalan aira pada alisha masih tersisa sedikit.

Ivan tiba tiba berdiri membuat alaric dan aira sedikit terkejut, "adek bener. Kayanya memang harus di hamilin lagi deh orang tua satu itu biar ga jailin adek terus. Yaudah kalau gitu, papa mau bikin adek dulu. Kalian berdua, jangan lama lama di luar. Ini udah malam, bawa adek nya masuk bang"

"Siap bos. Bikin yang banyak ya bos" ucap alaric sembari memberikan hormat nya kepada ivan. Ivan membalas dengan gerakan hormat pula. Tak lupa dengan tos ala ala pria sejati, sebelum ivan masuk kedalam rumah, meninggalkan alaric dan aira di halaman depan.

"Lucu juga ya orang tua kita" celetuk aira menatap punggung ivan yang mulai hilang dibalik pintu utama.

"Lucu juga ya, kalau adik kita sama anak kita seumuran" alaric ikut berceletuk memandang pintu utama rumah mereka.

"Ga ya bang. Kalau nanti anak mama papa sama anak kita lahirnya beda jenis kelamin terus mereka saling suka kaya adek sama abang, bisa berabe. Kalau adek sama abang bisa nikah karna kita ga sedarah, tapi kalau anak mama papa sama anak kita nanti mana bisa, mereka udah pasti sedarah"

"Hahaha yaudah iya engga. Tapi, kalau kita ikut bikin anak kaya mama papa sekarang lucu kali ya dek"

PLAK. satu tamparan yang lumayan keras mendarat di paha mulus alaric yang terekspos karena alaric hanya memakasi celana pendek di atas lutut. "Kalau ngomong suka ga mikir sih bang, malesin banget. Udah ah, adek mau masuk. Mau tidur"

"Tidur sama abang sayang" teriak alaric sambil mengikuti aira yang sudah berjalan masuk kedalam rumah.

"Ssstttt ga ada. Aira mau tidur di kamar sama raisa"

Saat alaric dan aira hendak menuju kamar , suara yang tak asing terdengar di telinga mereka yang sudah pasti berasal dari jamsr ivan dan alisha. Suar itu berasal dari kamar orang tua mereka, karena memang untuk sampai di kamar masing masing, mereka akan melewati kamar alisha dan ivan terlebih dahulu.

Alaric dan aira salinh tatap tatapan. Mereka sedikit mendekat ke arah pintu kamar alisha dan ivan, ternyata pintu itu tidak tertutup sempur. Suara desahan alisha dan ivan beradu dan terdengar hingga keluar kamar.

Unexpected BondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang