Tiga tahun sudah menjalani pernikahan dengan Rendi. Cerita cinta kami sangat bahagia, tidak ada masalah yang begitu besar meskipun aku lebih tua diatasnya empat tahun. Dia pikir umur bukan hal hambatan, membuatku cukup yakin menerima jadi pendamping hidup. Tetapi tidak seperti yang ku kira, tahun belakangan ini, suamiku menanyai perihal anak. Kita memang tidak menunda. Namun, ada benarnya, aku juga menantikan buah cinta kami.
Aku memanggilnya Mas Rendi, tidak semestinya. Banyak yang kami lakukan untuk bisa segera memiliki momongan, mulai dari Olah raga, menjaga pola makan sehat, istirahat yang cukup, semua kujalani dengan baik. Meskipun begitu Mas Rendi menurutku tidak serius akan ini. Entahlah, aku sudah menuntunnya tetapi ia tidak terlihat giat berusaha. Sering kali hanya menuntut kepadaku.
Ia kerap menyepelekan hal kecil dan selalu memprioritaskan pekerjaan. Kuakui ia memang pekerja keras. Dia seorang produser industri perfilm-an. Pria sukses diusia terbilang muda bersanding profesi model yang ku arungi, memikat dirinya pada kecantikanku saat itu. Bertemu banyak bintang film, terkadang membuatku sedikit kecil hati, walaupun aku pernah berkelana dalam dunia yang saman. Namun, sejak menikah dengan Mas Rendi, ia memintaku untuk vakum dan mengurus rumah tangga.
Seperti saat ini. Mas Rendi sedang menggarap projek film layar lebar hingga lupa pulang, sudah biasa aku merasa sepi sendiri. Ada kalanya, aku merasa sesal berhenti di karir yang sudah lama kurintis, tapi sudah tidak ada artinya.
Kringg kringg
Dering telepon genggamku menampilkan nama pemanggil dilayar. Papa Danu, mertuaku. Sontak hangat melingkupi diri.
"Halo Pa, ada apa?"
"Sedang free Nala?"
"Selalu Pa, apalagi sekarang Mas Rendi ada projek baru lagi."
"Ahh dasar anak itu," gerutunya.
"Datanglah kerumah Nala, Papa akan memasak jika kamu mau."
Hanya Papa Danu yang menghiburku disaat-saat seperti. Ia selalu mengerti aku, lebih dari suamiku sendiri. Mengenal sosoknya, aku mengidamkan suami seperti Papa, berharap Mas Rendi bisa menuruni pribadinya.
He's family man.
Keadaan Papa sama hal-nya denganku. Kesepian. Yang kutahu, Mendiang mama mertuaku berpulang saat melahirkan Mas Rendi, anak semata wayangnya. Lalu Papa menghidupi anak tanpa berniat menikah lagi, sekarang ia tinggal sendiri dirumah kebesarannya. Setelah menikah Mas Rendi memutuskan pisah rumah berniat mandiri, katanya.
"Nala?" Suara berat Papa mengejutkan.
"Yaa Pa,"
"Kamu mau datang ke rumah atau berdiam disana?"
"Baiklah. Aku datang nanti sore Pa."
"Okee. Papa juga harus belanja bahan memasak dulu. Di tunggu Nala.
Papa mengakhiri panggilannya. Andai saja Mas Rendi punya lebih banyak waktu untukku, pasti ia akan seperti Papa. Tanpa sadar kembali membandingkannya.
***
Banyaknya waktu senggang, ku memilih pergi ke rumah papa lebih awal. Sengaja agar lebih santai berkendara mobil dan tidak bosan sendiri juga, pastinya. Rumah mewah klasik milik Papa sudah ada di hadapanku, seperti biasanya sepi. Sepertinya ia meliburkan seluruh pekerja rumah lagi, setiap kali aku datang berkunjung selalu begini. Kata Papa, agar aku lebih nyaman.
Tanpa basa-basi, aku langsung masuk ke dalamnya. Mencari keberadaan Papa, tapi tidak menemukan yang kucari. aku yakin ia sedang di taman belakang.
Ahh! Itu dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
21+ Zone!
Short Storykumpulan cerita dewasa by ALRetina Keep yourself, for mature only!