*
"Saat seseorang menjauhi keluarganya, tidak dengan aku yang berusaha mencari ibuku. Aku benar-benar merindukannya, meski tak tau wajahnya."
— Kallen Pujarsta —
***
Setelah banyak pertimbangan, akhirnya Yasa memutuskan untuk pergi ke jembatan gantung guna menemui Kallen. Sebenarnya, ia lebih ke arah penasaran, tentang bagaimana Kallen bisa mengetahui identitas dirinya. Sementara, ia sendiri tidak tau siapa Kallen. Jika Kallen mengenalnya, seharusnya ia juga mengenal Kallen. Entah di mana laki-laki itu pernah bertemu dengannya. Meski berapa kali pun ia coba mengingatnya, nihil. Ia tak mengingat di mana pernah melihat wajah itu sebelumnya.
"Setelah bertemu, aku harus bertanya," gumam Yasa sembari terus melangkah, menyusuri trotoar jalanan yang lengang. Tidak banyak kendaraan yang berlalu-lalang.
"Semoga bi Rais tidak curiga aku berbohong," gumamnya lagi, teringat alasannya keluar dari rumah adalah untuk ke pasar. Padahal ia pun tak tau arah ke pasar. Hanya menghafal letak jembatan gantung dan rumah.
Tak lama berjalan, Yasa akhirnya tiba di jembatan gantung. Ia bisa melihat dari trotoar berseberangan, di pagar pembatas itu, seorang laki-laki yang ia yakini adalah Kallen.
Yasa mendekat, berdehem pelan ketika sudah berada di samping laki-laki itu. Seperti dugaannya, benar bahwa laki-laki itu adalah Kallen.
"Gue pikir lo gak bakal dateng. Mayan dua hari gue nunggu lo di sini."
Yasa mendecih, padahal bukan salahnya. Siapa suruh laki-laki itu hanya mengatakan bertemu di jembatan tanpa tau kapan harus bertemu. Tidak ada petunjuk waktu, sehingga ia molor bertemu dengan laki-laki ini.
"Nih!" Yasa mengernyit kala Kallen memberikan selembar kertas padanya. "Itu nomer telepon gue. Lo bisa hubungi gue lewat situ mulai sekarang."
"Loh, ngapain?"
Kallen menghembuskan napas pelan. Mau tidak mau harus menjelaskan tujuannya berada di abad ini.
"Lo udah makan? Gue belum, jadi ayo temenin gue." Laki-laki itu berbalik lebih dulu, membuat Yasa mendecak. Jika tak ingat dirinya penasaran, Yasa merasa ogah harus membuntuti laki-laki itu.
Akhirnya, mereka berdua berjalan kaki menuju pasar. Padahal sebenarnya bisa saja mereka makan di warung yang tak jauh dari jembatan gantung. Namun, Kallen malah membawanya ke pasar yang jaraknya tidak terlalu jauh, tetapi berhasil membuat Yasa pegal.
"Kenapa sih bawa aku ke pasar?" protes Yasa begitu mereka tiba di pasar.
Kallen seperti biasa tak langsung menjawab, sebaliknya ia menarik tangan Yasa. Melindungi gadis itu ke belakang punggungnya dari ramainya orang berlalu-lalang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Forget Me!
Fantasy= Time Travellers = * Bagaimana jadinya jika seseorang yang jatuh dari ketinggian, bukannya mati, tiba-tiba berada di akhir abad 20? Itulah yang dialami Liyasa Asmira, gadis yang berharap mati karena lelah dengan beban hidupnya. Namun, justru berada...