JANGAN NUMPANG BACA DOANG YA.
KETIK JUGA KOMENTAR!
.
.
.Dua hari berlalu, Kenzie belum juga sadarkan diri. Ny. Roos jadi teramat gundah memandangi sang menantu yang masih terbaring lemah. Di sebelahnya ada seorang dokter spesialis Omega yang tak lain adalah sahabat beliau.
"Tenanglah, ini sudah hari ke lima. Kemungkinan dalam waktu dekat, dia akan terbangun." dr. Anna berusaha menenangkan.
"Aku mengkhawatirkannya." Ny. Roos terisak.
"Padahal tidak akan separah ini jika Darren menemani. Mengapa tidak diberitahu saja bahwa mereka adalah Soulbond?"
"Mereka harus berjuang untuk saling mencintai tanpa bayang-bayang soulbond."
"Well, setidaknya mereka tidak akan mati hanya karena menahan diri."
Ny. Roos mengangguk setuju. "Tidak semua orang mendapat anugrah memiliki Soulbond. Jadi mereka harus berjuang mempertahankannya."
Sesaat kemudian, Omega yang tengah terbaring lemah di atas ranjang melenguh dan membuka matanya.
Setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, Kenzie dinyatakan sehat dan kembali ke rumah pada esok hari.
Darren tetap tak bisa dihubungi sampai waktu yang di janjikannya tiba. Dia pulang tepat di hari ke tujuh.
Saat Ny. Roos menceritakan keadaan Kenzie, Alpha itu hanya memohon maaf penuh sesal.
"Maaf, Bu. Ren tidak tahu akan separah ini."
"Kamu lupa bahwa dia baru menjadi Omega selama satu tahun?"
" ... "
Tak ada jawaban dari sang putra membuat Ny. Roos berbicara lagi. "Ibu akan meminta Dr. Anna untuk mengajari Kenzie banyak hal, dia harus belajar mengendalikan diri agar tidak terus-terusan menderita jika Alpha-nya tak ingin menyentuh."
Kepala Darren berdenyut, pikirannya berkecambuk. "Ren melihat Kenzie dulu ya, Bu?"
"Lebih baik tidak usah jika terpaksa."
Rupa-rupanya sang ibu masih merajuk. Darren memeluk dan mengecup pipi Ny. Roos. "Alpha ini juga merindukan Omega-nya, Bu."
Ny. Roos membiarkan saat putranya menaiki lift yang akan membawanya ke kamar menemui Kenzie.
Di sana, Darren mendapati Omega-nya terlihat pulas. Dia membersihkan diri dalam diam kemudian merambat naik ke atas ranjang, meraih Kenzie dalam pelukan. Aromanya membuat perasaan Darren menghangat.
'Maaf, Zie. Aku tidak bertemu dengan siapa pun. Aku hanya takut tak bisa mengontrol instingku yang sangat ingin menandaimu. Perasaan ini masih abu-abu. Jika gegabah menandai, aku takut kita akan kesulitan di kemudian hari.' Penjelasan dalam batin itu tak memperngaruhi apa pun.