BUGH! BUGH! BUGH!
"ARGH!" Alvarez menjambak rambut Aldenata dan mendorong wajahnya ke dinding hingga darah terus mengalir dari kepala hingga mulutnya.
Belum puas dengan permainannya. Alvarez kemudian mengukir namanya di wajah gadis itu menggunakan pisau tajam.
Setelah selesai mengukir namanya. Alvarez kemudian menusuk pipi kanannya dan menekannya hingga membuat lubang disana. Aldenata hanya bisa menerima apa yang dilakukan pemuda itu padanya, tubuhnya lemas karena banyaknya darah yang keluar. Dia juga tidak bisa berteriak karena lidahnya sudah tidak berada di tempatnya lagi.
"Apa kamu punya kata-kata terakhir?" tanya Alvarez sambil memegang dagunya agar dia bisa melihat wajah gadis itu.
'Tolong bunuh saja aku.' Ucap Aldenata dalam hati. Gadis itu hanya mampu mengucapkannya dalam hatinya.
Aldenata sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakit di wajahnya, ia hanya bisa menangis tanpa mengeluarkan suara dan menunggu kematiannya.
"Apa kau menangis, hm?" Alvarez menghapus air matanya dengan lembut.
"Jika kamu tidak sanggup melihatnya, lebih baik kamu keluar saja dari tempat ini... Jangan paksa dirimu hanya karena ingin menikah dengan Gavin," ucap Brian melihat wajah Queen yang memucat.
Queen tersentak kaget. Memang benar dia tidak kuat melihat pembunuhan kejam yang dilakukan Alvarez, kepalanya tiba-tiba terasa pusing dan perutnya seketika mual melihatnya, namun Queen harus kuat melihat hal itu agar bisa menikah dengan Gavin.
"A-aku sanggup kok melihatnya," jawab Queen terbata-bata.
Brian hanya menatap Queen dengan tatapan malas. Sungguh gadis yang sangat keras kepala, dan apa katanya tadi? Sanggup, cih wajahnya saja sudah seperti mayat hidup. Pikir Brian.
Brian semakin yakin kalau gadis itu memang tidak bisa melihat pembunuhan yang dilakukan oleh Alvarez. Terlihat dari wajahnya yang semakin pucat dan hampir pingsan.
Sedangkan Gavin mengabaikan keduanya.
Ia hanya fokus melihat pembunuhan yang dilakukan oleh adiknya itu. Pemuda itu tersenyum bangga saat melihat adiknya kembali menusukkan pisau ke pipi kiri gadis itu.Ternyata adiknya sudah cukup ahli dalam membunuh mangsanya. Jadi Ia tidak perlu terlalu khawatir jika terjadi sesuatu dengannya.
TAKK...
Alvarez menancapkan pisau itu pada kepala Aldenata. Seketika gadis itu langsung tewas ditangannya. Kemudian Alvarez kembali mencabut pisau yang tertancap pada kepalanya.
"Kak...." Panggil Alvarez sambil menoleh pada Gavin.
"Ada apa?"
"Boleh aku memutilasi jasadnya?" Gavin mengangguk. "Lakukan sesuka hati mu." Alvarez tersenyum lebar dan kembali menatap gadis yang sudah mati itu.
Tanpa aba-aba pemuda itu langsung menusuk tubuhnya dengan brutal. Setelah cukup puas, Alvarez lalu memisahkan kepala dan tubuh serta kedua tangan dan kakinya.
"Wajahmu sangat cantik, sayang jika aku blender," ujarnya sambil menatap lama wajah gadis yang sudah ia bunuh itu.
"Sudah puas memandangi wajahnya, Alvarez?" ucap Gavin yang sudah berdiri di belakangnya. Alvarez menoleh kebelakang sambil tersenyum.
"Boleh aku menyimpan kepalanya? Aku ingin menggantungnya disana," ujarnya sambil menunjuk kearah atap yang penuh dengan kepala tengkorak manusia.
"Hm, simpan saja apa yang kau mau dan cepat selesaikan pekerjaanmu."
"Iya, kak," jawab Alvarez kemudian melanjutkan perkerjaannya yang sempat tertunda tadi.
Oh iya, Brian dan Queen sudah tidak ada lagi disana karena tadi Queen sempat muntah saat melihat Alvarez memutilasi jasad gadis itu dan berakhir Ia jatuh pingsan. Gavin pun menyuruh Brian untuk membawa Queen pulang kerumah Gavin.
Ada yang bisa tebak kenapa bukan Gavin saja yang membawanya pulang??
Yahh karena pemuda itu masih mempunyai tiga manusia yang harus Gavin musnahkan, jadi Ia menyuruh Brian untuk membawanya pulang lalu kembali ketempat ini.
"Berhentilah bermain dia sudah mati!" ucap Gavin yang sudah bosan melihat adiknya belum juga berhenti memutilasi jasad itu. Alvarez mengangguk Kemudian berdiri sambil merenggangkan tubuhnya. Tidak ada rasa bersalah sedikit pun didalam hatinya.
"Kau... Bawa sisa-sisa tubuhnya ketempat penyimpanan mayat dan gantung kepalanya diatas." Pinta Gavin pada bodyguardnya.
"Baik tuan," jawab mereka tegas sambil mengambil potongan-potongan tubuhnya dan membawa ketempat penyimpanan tak lupa mereka juga membawa kepalanya dan menggantungnya sesuai perintah sang atasan.
"Bersihkan dirimu, dilantai atas." Alvarez hanya mengangguk pelan dan berjalan menuju wc yang berada dilantai dua.
Gavin berjalan menghampiri ketiga keluarga Bagas yang terikat dengan borgol.
"Apa mereka tertidur?" tanya Gavin pada salah satu bodyguard yang menjaga mereka.
"Iya, tuan!" jawab salah satu dari mereka dengan tegas.
"Ambil air dingin lalu siram kewajah mereka!"
"Baik, tuan!" Berjalan mengambil air dingin. Kemudian menyiramnya tepat pada wajah mereka.
Byurr
Uhuk... Uhuk...
Mereka terbatuk karena air yang memasuki rongga mulutnya, belum juga sadar sepenuhnya, satu pukulan mereka dapatkan dari Gavin.
"Selamat pagi.. Bagaimana dengan tidur kalian, sangat nyenyak?" tanya Gavin langsung menusuk mata kanan pria tua itu.
"AARGGHH!" Teriak Agram kesakitan..
"AYAH!! Apa yang kau lakukan pada ayahku, sialan!" Marah Elyn.
TAKK...
"AARGGHH"
Gavin melempar pisau tepat diperut gadis itu. "Diam!" Gavin menekan pisau itu.
"AARGGHH!" Teriaknya saat Gavin kembali mencabut pisaunya. Darah terus mengalir dari perutnya dan mengotori bajunya.
Tubuh Evelyn bergetar hebat, bibirnya pucet pasi melihat banyaknya darah yang mengalir dari tubuh anak dan suaminya. Alvarez tersenyum miring melihat wanita tua yang ketakutan seperti itu.
"Ini sangat menyenangkan," guman Alvarez pada dirinya sendiri.
Semoga suka dengan cerita ini. Jangan lupa vote dan komen ya teman-teman. Thank you for everything🕊
Sampai jumpa dichapter selanjutnya 👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Handsome Killers <On Going>
Action⚠️Perhatian ini bukan cerita BL‼️Cerita ini normal ‼️Hanya di cerita ini nama Xavier nama cewek bukan cowok‼️ --- Di balik kegelapan malam, dua saudara, Gavin dan Alvarez, menjelajahi jalan-jalan kota dengan niat tersembunyi di hati mereka. Alvarez...