7

246 42 4
                                    

Ketakutan Zayyan untuk bertemu orang tua pemilik tubuh ini perlahan sirna, terhapus oleh kasih sayang dan kelembutan yang mereka tunjukkan. Kehangatan yang mereka curahkan menimbulkan rasa nyaman di hati Zayyan, hingga akhirnya ia bisa bersikap santai dan natural dalam interaksi bersama mereka. Ketakutan yang selama ini menghantuinya rupanya hanya bayangan semu. Kini, justru kenyamananlah yang mengisi ruang hati Zayyan setiap kali berada di dekat mereka.

Kemarin, kedua orang tua Zayyan memang sempat heran melihat sikap kaku dan canggungnya. Namun, mereka dengan cepat menyadari bahwa mungkin kesibukan mereka belakangan ini telah membuat mereka jauh dari putra mereka, hingga tak lagi mengenali perubahan kecil dalam dirinya.

Alih-alih mempermasalahkan sikap Zayyan, mereka malah menggunakan waktu liburan singkat ini untuk mencurahkan perhatian dan kasih sayang yang mungkin sempat tertunda.

Malamnya, Zayyan bahkan tidur bersama kedua orang tuanya. Meski awalnya ia menolak dengan alasan sudah cukup mengerti kesibukan mereka, orang tuanya tetap bersikeras, mengatakan bahwa ini adalah pengganti dari hari-hari liburan yang telah mereka lewatkan bersama.

Dalam hatinya, Zayyan sadar bahwa mereka tidak perlu bersikap begitu berlebihan. Namun, ia mengalah, dan pada akhirnya ia juga menikmati kehangatan kasih sayang yang mengalir tanpa batas dari kedua orang tuanya. Sepertinya, memang Zayyan pemilik tubuh ini telah terbiasa dimanja oleh mereka.

Pagi itu, setelah sarapan, mereka berkumpul di ruang tamu, menikmati camilan sambil menonton televisi. Zayyan duduk di antara kedua orang tuanya, merasakan kehangatan yang jarang ia alami akhir-akhir ini.

"Sayang, bagaimana sekolahmu? Kamu nyaman di sana?" tanya mamanya lembut, seraya mengelus kepala Zayyan dengan penuh kasih.

Zayyan terdiam cukup lama. Pertanyaan itu menghentikan aliran pikirannya. Dia merenung, menimbang jawaban apa yang harus ia berikan. Haruskah ia jujur bahwa ia tidak nyaman? Atau berbohong dengan mengatakan semuanya baik-baik saja?

"Nyaman, Ma. Aku suka sekolah di sana," jawab Zayyan akhirnya. Meski telah memutuskan untuk jujur, entah kenapa, jawaban itu justru keluar dari mulutnya. Ada sesuatu yang menahannya untuk mengungkapkan kebenaran.

"Kau yakin, Zayyan? Kau tak berniat pindah?" tanya papanya, membuat Zayyan langsung menatapnya penuh heran. Apakah papanya tahu sesuatu? Apakah dia menyadari kebohongan di balik jawabannya?

"Ah, kamu mungkin bingung dengan pertanyaan Papa," kata papanya lagi, sambil melirik istrinya, memberi isyarat agar ia menjelaskan. Mamanya mengangguk pelan, memahami kode itu.

"Begini, Sayang. Mama dan Papa sudah membicarakan ini. Mungkin ke depannya kami akan semakin sibuk dengan perusahaan di London. Kami khawatir, kami akan jarang pulang. Jadi, bagaimana kalau kamu pindah sekolah? Kamu bisa melanjutkan di London, dan kita akan pindah bersama-sama. Bagaimana menurutmu?" ujar mamanya dengan lembut.

Zayyan terdiam lagi. Ini adalah kesempatan untuk menjauh dari semua tekanan dan pengawasan Sing. Namun, mengapa ada rasa berat di hatinya untuk menyetujui tawaran ini?

"Kalau kamu masih ragu, kamu bisa memikirkannya dulu," lanjut mamanya. "Nanti, kalau sudah yakin, beritahu Mama dan Papa, ya."

"Terima kasih, Ma. Zayyan akan pikirkan dulu," jawab Zayyan pelan. Ia memang perlu waktu untuk meyakinkan dirinya.

Obrolan mereka berlanjut dengan topik-topik ringan, diselingi tawa kecil saat menonton acara komedi yang sedang tayang.

=====

Sore itu, Zayyan sudah dalam perjalanan kembali ke asrama. Liburan singkatnya berakhir, dan besok sekolah akan dimulai seperti biasa. Setelah orang tuanya mengantarkannya hingga ke gerbang sekolah, mereka pun berangkat lagi untuk perjalanan bisnis ke luar negeri. Zayyan baru mengetahui bahwa pemilik tubuh ini ternyata keturunan Indonesia-Inggris. Papanya adalah pria asli Inggris, sedangkan mamanya asli Indonesia. Walaupun wajahnya lebih dominan mengikuti gen mamanya.

Sesampainya di kamar asrama, Zayyan menemukan bahwa pintu kamarnya terkunci. Itu tandanya Sing belum kembali. Setelah mencari kunci yang ia bawa, Zayyan membuka pintu dan masuk ke dalam. Hanya kesunyian yang menyambutnya.

Zayyan duduk di tepi kasur, memandang ke sekeliling kamar yang terasa asing. Ada perasaan tak nyaman yang muncul dalam hatinya. Ia sudah terbiasa dengan kehadiran Sing di sini bersamanya, dan kini, ketiadaan Sing membuatnya merasa sepi. Padahal mungkin sebentar lagi Sing juga akan kembali ke asrama, tapi kenapa dia sudah sangat berharap akan kehadirannya.

Menghela napas panjang, Zayyan memutuskan untuk berjalan ke balkon, memandang ke arah gerbang sekolah. Ia berharap melihat Sing di antara siswa-siswa yang baru tiba. Hampir satu jam berlalu, namun sosok yang ia tunggu belum juga muncul.

Ada apa dengan dirinya? Kenapa dia sangat berharap Sing untuk segera kembali, bukankah seharusnya dia senang jika pria itu tidak segera kembali hari ini, tapi kenapa jauh dilubuk hatinya dia sangat menunggu kehadiran Sing.

Bahkan sampai malam berlalu dan sekarang sudah waktunya untuk bersekolah seperti biasa, Sing tetap tidak menunjukkan kehadirannya.

====

Sudah tiga hari berlalu, namun hingga kini Sing belum juga kembali ke asrama. Perasaan Zayyan diselimuti kecemasan yang kian hari kian mendalam. Setiap detik terasa lamban, seperti berjalan dalam kekosongan, dan Zayyan tak bisa melewatkan satu hari pun tanpa berharap Sing segera kembali. Ketidakhadiran pria itu membuat Zayyan menyadari betapa pentingnya sosok Sing dalam hidupnya.

Walau sering kali terasa tertekan oleh aura Sing, Zayyan tak bisa memungkiri bahwa pria itu selalu ada untuknya. Saat Sing tidak berada di sampingnya, ada kehampaan yang sulit dijelaskan, sebuah kekosongan yang perlahan menguasai hatinya.

Tak ada kejelasan mengenai ketidakhadiran Sing. Setiap guru yang masuk ke kelas hanya mencatat izin tanpa memberi keterangan lebih lanjut. Meski begitu, jauh di dalam hatinya, Zayyan terus bertanya-tanya: ke mana Sing pergi? Mengapa sampai sekarang dia belum kembali?

Selama Sing tak ada, hari-hari Zayyan dipenuhi oleh kesepian yang tak terelakkan. Kehilangan pria itu meninggalkan ruang kosong yang tak bisa diisi dengan apa pun. Selama ini, Zayyan selalu merasa tertekan di sekitar Sing karena dia selalu mengawasi dan mengontrol tindakannya. Namun, kini semua itu seakan berubah. Jauh di lubuk hatinya, dia merindukan kehadiran pria itu lebih dari yang pernah dia bayangkan.

Segala tekanan, ketidaknyamanan, dan ketakutan akibat posesivitas Sing padanya seketika menghilang. Rindu yang mendalam melampaui semua perasaan itu, menjadi satu-satunya emosi yang tersisa.

Setiap hari sepulang sekolah, Zayyan sering berdiri di balkon kamar mereka, menatap gerbang sekolah dengan penuh harap. Dia berharap, dari setiap orang yang melewati gerbang, Sing akan muncul di antara mereka. Namun, seperti hari-hari sebelumnya, tidak peduli berapa lama dia menunggu, tak ada tanda-tanda kepulangan Sing. Dengan helaan napas panjang, Zayyan kembali masuk ke kamar.

Selama tiga hari terakhir, kesunyian menjadi satu-satunya teman di kamar itu. Setiap sudut kamar kini membawa bayangan tentang kebersamaan mereka. Zayyan tak bisa menyangkal, selama ini Sing tidak pernah mengabaikannya. Sing selalu peduli dan perhatian, meski terkadang cara pria itu terasa dingin dan menekan, bahkan menakutkan.

Kini, dengan Sing yang tak lagi di sisinya, Zayyan menyadari bahwa dia lebih merindukan pria itu daripada yang pernah dia duga. Kehampaan yang ada di dalam hatinya hanya bisa diisi oleh kehadiran Sing.


















Jangan lupa vote dan komen.

To be continued.....

OUR SECRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang