= Prolog =

39 17 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*


Suara tamparan di ruang tengah sederhana tersebut membuat wanita paruh baya itu terdiam. Terkejut dengan tangannya yang bergerak begitu saja, melayang ke arah pipi mulus gadis di hadapannya. Sementara gadis itu memegangi pipinya, menatap tak percaya pada sang ibu.

Gadis itu menggeleng, "Ini yang namanya sayang, Ma? Nampar anak sendiri? Begitukah bentuk kasih sayang itu?"

"Bu-bukan begitu, Yasa. Mama bisa jelasin, kamu yang tenang dulu ya. Kita bicara baik-baik," sahut wanita itu panik. Berusaha meraih sang anak, ingin menjelaskan bahwa ia tak sengaja melakukannya.

Masih dengan mata berkaca-kaca, gadis itu menggeleng lagi. "Gak ada yang bisa dibicarain lagi, Ma. Semuanya hancur. Padahal aku nahan ini sampai lulus kuliah nanti, tapi Mama hancurin semuanya. Pertahanan yang udah aku bangun dengan lapang dada berusaha nyatuin Mama sama papa ... udah gak ada."

Gadis itu mulai kesusahan menarik napasnya, sebab rasa sesak yang ditahannya. Tanpa bisa dibendung lagi, isakan lolos begitu saja. Namun, ia segera menghapus bulir air yang mengalir di pipinya. Kini menatap lurus kedua netra ibunya yang terlihat bergetar cemas.

"Maaf, Ma, kalo aku bukan anak yang bisa Mama banggain di depan orang-orang. Maaf, karena sampai saat ini kita masih hidup dalam ekonomi menengah, gak seperti teman-teman Mama. Maaf juga Ma, kali ini aku benar-benar kecewa. Jadi, ...."

Jeda. Gadis itu menarik napas panjang sebelum melanjutkan. Seraya berusaha agar tak menumpahkan tangisnya kali itu juga.

"Jadi, aku berhenti untuk berusaha, Ma. Aku lelah. Jangan cari aku lagi, let's forget me. Goodbye."

Setelah mengatakan itu, si gadis berbalik. Pergi meninggalkan sang mama yang mematung.

Gadis itu pergi tak tau arah, hingga langkahnya berhenti tepat di jembatan gantung kota. Ia menatap nanar kerlap-kerlip lampu lalu lintas di bawah sana.

"Harusnya aku gak pernah ada, 'kan?"

Gadis itu tersenyum miris, mengingat bagaimana keadaan keluarganya sekarang. Hancur. Hanya karena ego.

"Aku berharap mama sama papa bahagia."

Gadis itu naik ke besi pembatas, melepaskan kedua tangannya, dan ....

Brak!

Tubuhnya jatuh bebas mengenai jalanan aspal di bawah sana.

***

"Nak, bangun."

Gadis itu mengerjap-ngerjap, menyesuaikan cahaya yang masuk pada pupilnya. Kemudian melihat sekeliling yang rimbun dipenuhi tanaman.

"Apa kamu tersesat?"

Refleks gadis itu menoleh, terkejut. "A-anda siapa? A-aku di mana?!"

***


Let's Forget Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang