Chapter 08: Ujian atau penyiksaan hidup [03]

10 4 0
                                    

Happy reading !

*******************************************

Aku menatap lelaki di seberangku dengan perasaan canggung, sementara matanya yang khawatir tak lepas dariku. Aku berpaling sejenak, memeriksa sekeliling, dan menyadari bahwa tempat dia membawaku adalah sebuah gudang sekolah.

Blezer miliknya masih membalut tubuhku, memberikan sedikit rasa hangat di tengah kegelisahan. Tiba-tiba, suaranya memecah keheningan. "Apa perasaanmu sudah lebih baik ?" tanya Liam dengan nada lembut.

Aku memiringkan kepalaku sembari berpikir harus menjawabnya bagaimana. Haruskah aku berterima kasih padanya, tapi caranya menolongku itu tidak sopan. Dan jika ada orang yang melihatnya, mereka mungkin saja akan menyalah pahami kami.

Ditambah sikapnya juga aneh. Jika mengingat situasiku saat ini tak ada untungnya untuk dia. Justru dia yang akan dirugikan jika mendekatiku.

"Sebenarnya apa tujuanmu membantuku ?" Tunggu, apa aku baru saja mengatakan apa yang aku pikirkan ?

Aku bisa melihat perubahan di wajah Liam saat kedua alisnya bertaut. "Apa maksudmu ? tentu saja aku membantumu karena kau membutuhkannya," ucapnya dengan nada tegas, seolah tak habis pikir dengan sikap keraguanku padanya.

Aku terdiam, masih mencoba memahami maksud dari perilaku Liam. "Lalu untuk apa kau mendatangiku, apa ini karena tindakanku kepada Noura pagi tadi ?" ujarku secara spontan karena tiba-tiba teringat kembali tentang perselisihanku dengan Noura di kelas.

"Kau ini bicara apa, Noura bahkan belum menemuiku lagi sejak aku di sekolah," balas Liam tampak semakin bingung kali ini. "Apakah ada masalah diantara kalian berdua ?"

"Tidak, lupakan itu," balasku menghindari pertanyaannya karena tidak tahu lagi harus berkata apa. "Kalau begitu untuk apa kau menemuiku ? Kau tak mungkin menemuiku hanya karena aku sudah kembali, bukan ?"

"Kenapa aku tidak boleh melakukan itu, kita kan masih berteman."

"Kau..."

Aku menjeda kalimatku dengan menghela nafas kasar dan menghindari tatapan matanya yang entah mengapa dapat menghipnotisku kapan saja. "Ah, sudahlah. Tapi jangan temui aku lagi saat ada banyak orang."

"Ouh, jadi kau ingin hubungan kita seperti itu ?"

"Apa ? Tidak ! Bukan seperti itu yang kumaksud !"

Liam hanya terkekeh geli menanggapi responku yang sedikit emosi, kesal dengan pertanyaan aneh buatannya, di mana bisa membuat orang lain salah paham jika mendengarnya. "Baiklah-baiklah, aku mengerti maksudmu. Ternyata menggodamu itu menyenangkan juga ya," kata Liam sambil tersenyum jahil, berhasil membuatku mendesah lelah.

Aku memalingkan wajah, berusaha menyembunyikan ketidaknyamanan yang tiba-tiba muncul di dalam diriku. Di satu sisi, aku ingin mempercayainya karena sikapnya yang baik dan terasa tulus, tetapi di sisi lain, ada sesuatu yang terasa tidak benar, dan aku tak tahu apa itu.

Hanya satu hal yang aku ketahui dengan pasti, aku tak bisa membiarkannya terlalu dekat denganku sementara waktu ini.

Jika aku mengabaikan hal itu, Stella mungkin akan memanfaatkannya dengan menyebarkan rumor yang tidak-tidak tentang kami berdua. Selain itu aku juga tidak ingin rumor omong kosong yang dibuatnya sampai ke telinga ibu di saat aku masih dalam masa pengawasan.

Saat fokusku mulai kembali, akupun menyadari jika Liam sedang memperhatikanku selama aku larut dalam pikiranku. Sikapnya yang menurutku aneh itu membuatku bertanya, "ada apa ?"

"Huh, eh-. Tidak, bukan apa-apa," jawabnya dengan kikuk. "Aku hanya penasaran, apa yang membuatmu tiba-tiba diam seperti itu ?"

"Oh itu..." Aku ragu sejenak untuk mengeluarkan isi kepalaku kepadanya. Sebenarnya pikiran tentang kejadian pagi tadi sedikit menggangguku, dan aku tahu mungkin saja Liam mengetahui sesuatu. Tapi apakah tidak masalah jika aku bertanya padanya?

PIPRA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang