32. Kedatangan yang mengejutkan

91 36 7
                                    

"Kamu tunggu di sini aja, aku masuk duluan. Nanti kalau aku sudah suruh kamu masuk, baru kamu masuk, oke?!" ucap Zyva pada sahabatnya, nada suaranya tegas namun penuh antusiasme.

"Oke, Zyva! Tapi jangan lama-lama ya!" jawab sahabatnya dengan senyum gugup.

"Iya-iya," jawab Zyva sambil melangkah menuju pintu ruang rawat.

Dengan hati berdebar, Zyva membuka pintu ruang rawat Queen. Gavin dan Brian yang berada di dalam ruangan seketika terkejut melihat kedatangan Zyva yang tak terduga.

"Zyva? Sedang apa kamu di sini?" tanya Brian, matanya membelalak heran saat melihat gadis itu mendekati mereka.

"Tentu saja menjenguk sahabatku, Queen. Oh iya, Vin, kenapa adikmu bisa ada di sini? Apa dia sedang sakit?" tanya Zyva sambil melirik ke arah Alvarez yang terbaring di ranjang sebelah Queen.

"Dia tidak sakit, tapi habis tertembak oleh seseorang," jawab Brian, wajahnya mengeras mengingat kejadian itu. Gavin hanya mengangguk, membenarkan ucapan Brian.

"Astaga, bagaimana bisa? Dan apa orang itu sudah kamu bunuh? Lalu bagaimana kondisi Alvarez sekarang?" tanya Zyva, nadanya panik dan penasaran. Brian memijat pangkal hidungnya, merasa pusing dengan rentetan pertanyaan yang diajukan Zyva. Gavin hanya terdiam, matanya fokus pada Alvarez.

"Astaga, kau sangat cerewet seperti sepupumu! Kondisinya sudah baik-baik saja. Mungkin pelakunya sudah Gavin bunuh. Kau datang sendiri ke sini?" tanya Brian, mencoba meredakan rasa cemas yang dirasakannya.

"Tidak, aku datang bersama sahabatku, tapi aku menyuruhnya menunggu di luar sampai aku memanggilnya."

"Siapa?" tanya Brian, alisnya terangkat penasaran.

"Seseorang yang pasti kamu kenal. Tunggu, aku panggil dulu orangnya!" ucap Zyva, lalu berjalan kembali menuju pintu ruang rawat. Dengan hati-hati, ia membuka pintu dan memanggil sahabatnya yang masih menunggu di luar.

Saat sahabatnya masuk ke dalam ruangan, Brian dan Gavin langsung tertegun. Wajah mereka menunjukkan ekspresi terkejut yang luar biasa.

"Selamat malam, Tuan Gavin," ucap sahabat Zyva sambil membungkuk hormat.

"Malam, Grizella. Kapan kau kembali?" tanya Gavin yang tidak terkejut melihat Grizella karena sudah tahu bahwa gadis itu baik-baik saja.

"Kemarin, bagaimana kabar tuan muda?"

"Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?"

"Aku juga baik, senang bisa bertemu lagi denganmu," jawab gadis itu, dan Gavin hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.

Brian menatapnya dengan mata yang membesar, seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Grizella Jennie? Benarkah itu kau?" tanya Kim Alexander sambil mendekat, matanya menyelidik saat ia memeriksa sosok gadis di hadapannya.

"Iya, ini aku, Kim," jawab Grizella dengan senyum hangat yang sudah lama dirindukan.

"Bagaimana bisa? Bukannya kau sudah tiada?" tanya Kim Alexander, suaranya serak karena rasa haru dan keheranan yang bercampur aduk.

Grizella tertawa kecil mendengar pertanyaan Kim. "Tentu saja belum, Kim. Jika aku sudah tiada, aku tidak akan berdiri di hadapanmu sekarang!"

Grizella kemudian melihat ke arah Brian yang masih diam membeku, matanya berkaca-kaca, penuh emosi. Ia berjalan menghampiri Brian dengan langkah hati-hati.

"Halo, Brian? Apa kabar? Lama tak berjumpa," ucapnya, suaranya lembut dan penuh perasaan. Brian tersadar dari keterkejutannya lalu memegang kedua pipi Grizella. Sentuhan itu seakan mengonfirmasi kenyataan yang sulit dia percayai.

"Apakah benar ini kau, Zella?" tanya Brian, suaranya bergetar. Grizella mengangguk pelan sambil tersenyum, air mata kebahagiaan mulai menggenang di sudut matanya. Melihat itu, Brian langsung memeluknya erat, seolah tak ingin melepaskan.

Suasana ruangan mendadak hangat dengan reuni yang emosional itu. Semua mata tertuju pada mereka, merasa bahagia melihat pertemuan yang tak terduga ini.

Brian masih memeluk Grizella erat, merasakan kehangatan tubuhnya yang nyata. Setelah beberapa saat, ia melepaskan pelukan dengan mata berkaca-kaca, tersenyum penuh kebahagiaan.

"Aku masih tidak percaya ini benar-benar kamu, Zella," ucap Brian sambil mengusap air mata di pipinya.

"Aku juga merindukan kalian semua," jawab Grizella lembut, matanya berkeliling melihat wajah-wajah yang sudah lama tidak ditemuinya.

Kim Alexander yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara. "Bagaimana kamu bisa selamat, Zella? Kami semua diberitahu bahwa kamu tidak mungkin selamat dari misi itu."

Grizella menarik napas dalam sebelum menjawab. "Itu cerita panjang, Kim. Singkatnya, aku berhasil melarikan diri dan bersembunyi sampai akhirnya bisa kembali dengan selamat. Aku tahu kalian pasti cemas dan khawatir, maafkan aku karena tidak bisa memberi kabar lebih cepat."

Sebelum Kim Alexander bisa merespons, suara Queen memecah keheningan. "Zyva, Grizella, kalian benar-benar di sini? Aku merasa seperti bermimpi."

Grizella mendekati ranjang Queen, menggenggam tangan sahabatnya dengan erat. "Kami di sini, Queen. Aku sangat merindukanmu."

Air mata haru mengalir di pipi Queen. "Aku pikir tidak akan pernah bisa bertemu kamu lagi. Terima kasih sudah datang."

Gavin yang berdiri di sebelah ranjang Queen menatapnya dengan lembut. "Kamu butuh istirahat, Queen. Jangan terlalu banyak bicara dulu."

Queen mengangguk pelan. "Aku tahu, tapi aku sangat senang melihat Grizella di sini."

Zyva mengusap punggung Queen dengan lembut. "Kita akan selalu ada di sini untukmu, Queen. Kamu hanya perlu fokus pada pemulihanmu."

Sementara itu, Grizella berjalan ke arah Brian. "Brian, aku mendengar tentang Alvarez. Bagaimana keadaannya sekarang?"

Brian menghela napas panjang. "Dia sudah stabil, tapi masih dalam pemulihan. Kita harus memastikan dia mendapatkan perawatan terbaik."

Grizella menatap Alvarez yang terbaring di ranjang dengan wajah penuh belas kasih. "Kita akan menjaga dia bersama-sama. Aku akan membantu sebisaku."

Kim Alexander yang mendengar percakapan mereka merasa tergerak. "Kita semua akan bekerja sama untuk memastikan semua orang aman dan pulih. Ini saatnya kita bersatu."

Brian menatap Gavin, lalu Grizella, dan akhirnya Zyva. "Ya, kita harus bersatu. Kita sudah terlalu lama terpisah. Sekarang saatnya untuk bersama dan saling mendukung."

Ruangan itu dipenuhi dengan semangat persatuan dan harapan baru. Mereka tahu bahwa jalan di depan tidak akan mudah, tetapi dengan kekuatan persahabatan dan dukungan satu sama lain, mereka yakin bisa menghadapi apa pun yang datang.

 Mereka tahu bahwa jalan di depan tidak akan mudah, tetapi dengan kekuatan persahabatan dan dukungan satu sama lain, mereka yakin bisa menghadapi apa pun yang datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Semoga suka dengan cerita ini. Jangan lupa vote dan komen ya teman-teman. Thank you for everything🕊

Sampai jumpa dichapter selanjutnya 👋🏻

Two Handsome Killers <On Going> Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang