= 8. Yang Berharga Membuat Luka =

29 18 0
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

"Orang tua itu berharga, Sa. Jangan pernah benci mereka, karena berkat mereka, lo ada di dunia ini. Meski berkali-kali kadang mereka buat kita luka."

- Mitany Akeela -

***

"Yasa?"

"Eh?" Yasa mengerjap, mendapati bi Rais yang tiba-tiba menyembulkan kepala di pintu kamarnya.

"Kamu udah ke mana tadi? Lama banget ke pasarnya," tanya bi Rais mulai memasuki kamar gadis itu dan duduk di sisi ranjang.

"Anu, aku pergi ke pasar abis itu diajak temen pergi ke taman. Jadinya pulang kesorean," jawab Yasa sambil menyengir.

"Temen apa temen nih?" kekeh bi Rais, berniat menggoda gadis itu lantaran pulang diantar pemuda tampan.

"Temen doang kok, Bi. Baru ...." Yasa tiba-tiba teringat ucapan Kallen yang bersedia menjadi relawan tambahan untuk membantu Mita.

"Baru apa, Sa?" bingung bi Rais karena Yasa tak melanjutkan kalimatnya.

"Dia mau jadi relawan baru, Bi. Aku lupa kasih tau Mita. Sekarang Mita di mana ya, Bi?"

Bibir wanita paruh baya itu membulat, dengan kepala yang mengangguk-angguk kecil. "Coba kamu cari ke rumahnya."

"Tapi tadi aku lihat rumahnya gelap."

"Mungkin dia di dalam, soalnya ayah sama ibunya lagi keluar. Ada urusan keluarga gitu, jadi kamu coba cari ke kamarnya nanti," jelas bi Rais.

Yasa mengangguk, lantas pamit pada bi Rais untuk pergi ke rumah Mita yang berseberangan dengan rumah bi Rais. Gadis itu keluar dari rumah setelah dipersilakan, sembari bersyukur karena bi Rais tak mencercanya dengan banyak pertanyaan. Untung saja ia segera ingat perihal projek Mita.

"Mita?" Yasa mengetuk beberapa kali pintu di hadapannya sambil terus memanggil.

Panggilan kelima kalinya, akhirnya ada sahutan di dalam sana. Menyuruh Yasa untuk masuk dan tidak lupa menutup kembali pintunya.

Gadis itu disambut oleh sekeliling yang gelap begitu menutup pintu rumah Mita. Tangannya meraba dinding di samping pintu, mencoba mencari saklar lampu.

"Tidak berubah," gumam Yasa setelah berhasil menyalakan lampu. Ia tersenyum simpul, sedikit mengais ingatannya tentang rumah ini. Ternyata tidak banyak yang berubah, meski dulu ia hanya datang dua kali ke rumah ini.

Seruan dari kamar Mita membuat Yasa meninggalkan nostalgianya. Langkahnya ia pacu menuju kamar dengan pintu berwarna coklat, yang ia yakini kamar mamanya saat muda dulu.

"Aku boleh masuk, Mit?" tanya Yasa setelah mengetuk pintu tersebut.

"Masuk aja, gue gak kunci." Mita menyahut dari dalam. Membuat Yasa menekan kenop pintu dan ....

Let's Forget Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang