38. Emosi yang tertahan

35 6 4
                                    

Brian menyapu ruangan dengan tatapan tajam, mencari sosok Zyva yang biasanya selalu ada di sekitar Queen, tapi kali ini menghilang. Brian dan Marvel pun baru menyadari bahwa Queen sudah sadar dan terlihat baik-baik saja.

"Zyva di mana?" tanya Brian dengan nada penuh kekhawatiran, menghentikan semua orang di ruangan itu. Gavin mengerutkan kening, lalu menoleh sekilas ke arah Queen, yang tampak pucat.

Queen menunduk, suaranya lemah. "Zyva... dia terluka, Brian. Gavin... dia-"

"Apa maksudmu dia terluka?" potong Brian dengan nada keras, melangkah maju dengan wajah penuh khawatir. "Apa yang terjadi pada Zyva?!"

Gavin menatap Brian dengan tatapan yang datar. "Aku memberikan sedikit pelajaran," jawab Gavin dingin, tanpa sedikit pun penyesalan di wajahnya.

Brian terdiam, berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya. Menghela nafas dan memijit hidung nya, Sudah ia duga sebelumnya pasti Gavin akan melukai salah dari mereka, tapi Brian tidak menyangka jika Gavin akan melukai Zyva.

"Apa kau gila?" Brian akhirnya bersuara, nadanya pelan namun penuh dengan emosi yang tertahan. "Zyva sudah banyak membantu kita! Tapi kau?! Kau malah melukai dia?"

Gavin menatap Brian dengan ekspresi dingin yang tidak berubah sedikit pun. "Membantu?" katanya dengan nada meremehkan.

Langkah Gavin semakin mendekat, hingga ia berdiri tetap di depan Brian, wajahnya penuh amarah yang tertahan. "Sekarang aku tanya, apa yang sebenarnya sudah dia lakukan untuk keluargaku? Selain membeli daging padaku?"

Brian terdiam. Apa yang dikatakan Gavin, memang benar. Zyva, sepupu Rey, memang tidak terlibat langsung dalam membantu mereka selama ini. Namun, Brian tidak sedang berbicara tentang bantuan langsung dari Zyva, melainkan tentang Rey, yang selalu setia di pihak mereka dan siap membantu kapan pun diperlukan. Namun, ia sadar bahwa Gavin tidak akan melihat perbedaan ini.

"Tapi Gavin... Zyva tidak berbuat salah. Kamu tidak seharusnya melakukan hal seperti itu padanya," jelas Brian dengan suara pelan, berusaha menenangkan emosinya yang memuncak. "Lagi pula, bukankah Rey selalu ada untuk kita? Zyva mungkin tidak banyak membantu, tapi dia adalah sepupu Rey. Aku hanya berpikir-"

Gavin langsung memotong dengan tatapan tajam. "Rey dan Zyva adalah dua orang yang berbeda, Brian. Jangan samakan mereka." Suaranya semakin rendah dan dingin, menambah ketegangan di antara mereka. "Aku tidak peduli siapa dia atau apa hubungannya dengan Rey. Jika seseorang tidak memberi tahu aku tentang apa yang terjadi pada adikku, atau menyembunyikan informasi, maka orang itu pantas mendapatkan apa yang seharusnya dia dapatkan."

Gavin melangkah lebih dekat ke Brian, mengabaikan intensitas tatapan yang dia dapatkan dari yang lain. "Kau dan yang lainnya beruntung tidak aku lukai," lanjutnya dengan suara rendah, hampir seperti ancaman. "Jangan buat aku kehilangan kendali lagi, Brian."

Brian hanya bisa menatap Gavin dengan ekspresi tak percaya. Gavin bukan hanya marah; dia hancur dan bingung oleh apa yang terjadi pada adiknya, Alvarez. Namun, menyerang mereka yang tidak bersalah, apalagi Zyva, bukanlah solusinya.

"Stop arguing at the hospital. Dan kalian semua, dengarkan baik-baik." Suara Gabriel tetap tenang, tapi kali ini lebih tegas, matanya menatap tajam ke arah Brian dan yang lainnya. "Kalian yang salah di sini, bukan Gavin. Kalian menyembunyikan kondisi adiknya yang sedang sekarat. Itu adalah kesalahan besar. Apa kalian pikir bisa menunggu waktu akan menyembuhkan racun itu? Bagaimana kalau racun itu menyebar ke seluruh tubuhnya?"

Gabriel menghela napas panjang, menahan rasa frustrasinya. "Gavin punya alasan untuk marah. Kalian menempatkannya dalam situasi di mana dia tidak tahu apa-apa, sementara adiknya hampir mati. Apa yang kalian harapkan? Bahwa semuanya akan baik-baik saja hanya dengan berdiam diri? Ini bukan soal apa yang benar atau salah lagi, ini soal nyawa. Nyawa seseorang yang sangat berarti baginya."

Mereka semua terdiam dengan penyesalan. Gabriel benar. Mereka semua salah karena tidak memberitahu Gavin tentang kondisi Alvarez.

Gavin tetap berdiri di sana, masih dengan sikap angkuh dan dingin. Tatapan dinginnya tidak berubah. "Dengar baik-baik," lanjut Gabriel, suaranya kembali tegas. "Kalian tidak bisa mengambil keputusan sepihak dan berpikir itu demi kebaikan tanpa memberitahu orang yang seharusnya tahu. Itu kesalahan fatal. Dan kesalahan seperti itu bisa membuat orang kehilangan nyawa."

Gabriel menatap Gavin sejenak, lalu kembali menatap yang lain. "Mulai sekarang, jangan ada lagi rahasia di antara kalian. Jika ada sesuatu yang terjadi, apapun itu, sampaikan. Karena jika kalian terus bermain dengan informasi, kalian hanya akan menghancurkan diri sendiri."

Brian akhirnya menghela napas, merasa sedikit lega bahwa setidaknya ada yang menghentikan pertengkaran ini. Gabriel melangkah keluar, meninggalkan keheningan di antara mereka.

 Gabriel melangkah keluar, meninggalkan keheningan di antara mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Semoga suka dengan cerita ini. Jangan lupa vote dan komen ya teman-teman. Thank you for everything🕊

Sampai jumpa dichapter selanjutnya 👋🏻

Two Handsome Killers <On Going> Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang