HAPPY READING!
VOTE AND KOMEN!-----
Youngjae duduk di bangku depan kelas, tapi pikirannya terus melayang kembali ke Hanjin. Ia berusaha keras untuk tetap fokus pada dosen yang sedang menjelaskan. Dosen itu, Pak Lee, berdiri di depan dengan gaya mengajar yang enerjik, menjelaskan pentingnya komunikasi dalam setiap hubungan.
"Jadi, dalam komunikasi, kita perlu menyampaikan perasaan kita dengan jelas. Jika kita tidak bisa mengungkapkan apa yang kita rasakan, akan sulit untuk menyelesaikan masalah," ujar Pak Lee sambil menulis di papan tulis.
Youngjae mengangguk, berusaha menyerap semua informasi. Namun, bayangan Hanjin yang marah dan kecewa terus menghantui pikirannya. Tiba-tiba, Pak Lee menghentikan penjelasannya dan mengalihkan perhatian ke Youngjae.
"Youngjae, apa kamu bisa memberi contoh situasi di mana komunikasi yang buruk dapat menyebabkan masalah?" tanya Pak Lee, mengangkat alisnya.
Youngjae terkejut, merasa semua mata tertuju padanya. Ia menarik napas dalam-dalam. "Uhm... Misalnya, ketika kita tidak berbicara dengan jujur tentang perasaan kita, bisa menyebabkan kesalahpahaman. Seperti... jika seseorang merasa terabaikan, tapi tidak memberitahu yang lain, bisa membuat situasi semakin rumit."
Pak Lee tersenyum bangga. "Bagus sekali! Itu benar. Jadi, komunikasi yang jujur dan terbuka sangat penting untuk menjaga hubungan kita."
Setelah menjawab, Youngjae merasa sedikit lega. Mungkin ini adalah momen untuk mengingatkan dirinya bahwa mereka semua perlu berbicara satu sama lain dengan lebih terbuka. Ia bertekad untuk memperbaiki keadaan dengan Hanjin dan teman-temannya.
"Apakah ada lagi yang ingin berbagi?" tanya Pak Lee, memindahkan fokus ke siswa lain.
Seorang mahasiswa di belakang Youngjae mengangkat tangan. "Saya ingin menambahkan, kadang kita tidak sadar saat kita mengabaikan teman-teman kita. Mungkin karena kita terlalu sibuk dengan kehidupan kita sendiri."
Youngjae mengangguk setuju, merasa terhubung dengan apa yang diucapkan teman sekelasnya.
Dengan semangat baru, Youngjae mulai mencatat lebih aktif. Ia merasa bahwa setelah kelas ini, ia harus segera mencari Hanjin dan berbicara dengan jujur tentang apa yang terjadi. Ketika bel berbunyi menandakan akhir kelas, Youngjae segera berkemas, meninggalkan ruangan dengan pikiran yang berputar, siap untuk menghadapi tantangan yang ada.
Saat keluar, ia mendapati Jihoon menunggunya di luar. "Hey, Youngjae! Gimana kelasnya?" tanya Jihoon, terlihat ceria.
"Itu bagus, Pak Lee sangat membantu. Tapi aku masih khawatir tentang Hanjin. Dia terlihat sangat tertekan," jawab Youngjae, menggaruk tengkuknya.
"Ya, aku juga merasakannya. Kita perlu berbicara dengan dia dan menyelesaikan ini sebelum semuanya semakin rumit," kata Jihoon dengan serius.
"Setuju. Mari kita pulang dan berbicara padanya," ajak Youngjae, langkahnya semakin cepat menuju rumah besar mereka, bertekad untuk mendamaikan keadaan sebelum terlambat.
-----
Sementara itu, di sisi lain kampus, Shinyu sedang berjalan menuju lapangan ketika melihat sosok Kyungmin yang sedang berjalan pulang dengan langkah pelan. Shinyu berpikir sejenak, mengingat kata-kata Hanjin tentang Kyungmin yang merasa terasingkan akhir-akhir ini. Ia lalu mempercepat langkahnya, memanggil Kyungmin dari kejauhan.
"Kyungmin!" teriak Shinyu sambil melambaikan tangan. Kyungmin menoleh, terlihat agak kaget tapi berhenti menunggu Shinyu mendekat.
"Ada apa, Shinyu?" tanya Kyungmin dengan suara datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twenty Four Seven With Us
AcakEnam sahabat tinggal bersama di sebuah rumah besar tanpa orang tua, menjalani kehidupan baru sebagai mahasiswa. Setiap dari mereka membawa beban, mimpi, dan konflik pribadi yang perlahan terjalin dalam kehangatan persahabatan. Dari seni, olahraga, h...