5

299 46 8
                                    


Sing menuntun tubuh Zayyan ke atas kasurnya, tanpa sedikitpun memutuskan ikatan bibir mereka, Sing menindih tubuh rapuh Zayyan dengan lembut, seakan takut memecahkan keheningan yang menyelimuti malam. Setelah cukup menikmati rasa manis yang ia rengkuh dari bibir Zayyan, bibirnya pun merambat turun, mengecup lembut perpotongan leher jenjang di bawahnya. Isapan dan gigitan lembutnya meninggalkan jejak kemerahan, seolah mengklaim miliknya sendiri.

"Singhh..." desah Zayyan, terengah dan gemetar. Tangannya yang lemah berusaha menahan tubuh Sing yang semakin merambati setiap inci dari tubuhnya. Ketakutan mulai menyergap jiwanya, menyadari bahwa jika terus berlanjut, malam ini bisa menjadi titik di mana ia kehilangan sesuatu yang berharga. Namun, seberapa keras pun Zayyan berusaha, tubuh mungilnya tak mampu melawan hasrat membara yang kini menguasai Sing. Matanya yang gelap berkilat penuh gairah, seolah api yang tak mungkin dipadamkan.

Tubuh Zayyan menggigil dalam ketakutan, sentuhan Sing yang begitu baru baginya seakan mengukir ketakutan di kulitnya. Dia tidak menyadari kapan baju yang ia kenakan telah terlepas. Kini, tubuhnya setengah telanjang, terpapar dalam cengkeraman nafsu yang terasa semakin mencekam.

"Sing... aku mohon... berhenti..." suara Zayyan parau, penuh permohonan. Tapi Sing tampak tak mendengarnya, malah terus merambah lebih jauh, jemarinya sedang berusaha meloloskan celana yang masih tersisa di tubuh Zayyan.

Ketakutan yang kian menggelora memaksa Zayyan bergerak. Dalam kepanikan, ia mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, menendang keras tubuh Sing yang ada di atasnya.

'Bugh!!'

Tendangan itu cukup kuat untuk menjatuhkan Sing dari kasur. Terjatuh ke lantai, Sing segera bangkit. Tatapan matanya yang sebelumnya penuh nafsu kini berubah tajam, marah, seolah tidak percaya bahwa Zayyan menolaknya.

Namun, amarah itu perlahan memudar ketika ia melihat Zayyan yang berdiri gemetar, menatapnya dengan mata penuh ketakutan. Tubuh mungilnya bergetar, matanya meredup, menyiratkan ketakutan mendalam yang tak bisa ia sembunyikan.

Perlahan, tatapan Sing melembut. Di balik keinginannya, ada rasa iba yang tak bisa ia hindari. Ia berjalan pelan mendekati Zayyan, sedangkan Zayyan mundur perlahan, tubuhnya bergetar hebat, mencoba melindungi tubuh bagian atasnya dengan tangan kecilnya. Dia tak pernah membayangkan dirinya berada dalam situasi ini.

"Kenapa, Zay? Kau takut padaku karena apa yang baru saja kita lakukan?" tanya Sing, menghentikan langkahnya.

Zayyan tidak menjawab, hanya diam membisu, menundukkan kepalanya. Tubuhnya masih bergetar, suaranya hilang di tenggorokan. Ketakutan yang membelenggu pikirannya terlalu besar untuk diungkapkan dengan kata-kata.

"Kita selalu melakukan ini, bukan?" Sing melanjutkan, suaranya terdengar penuh keyakinan. "Bukankah selama ini kita menikmatinya? Lalu kenapa malam ini kau terlihat begitu takut?"

Zayyan terdiam, hatinya terguncang oleh kata-kata itu. Perlahan ia mengangkat wajahnya, menatap mata gelap di hadapannya, mencari secercah kebohongan di sana. Tapi tidak ada. Hanya ada kejujuran, kepercayaan yang seolah memaku hatinya. Apakah hubungan mereka benar sudah sejauh ini? Apakah semua yang terjadi memang pernah terjadi sebelumnya?

“Apakah kau meragukan perkataanku, Zay? Atau kau benar-benar tidak ingat?” Tanya Sing, masih dalam nada tenang, seolah merasuk ke dalam pikiran Zayyan yang sedang penuh keraguan.

"A-aku ingat..." suara Zayyan gemetar, berusaha mencari alasan. "Tapi... malam ini aku hanya lelah, jadi aku tidak ingin melakukannya..."

Sing menatapnya beberapa saat sebelum akhirnya berkata "Baiklah, kita bisa melanjutkannya di lain waktu. Karena kau bilang lelah, lebih baik kita tidur sekarang."

OUR SECRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang