Summer Heat

603 124 40
                                    

Di tengah keramaian festival yang tak henti-hentinya, aku—Teuchi—tetap berdiri di balik meja stand ramenku, sibuk menyiapkan mangkuk demi mangkuk ramen untuk para pelanggan yang terus berdatangan.

Tangan-tanganku sudah terbiasa bergerak cepat, memasukkan mi ke dalam kuah panas, menaburkan topping, dan menyajikan pesanan tanpa henti. Namun, meski sibuk, mataku tak pernah lepas dari sekelilingku, terutama pada wajah-wajah yang sudah kukenal sejak lama.

Aku memperhatikan bagaimana pengunjung festival berlalu lalang di depan stand, banyak dari mereka mengenakan kimono warna-warni, dengan wajah penuh senyuman. Cahaya lampion yang menggantung di atas kepala mereka menambah kehangatan suasana, sementara aroma makanan dari berbagai stand memenuhi udara, bersatu dengan tawa dan obrolan riang.

Naruto datang dengan suara kerasnya yang khas, memanggilku dari kejauhan. "Pamaaan! Kami sangat lapar!" suaranya memekakkan telinga, tapi tetap saja membuatku tersenyum.

Aku memperhatikan dia mendekat, membawa serta seorang pemuda yang tak kalah menarik perhatianku—Sasuke Uchiha. Sasuke tampak begitu gagah dengan seragam kepolisiannya, berkibar ringan tertiup angin malam. Dengan pedang di punggungnya, dia benar-benar mencerminkan sosok ayahnya, Fugaku. Namun, wajah Sasuke lebih lembut, lebih mirip Mikoto. Ada keheningan yang selalu menyelimutinya, sesuatu yang membuatku bertanya-tanya apa yang sebenarnya berkecamuk di dalam pikirannya.

"Oh, Bozu. Kau terlihat tampan memakai seragam itu," aku menyapanya dengan nada ramah, berharap bisa memancing senyuman darinya.

Tapi, seperti biasa, Sasuke hanya mengangguk kecil, memberikan gumaman singkat, “Terima kasih.”

Tak lama kemudian, Sakura, Ino, dan Hinata muncul, ketiganya terlihat lelah namun tetap semangat. Aku selalu kagum pada para wanita muda ini—mereka kuat, penuh tekad, dan tak pernah menyerah meski festival membuat mereka kewalahan.

"Ah, lelah sekaliiii, pengunjung stan bungaku membludak," keluh Ino dengan suara lantangnya, disusul Sakura yang mengeluh tentang betapa penuh festival tahun ini.

Aku memandang sekitar, mencari tempat duduk yang kosong. "Tunggu sebentar ya, kalian berdiri dulu, waiting list, hahaha," kataku dengan sedikit canda. Rasanya lucu melihat bagaimana mereka rela menunggu di tengah kesibukan festival ini, hanya demi semangkuk ramen.

Akhirnya, ada dua pelanggan yang selesai makan, dan aku menawarkan meja pada Naruto dan kawan-kawannya. Seperti biasa, Naruto tak menunggu lama untuk langsung duduk dan memesan dengan semangat. "Aku dulu yaaaa! Aku sudah lapar sekali!" serunya, membuatku tertawa kecil.

"Aku juga ya, aku harus kembali ke stand." Ino memamerkan senyumnya.

"Iya. Makan sana, Ino-buta." Sakura mengisyaratkan agar Ino makan terlebih dulu.

"Sakura-neesan, ada yang terluka di wahana ombak air." Moegi dengan terengah-engah menyusul Sakura. Tanpa berpikir lama, Sakura langsung keluar dari stand-ku.

Sementara Naruto dan Ino sibuk makan, aku tetap memperhatikan Hinata dan Sasuke yang berdiri di dekat pintu. Hinata tampak gelisah, seperti biasanya ketika berada di dekat Sasuke. Dia selalu begitu, sedikit canggung, namun tak pernah bisa menyembunyikan perasaan yang jelas terpancar dari wajahnya setiap kali melihat pria itu.

Ketika Naruto dan Ino akhirnya pergi, hanya Hinata dan Sasuke yang tersisa di depan stand. Mereka tampak ragu untuk duduk, tapi setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk duduk bersisian di salah satu meja kosong. Aku mengamati mereka dari balik meja, tersenyum tipis. Rasanya ada sesuatu yang berbeda malam ini—entah apa, tapi ada ketegangan yang jelas terasa di antara mereka berdua.

Aku menyiapkan ramen pesanan mereka dengan hati-hati, berusaha mencuri dengar percakapan mereka. Bagiku, mereka seperti anak-anak yang sudah kuanggap keluarga, jadi mendengar bagaimana hidup mereka berkembang selalu membuatku penasaran.

ICHIRAKU RAMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang